#16. The Sun - Lopburi Sunflower Fields.

3 0 0
                                    

Kamu tak akan dapat menyangka jika, poros musim semi milikmu berada di ladang bunga Lopburi. Pada bulan November ketika para sunflower mengikuti gerakan sang Surya, hatimu berdegup begitu kencang menatap wanita tersenyum cerah diantara bunga matahari.

Kamu memanggilnya Sunny, ia turis asing berkebangsaan Inggris. Siapapun yang melihat akan menyangka Sunny adalah model papan atas ketika melihat postur tubuhnya yang tinggi semampai, belum lagi rambut coklat gelap seleher mengekspos kulit putih bak porselen.

"Sunny, ada kotoran di kakimu?" Terlihat jelas sekali jika ada sesuatu yang menempel di tubuhnya, bahkan debu sekalipun.

Kamu pun berjongkok untuk menyapu serpihan tanah di kaki Sunny, sampai kamu selesai membersihkannya dan mendongak memandang wajah yang tertunduk kearahmu. Di sana Sunny tersenyum lembut, lebih lembut daripada gaun jingga miliknya yang membelai wajahmu sebab angin nakal itu.

"Hei, hari ini kamu selalu terdiam sambil menatapku, Jack," ucap Sunny, langsung membuatmu sedikit terperanjat dari lamunan.

"Bunganya indah." Kamu alihkan semburat merah di wajah ke arah para bunga. Itu hanya alibi mu saja, kamu tidak ingin Sunny melihat wajahmu yang hampir semerah tomat hanya karena tertangkap basah sering menatapnya.

* * *

Sepanjang hari kamu hanya menemani Sunny ke tempat yang ia inginkan, entah ke kuil atau, ke pasar terdekat demi membeli cendramata sebelum ia pulang. Namun, tempat yang sering ia kunjungi adalah ladang bunga matahari.

"Sunny, kenapa kamu senang sekali ke tempat ini? Saya bisa antarkan ke lokasi lain kalau ingin." Kamu baru berani bertanya setelah Sunny berada sana selama dua pekan.

Tak ada jawaban dari bibir mungil Sunny, ia terdiam, matanya sibuk menatap kumpulan bunga matahari yang condong ke depan. Lalu Sunny pun berkata, "Bunganya indah." Sebab pertanyaan bodoh itu, Sunny berpamitan dan, ia minta diantarkan ke penginapan sebelum waktu biasa berehat.

Berbeda denganmu yang berseri-seri, raut wajah Sunny tampak muram dengan senyum dibuat-buat. Ada perasaan tak enak hati sampai batin terus merutuki mulut nistamu.

"Sunny, kalau tadi saya membuatmu sedih. Tolong maafkan saya," ucapmu tulus, bukan kata formalitas yang ditunjukkan sebagai pemandu wisata untuk turis asing. Tapi, kata-kata seorang pria pada wanita yang kamu cintai.

"Kamu tidak salah, Jack. Hanya saja, hari ini cukup untukku berada di sana." Setelah Sunny berucap, ia pun menampakkan senyum cerahnya.

Kamu tahu kalau Sunny berucap demikian hanya untuk mengusir kegundahan hatimu, padahal esok adalah hari terakhirnya berada memandang ladang Lopburi. Lantas, kamu bertolak ke suatu tempat dimana Sunny dapat bahagia memandangi mereka seperti melihat anaknya sendiri.

* * *

Satu tangkai bunga matahari kamu petik hati-hati, dua tangkai bunga selanjutnya kamu ambil tanpa permisi lalu, tangkai selanjutnya kamu tanggalkan dari tanah berharap tidak langsung layu saat bunga-bunga itu naik ke atas mobil pick up. Iya, tepat setelah kamu mengantarkan Sunny ke penginapan, kamu langsung bergegas ke ladang bunga matahari di wilayah Lopburi.

Siapapun yang melihat kamu membawa puluhan buang matahari di atas mobil itu, pasti akan menyangka tidak waras, atau setengah gila. Apalagi kamu mencoba berbicara dengan salah satu bunga seperti orang kasmaran.

"Tetap hidup sampai esok hari ya, demi cinta saya." Begitulah kamu berucap sambil mengelus kelopak bunga.

Sebagian ladang bunga kamu pindahkan ke atas bak mobil, perlahan kamu jalankan mobil sambil menatap ladang Lopburi dari kejauhan. Biasanya Sunny berada di lahan kosong itu sambil terduduk seolah menghindari panas terik matahari, tubuhnya yang mungil tertutupi oleh tingginya tangkai bunga lalu, kamu hanya menatap punggungnya dari kejauhan.

