Those Spring Memories With You (LAST PART)

2 0 0
                                    

Kembali ke masa sekarang di mana Elara tengah berada di The Hall of Mirrors dan menatap ke arah langit yang tengah hujan deras. Pelayannya dengan setia menemani Elara di sampingnya.

"Ibuku mengusirku dari depan kamarnya. Akhirnya aku mendengar suara Ibu setelah setiap hari mengunjunginya, tetapi hal pertama yang aku dengar bukanlah sambutan melainkan 'pergi dari depan pintu kamarku'. Setelah kupikir-pikir..."

Elara menggantung kalimatnya dan kembali berdiri di atas kedua kakinya. Bibirnya membuat sebuah senyuman, tetapi air matanya tidak pernah berhenti mengalir. "Ini adalah sebuah kemajuan, bukan? Akhirnya Ibu dapat berbicara dan perlahan mengekspresikan dirinya. Artinya aku tidak boleh menyerah sampai di sini saja, bukan?"

Pelayannya hanya terdiam dan memasang raut wajah lega setelah mendengar kalimat Elara yang seakan menyemangati dirinya sendiri. Elara kembali membuka mulutnya. "Aku harus kembali berjuang demi bisa kembali bersama Ibu! Aku tidak boleh mundur sekarang di saat aku sudah dapat mendengar suara yang selama ini aku rindukan."

***

Selama setahun setelah itu, Elara terus mengunjungi kamar Ibunya. Namun tidak pernah lagi ia mendengar suara khas Ibunya dari dalam kamar, membuat Elara kembali terheran mengapa Ibunya sama sekali tidak merespon kedatangannya, bahkan mengusir sekalipun.

Hari ini Elara datang ke depan kamar Ibunya lagi, tetapi kali ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Saat ini Elara datang dengan membawa sebuah makan siang dan manisan bersama pelayannya. Ia tersenyum senang sebelum mengetuk pintu kamar Ibunya.

"Selamat siang, Ibu. Saya membawakan makanan kesukaan Ibu untuk hari ini. Saya memasaknya sendiri dibantu oleh koki kerajaan Versailles. Tenang saja, saya tidak terluka barang sedikitpun saat memasak makanan ini. Saya akan menaruh makanan ini di meja kecil di samping pintu kamar Ibu dan saya akan pergi setelahnya. Saya harap Ibu menyukainya. Selamat ulang tahun, Ibu," ujar Elara kemudian memberikan gestur untuk pelayannya agar menaruh makanan dan manisan di atas meja.

"Tunggu."

Elara terkesiap saat mendengar sebuah suara dari balik pintu kamar. Suara itu adalah suara khas milik Ibunya. "Ibu ingin kau sendiri di depan pintu," ucap Theresa dari dalam kamar.

Elara melihat ke arah pelayannya lalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda untuk ia mematuhi perkataan Theresa. Pelayannya pun melangkah pergi meninggalkan Elara sendirian di depan pintu kamar.

"Saya sudah sendiri, Ibu."

Beberapa saat setelah Elara berbicara, pintu kamar pun terbuka dan memperlihatkan sosok Ibunya yang sudah lama tidak Elara lihat. Namun sosoknya terlihat lebih kurus dan matanya nampak sembab. Elara yang melihat itu tidak tahu ingin memberikan reaksi seperti apa, ia terdiam dengan ekspresi khawatir.

Theresa dengan perlahan melangkah menuju tempat Elara berdiri, tangannya terulur ke arah wajah Elara dan menyentuhnya dengan lembut. "Elara, anakku..."

Theresa terjatuh di atas kedua kakinya tanpa memalingkan pandangannya dari wajah Elara. Sontak Elara sedikit membungkuk untuk menahan Ibunya agar tidak terlalu lama di posisi seperti itu. "Ibu, bangkitlah. Saya tidak ingin Ibu terlihat seperti ini di depan saya..." ujar Elara sembari memegang kedua pundak Theresa. Namun secara tiba-tiba Theresa memeluk tubuh anaknya sehingga mereka sama-sama terduduk di atas lantai.

"Maafkan Ibu telah membiarkanmu merasakan sengsara selama Ibu tidak ada. Maafkan Ibu telah membuatmu kesepian selama beberapa tahun ini. Maafkan Ibu telah mengucapkan hal yang jahat saat kau kemari. Lexa, anakku... Maafkan Ibu atas semua kesalahan yang telah Ibu lakukan selama ini kepadamu. Ibu selama setahun ini menghindarimu karena Ibu terlalu takut kamu tidak dapat memaafkan Ibu."

[ANTOLOGI] Rewrite The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang