"Tumben lo dianterin bokap lagi setelah ada motor," ucap Daffa yang cukup kaget saat melihat sahabatnya itu dianterin ke sekolah.
"Tau, gara-gara kesiangan Papa gue maunya gue dianterin daripada bawa motor sendiri."
"Ntar futsal mau gak, Ga? Dah lama gak futsalan," ajak Daffa. Mereka memang sudah lama tidak bermain futsal bareng akhir-akhir ini. Selain ujian akhir sudah semakin dekat, mereka juga memiliki keterbatasan untuk menggunakan lapangan futsal karena selalu dipakai oleh tim sekolah yang baru.
Auriga tampak berpikir, menimbang ajakan Daffa. "Boleh, tapi yang kalah traktir makan ya seperti biasa."
"Makan mulu otak lo," ledek Daffa.
"Takut kalah kan lo?"
"Emang selama ini yang selalu kena pinalti siapa? Bukannya lo?" Daffa tersenyum meledek.
"Gue tuh mengalah, bukan kalah." Auriga membela diri dan harga dirinya. Lagian dia kalau main sama Daffa selalu kalah mulu.
"Yeuu, alasan. Btw curut satu mana dah? Tumben ngehilang tuh bocah."
"Pacaran kali."
"Tebar pesona sih menurut gue ke adik tingkat."
"Siapa lagi coba yang dia incar? Heran gak bisa diam tuh curut." Auriga menghela napas kalau mengingat kelakuan sahabatnya itu, Haksa.
"Biarin aja, ntar paling pawangnya yang ngomel-ngomel."
"Pawang tak bertuan. Lagian dari kacamata awam aja tuh udah keliatan kalau mereka saling suka, tapi mereka gak sadar."
"Berantem mulu sih kerjaannya tiap ketemu."
"Tapi kenapa kita jadi bahas percintaan si curut dah?"
"Tau, kerjaan jomblo kan memang gitu, kepoin percintaan orang lain." Daffa hanya bisa tertawa seperti biasa. Auriga yang dibilang jomblo secara tidak langsung hanya bisa mendengus kesal. Sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Auriga, Daffa, dan Haksa memang sudah dekat dari lama. Hubungan mereka bahkan sudah bisa dikatakan seperti saudara. Walaupun seringkali terdapat perdebatan, tapi waktu untuk mereka berselisih bahkan bertengkar pun tidaklah lama. Auriga juga sudah terlalu nyaman sama kedua sahabatnya itu.
"Akhir-akhir ini keknya tenang damai ya nih sekolah. Apa karena biang kerok sekolah sudah berhasil dijinakkan kembarannya?"
Auriga hanya diam, namun senyum tipis terukir di wajahnya.
"Ngawur lo, lagian gue juga gak sebandel itu deh. Gue kan salah satu murid berprestasi di sekolah ini."
"Memang sih, gak salah. Lebih banyak prestasi dibanding catatan kenakalan lo."
BRAKKK!!!
Pintu kelas dibuka secara brutal oleh salah satu murid. "AURIGA! GAWAT! GAWAT BANGET, LO HARUS CEPAT KE KANTIN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Expectations || Huang Renjun
Fanfiction[SEQUEL OF HIRAETH] Ingin bahagia? Maka letakkan semua keinginan itu pada titik zero expectations. Kata orang, jika ingin bahagia, maka jangan pernah punya ekspektasi berlebihan kepada siapapun. Karena sejatinya, realita tidak semanis ekspektasi "K...