"Jadi, yang kamu inginkan adalah memakan masakanku?"
Ara kembali meyakinkan Aarav yang duduk di sofa di sampingnya, kali ini mereka berada di apartemen Aarav di London, setelah sarapan dengan Elios mereka memutuskan untuk keluar dari hotel dan berdiam di apartemen.
"Iya," Aarav mengangguk. Dia ingin memakan masakan Ara sebagai hadiah ulang tahunnya hari ini.
Ara tidak terlalu masalah sekarang mengenai memasak, karena selama mereka LDR, Ara belajar memasak bersama mamanya, walaupun cuma masakan rumahan yang sederhana.
"Tapi," Aarav kembali berucap, "Aku ingin makan Puding Yorkshire."
"He?" Ara mengerjapkan matanya, "Bukankah itu, makanan favoritmu selama tinggal di sini?"
"Hm, aku ingin makan itu."
Puding Yorkshire adalah menu Inggris berupa roti klasik yang disajikan opsional dengan daging sapi panggang, kentang, saus dan sayuran. Aarav pernah bercerita kalau dia menyukai makanan itu. Tapi, Ara tidak pernah membuatnya.
"Tapi, aku tidak pernah membuatnya. Bagaimana kalau nanti aku gagal?"
Aarav menunduk terkesan murung, sambil memainkan jemari Ara, "Yah, padahal aku sangat ingin memakan makanan favoritku saat ulang tahunku," gumamnya.
Ara meringis, Aarav mode manja memang benar-benar bukan tandingannya, dia akan meleleh.
"Uuh, ya sudah. Aku masak sambil lihat tutorialnya."
Aarav mengangkat kepalanya girang. Ara hanya menghembuskan napas lega.
.
.
.
Ara menyipitkan mata tatkala menonton video tutorial. Bagi Ara yang tidak ahli memasak, tentu saja menu ini sulit dipelajari. Di tidak yakin bisa sukses dalam sekali percobaan, untungnya semua bahan tersedia di apartemen Aarav mengingat dia suka memasak sendiri.Ara menolehkan kepalanya ke arah Aarav yang hanya duduk di kursi makan menatapnya dengan senyuman. Ara kembali berbalik lalu meringis pelan. Ara tentu saja ingin membuat Aarav bahagia di hari ulang tahunnya, oleh karena itu dia memintanya untuk mengatakan apa yang dia inginkan di hari ulang tahunnya. Tapi, Ara tidak menyangka akan memasak menu khas London ini.
Akhirnya, sedikit demi sedikit Ara mulai memasak, dia cukup yakin sekarang setelah sedikit demi sedikit berhasil mengikuti tutorial, tapi yang menjadi permasalahan adalah rasa, Ara tidak pernah memakan puding ini jadi dia tidak tahu rasanya seperti apa.
Ara kembali menatap Aarav yang masih melakukan hal yang sama. Membuang gengsinya, Ara akhirnya bertanya kepada Aarav, "Kenapa kamu menatapku seperti itu sejak tadi? Apa aku melakukan kesalahan?"
Aarav hanya menggeleng dan seperti menahan tawanya.
Ara menyipitkan matanya, "Apa aku melakukan kesalahan?" ulangnya.
"Kamu mengalami kesulitan?"
"Siapa yang memberinya coba?" Ara berbalik lagi mengaduk kacang polong.
Aarav terkekeh, "Bagaimana kalau aku bantu?"
Mata Ara berbinar, segera berbalik menatap Aarav, namun wajahnya kembali datar ketika Aarav menyambung ucapannya, "Tapi dengan syarat."
"Hah...Syarat apa?"
"Setiap satu kali bantuan Ara harus memberiku ciuman."
Wajah Ara memerah, "Mesum! Kamu beneran Aarav? Bukan Elios, kan?" tuduh Ara sambil mengacungkan spatulanya.
"Hm, aku Aarav," jawabnya polos.
Ara kembali berbalik, walau dia ingin dibantu tapi kalau syaratnya begitu, Ara yakin dia tidak akan selesai memasak.
Tapi...Dia kesulitan membuat makanan ini. Setelah memikirkan matang-matang, Ara berdehem pelan.
"Ekhem, di pipi saja, ya?"
Aarav tersenyum lebar, lalu berjalan mendekati Ara, "Deal."
"Kalau begitu, untuk sausnya aku gak bisa buat, karena tidak tahu rasanya, jadi bantu aku."
"Oke, tapi sebelum itu," Aarav mendekatkan pipinya. Ara menggigit bibir bawahnya lalu mencium pipi Aarav singkat. Aarav tersenyum senang lalu mulai membuat sausnya.
"Oh...Ternyata begitu," gumam Ara sambil melihat Aarav yang dengan telaten membuat saus.
"Dagingnya sudah masak?" tanya Aarav.
"Eh? Belum, ini masih di goreng," jawab Ara sambil membalik dagingnya. Aarav melihat apa yang tengah Ara lakukan, lalu mendekatinya.
"Apinya kebesaran, nanti gosong dagingnya malah belum matang," ucapnya sambil mengecilkan api. Ara ber oh ria, merasa malu karena dia masih saja melupakan hal ini, padahal mamanya sudah sering mengingatkannya. Mungkin, karena dia gugup memasak di bawah pengawasan Aarav yang ahli, Ara merasa terintimidasi.
"Tapi Aarav," Ara merasakan darahnya mendesir panas menuju pipi, sehingga membuatnya tersipu, "Bisa lepaskan tanganmu?" pinta Ara sambil menahan malu, karena Aarav sekarang tengah memeluknya dari belakang dan menyandarkan kepalanya di bahu Ara.
"Tidak mau."
"Hei, bagaimana aku bisa memasak kalau kamu nempel denganku begini? Dagingnya nanti gosong."
"Tinggal di balik, tidak ada hubungannya denganku."
Ara menghembuskan napas pelan, berusaha mengontrol dirinya, lalu membalik dagingnya.
"Rasanya deja vu," Aarav berucap, "Seperti waktu lalu, tamagoyaki dan sup tahu," tambahnya, lalu terkekeh ketika melihat telinga Ara yang memerah.
Aarav mematikan kompor dari posisinya lalu membalik Ara agar menghadapnya, menatap manik hazel Ara.
"Kamu manja begini, pasti ada maunya, kan? Bukannya kamu mau makan? Kalau begini jadi lama makanannya masak," tanya Ara pelan dengan wajah memerah.
"Sekarang aku ingin makan makanan pembuka," ucap Aarav kemudian lanjut mengecup Ara mesra.
Ternyata memasak memerlukan waktu selama itu, ya?
.
.
.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA AND THEM(END)
RomanceRate T+ Bijaklah dalam memilih bacaan Author sudah memperingatkan, dosa tanggung sendiri, ya:) Bagaimana rasanya memiliki seorang pacar, tetapi berasa 5 orang? Baik, ekstrovert, flirty, tsundere, sarkas, dingin tapi care, introvert tapi menghanyutka...