"Guys, sampe istirahat kedua, jam kosong ya. Disuruh belajar mandiri, kerjain soal-soal percobaan yang ada di buku paket. Jangan ada yang berisik." Ketua kelas memberikan info yang tentunya langsung membuat heboh satu kelas. Apa lagi sih yang membuat hati senang selain jam kosong?"Jangan berisik, guys!! Kalau mau ke kantin lagi silahkan tapi gak boleh ada yang cabut! Masih ada kelas lagi nanti setelah istirahat kedua."
"Siap, Ketua!!"
Auriga yang sedang asik ngobrol -dalam artian lebih banyak debat- sama Haksa dan Daffa langsung berdiri.
"Mau kemana, Ga?"
"Toilet," jawab Auriga singkat.
"Pintunya rusak ege!" Haksa mengingatkan sahabatnya itu.
"Toilet gak hanya satu di sekolah ini," jawab Auriga dan langsung menghilang dari kelas.
Sebenarnya Auriga bukan pergi ke toilet. Tujuan awalnya adalah ke perpustakaan sekolah, sengaja ke sana sekalian mau belajar untuk membantu saudara kembarnya di olimpiade nanti. Selain itu, dia juga sudah tau dari awal kalau akan ada rapat hari ini. Rapat ini bukan hanya rapat sesama guru biasanya, tapi rapat dengan para petinggi donatur sekolah.
"Tapi kenapa Papa gak datang ya? Apa Papa gak diundang? Kan Papa juga donatur di sekolah ini," gumam Auriga yang tidak mendapatkan kabar apa-apa terkait Papanya yang diundang atau tidak dalam pertemuan rapat hari ini.
Auriga tampak berpikir keras sebelum akhirnya dia menyimpulkan sesuatu, "Papa kan sibuk, mana mau Papa datang ke rapat gak penting seperti ini."
Sesampainya di perpustakaan sekolah, Auriga memilih bangku paling ujung yang tertutup oleh rak-rak buku. Dia memasang earpods di telinganya dengan santai. Satu buku dan juga kertas sudah ada di depannya.
Tak lama, terdapat panggilan telpon dari Pak Gio. Auriga langsung tersenyum dan mengangkatnya. Tidak ada suara atau sapaan yang dikeluarkan oleh Auriga. Dia sayup-sayup mendengar suara-suara para petinggi sekolah dan donatur di seberang sana.
Sembari belajar, Auriga diam-diam mendengarkan rapat yang berlangsung 'hangat' di seberang sana.
"Bagaimana bisa ada pihak di luar kita yang mengetahui kompetisi ini?"
"Saya dengar, anaknya Bapak Efendi juga ikutan dalam kompetisi ini. Bukankah ini akan menjadi penghalang untuk keberhasilan anak-anak kita?"
"Setahu saya, anaknya yang ikut bukanlah yang biasa menang di olimpiade selama ini."
"Iya, kembarannya."
"Bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Dan yang paling penting, ini. Jawaban olimpiade nanti."
Auriga langsung tersenyum. Jadi ini alasan kenapa Papanya yang juga merupakan donatur paling berpengaruh tidak ikut serta dalam rapat kali ini.
"Tapi kami tetap tidak tenang jika dari pihak Malviano juga ikutan dalam olimpiade ini. Peluang anak-anak kami yang sudah bayar mahal untuk ini jadi makin terancam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Expectations || Huang Renjun
Fanfiction[SEQUEL OF HIRAETH] Ingin bahagia? Maka letakkan semua keinginan itu pada titik zero expectations. Kata orang, jika ingin bahagia, maka jangan pernah punya ekspektasi berlebihan kepada siapapun. Karena sejatinya, realita tidak semanis ekspektasi "K...