Pertama kali Sunny menginjak kaki di tempat itu, ia berkata, "Aku senang berada di sini, hidupku seperti mengikut arus pergerakan matahari tanpa takut ada awan yang menutupi." Seketika kamu langsung jatuh hati dengannya.

Tetapi, kamu terlalu penakut untuk mengutarakan perasaan sekejap itu terang-terangan dan, di hari terakhir Sunny, kamu mengumpulkan tekad demi keegoisanmu menjabarkan perasaan selama tiga pekan bersama wanita itu.

* * *

Ladang bunga matahari mini yang kamu paksa bawa ke tanah lain sudah menatap fajar, mereka terlihat sedikit lesu dengan daun yang hampir layu. Ini karenamu yang memaksa mereka semua pergi dari rumahnya hanya untuk menemui seorang wanita.

Pukul tujuh pagi, Sunny yang seharusnya menanyakan tentang tempat yang ingin ia singgahi malah tak terdengar kabar-kabarnya. Wanita itu memang tidak akan mengunjungi tempat lain selain Bandara Negeri Gajah Putih, tapi tidak mungkin Sunny pergi tanpa mengucap perpisahan padamu, bukan. Itu agak menyakitkan walau cuma khayalan kosongmu.

"Paman, bunganya punya paman?" Sosok gadis kecil menarik kemejamu. Saat kamu menatap mata anak itu, kamu jatuh ke dalam danau Blue Lake, begitu jernih sampai atensimu beralih ke bibirnya yang tersenyum indah seperti wanita yang kamu cintai.

"Sunny?" Lantas kamu menyebutkan namanya tiba-tiba.

Bersamaan dengan ucapanmu itu, Sunny datang tergesa-gesa, kamu baru pertama ini melihat dirinya yang tampak cemas. Diraihnya gadis kecil di sampingmu dan, mengeledah seluruh anak itu seperti menangkap basah pencuri.

"Merlin, kau tak apa? Kenapa keluar tiba-tiba tanpa bilang-bilang mama?!"

Sebentar, sepertinya kamu lupa membersihkan telinga sebab mendengar kata 'mama' dari mulut Sunny.

"Merlin, baik-baik saja, Mama. Hanya ingin melihat bunga matahari yang dibawa Paman ini." Anak gadis bernama Merlin itu menunjuk ke arah wajahmu. Seketika Sunny pun menatapmu dengan tatapan terkejut melihat kebun kecil bunga matahari di belakangmu.

"Jack, kau yang bawa itu semua?" tanya Sunny, membuat pikiranmu kalut.

"Hah? Iya, tadi si pemilik lahan menyuruh saya membawa sebagai tanaman ini ke tempat yang baru." Alasan bodoh yang kamu buat menimbulkan sedikit suara tawa dari mulut Sunny.

"Aku tahu kamu berbohong, tidak mungkin bunga matahari dipetik seperti itu," ucap Sunny matanya menyelidik setiap tanaman yang ada di atas mobil, "...terlebih dibuat seperti taman kecil, kau pasti ingin memperlihatkan bunga itu untuk, 'kan, Jack?"

Kalimat terakhir Sunny berakhir dengan pertanyaan, lalu kepalamu hanya mengangguk pasrah. Tak sengaja tatapanmu beradu dengan anak kecil manis di sana. Merlin tidak lagi menarik kemejamu, ia sudah berada digendong Sunny. Ingin sekali kamu bertanya hubungan apa yang mereka jalani, tapi lagi-lagi panggilan Merlin kepada Sunny menyadarkanmu.

"Mama, apa sudah bertemu papa? Kapan kita pulang? Merlin ingin main dengan teman-teman." Ucap gadis, terlihat pula Sunny yang tampak bahagia menciumi pipi Merlin sampai tertawa geli.

Melihat interaksi mereka begitu bahagia menyurutkan niat awalmu sejak pagi buta. Biarpun hati terasa sakit, kamu tersenyum juga, ikut tertawa dan berbincang dengan mereka. Sampai akhirnya pesawat yang membawa Sunny dan Merlin pergi ke Negaranya dan, kamu masih menyimpan perasaan yang tak tersampaikan.

Pada bulan November pula kamu harus mengubur dalam-dalam perasaanmu di ladang bunga matahari, menghapus senyuman secerah mentari walau itu mustahil.

[ANTOLOGI] Rewrite The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang