06. Perkara hari Senin (1)

446 97 9
                                    

"AURIGA!!" Suara Aydan menggema di koridor sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"AURIGA!!" Suara Aydan menggema di koridor sekolah. Nada panggilan itu bukanlah nada antusias yang penuh keramahan, melainkan nada penuh kemarahan.

"Mampus, gue lupa minta maaf soal perkara ban motor kemaren," gumam Auriga yang menyadari kemarahan Aydan pagi ini.

Dari kejauhan, Auriga dapat melihat tatapan kemarahan dari Aydan. Dia hanya bisa tersenyum gugup sambil melambaikan tangannya. Berharap dengan ini dapat meredakan kekesalan Aydan pada dirinya.

"Selamat pagi, Aydan." Auriga menyapa Aydan seramah mungkin dengan senyum yang dia bikin setulus yang dia bisa. Tapi yang ada senyuman itu terlihat sangat bodoh dan gugup.

Aura kekesalan dan kemarahan pada Aydan masih berkobar-kobar. Semua yang ada di koridor dibikin heran dengan dua manusia yang sudah memancarkan hawa permusuhan di pagi hari.

"Apa-apaan maksud lo kempesin ban motor gue kemaren?" tanya Aydan saat jarak mereka sudah sangat dekat.

Auriga meneguk ludahnya susah payah. Apa tidak ada orang yang bisa membantunya kabur dari situasi ini? Dia malas berdebat dan berurusan dengan Aydan bukanlah sesuatu yang gampang.

"Lah, ban motor lo kemaren kempes? Kok bisa?" tanya Auriga dengan ekspresi yang dibikin seakan-akan kaget dan baru tau berita ini.

"Gak usah sok gak tau deh, Ga."

"Kok lo nuduh gue?" tanya balik Auriga dengan ekspresi polos.

"Siapa lagi kalau bukan lo!"

"Tenang dulu dong, belum tentu juga gue yang kempesin ban motor lo. Emang lo ada bukti kalau gue yang kempesin?"

"Ada," jawab Aydan tegas.

Seketika Auriga jadi gugup, "apaan emangnya?"

"Agha yang bilang langsung."

Auriga langsung mengumpat dalam hati, 'Agha sialan.'

Auriga mundur perlahan saat Aydan mulai maju mendekatinya. Kalau berurusan dengan Aydan, dia pasti juga bakal berurusan dengan cewek itu. Dia paling malas berurusan dengan cewek yang selalu ikut campur kalau dirinya membawa masalah dengan Agharna dan Aydan. Cewek itu lebih baik dijauhin daripada dirinya babak belur.

"Mau kabur?" Suara dingin cewek itu seketika membuat langkah Auriga terhenti, dia jadi diam membeku.

'Shit.'

Benar dugaannya. Kalau Aydan semarah ini padanya, tidak mungkin kalau tidak ada backingan yang kuat. Cewek itu pasti ikut andil.

Auriga memutar kepalanya dan langsung tersenyum lebar memamerkan senyuman manisnya. "Wah, ada Rindu juga ternyata. Selamat pagi."

"Minta maaf sama Aydan," perintah Rindu tanpa basa-basi.

"Minta maaf buat apa?" tanya balik Auriga masih dengan ekspresi polos yang berusaha dia pertahankan.

Zero Expectations || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang