"Adeeekkk dipanggil Papa ke ruang kerja Papa. Sekarang!!!!!" Teriakan Abel dari lantai satu hingga menggema di seluruh bagian rumah.
"Adek yang mana???!!!" balas Auriga sambil berteriak dari lantai dua.
"YA KAMU ATUH BUDAK PARA KUCING!!!" Teriak Abel keras.
Terdengar suara grasak-grusuk di lantai dua dan tiba-tiba Auriga nongol di ujung tangga. Dia memasang wajah panik sekaligus bingung.
"Papa panggil adek buat apa, Bang?" tanyanya pelan dengan wajah serius. Hal itu justru membuat Abel senang melihat ekspresi panik adiknya itu.
"Muka Papa masem banget, kerutan di dahinya aja sampe bikin 3 garis. Siap-siap aja sih, Dek." Abel menepuk bahu Auriga dengan wajah yang dibuat seiba mungkin. Padahal apa yang dia ucapkan barusan 100% bohong.
"Oh iya??? Haduh, adek harus apa dong, Bang?" Auriga malah makin panik, dia juga bingung kenapa Papa memanggil dirinya.
"Siap-siap aja motor kamu disita," ucap Abel yang diakhir dengan tawa. Dia langsung pergi menuju kamarnya, sementara Auriga menimbang-nimbang untuk masuk ke ruang kerja Papa.
"Masuk aja deh, dimarahin juga udah biasa."
Auriga masuk dengan langkah hati-hati. Dia menongolkan kepalanya di pintu dan memeriksa ruangan Papa Efendi. Papanya sedang duduk di kursi kerjanya sambil menulis sesuatu. Pastinya urusan kerjaan di kantor. Auriga mengetuk pintu tersebut yang membuat atensi Papa Efendi langsung tertuju pada anak bungsunya itu.
"Duduk dulu, Dek." Papa mempersilahkan Auriga untuk duduk.
Auriga duduk dengan patuh di depan Papa Efendi.
"Sebentar ya, Papa selesaiin ini dulu. Tinggal sedikit lagi."
Auriga mengangguk. Dia menunggu Papa Efendi selesai mengerjakan kerjaannya. Auriga jelas penasaran apa yang akan disampaikan oleh papanya tersebut.
"Dek," panggil Papa pelan dan lembut setelah semua kerjaannya selesai.
"Ada apa, Pa?"
"Akhir-akhir ini kamu baik-baik saja kan?" tanya Papa dengan raut wajah khawatir.
Auriga mengangguk mantap, "aku baik-baik aja kok, Pa. Papa tenang aja."
"Kalau ada apa-apa atau kamu ngerasa sakit, langsung bilang Papa. Jangan disembunyiin, oke?"
Auriga tersenyum, "oke, Pa."
"Papa mau kamu istirahat dari dunia bela diri. Terlalu bahaya kalau kamu memaksakan diri."
Auriga terdiam.
"Tapi Papa gak mungkin menghentikan hobi kesayangan kamu itu, benarkan?" Papa tersenyum sambil mengusap rambut Auriga lembut. Hal itu membuat hati Auriga langsung menghangat, seakan ada sesuatu yang menggelitik hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Expectations || Huang Renjun
Fanfiction[SEQUEL OF HIRAETH] Ingin bahagia? Maka letakkan semua keinginan itu pada titik zero expectations. Kata orang, jika ingin bahagia, maka jangan pernah punya ekspektasi berlebihan kepada siapapun. Karena sejatinya, realita tidak semanis ekspektasi "K...