7. Tak Adil

2.7K 318 4
                                    

Di bawah pohon di depan halaman akademi setelah ia membeku Auzora yang lapar langsung memakan makanannya sendirian. Ia hanya boleh makan satu hari sekali dan jatahnya langsung diberikan oleh prajurit yang berjaga di depan akademinya. Hanya siang, ia hanya bisa makan di siang hari.

Auzora dengan lahap memakan ikan bakar dan nasi dengan sumpit. Kakinya masih terikat tali, pergerakannya juga masih terbatas, hanya bisa paling jauh berjalan ke halaman saja.

Berbeda dengan Auzora justru tiga murid lainnya makan di satu meja yang sama, di layani dengan layak oleh pelayan kerajaan. Para pelayan datang membawa satu persatu makanan ke atas meja.

Ada daging, sup, nasi, telur, sayur, empat sehat lima sempurna.

"Selamat makan!" seru ketiganya senang.

Denjin langsung mengambil nasinya ke mangkuk lalu memecahkan telur ayam kampung dalam nasi dan mengaduk-aduknya dengan sumpit. Denjin tak memakan daging jatahnya, dia hanya makan telur dan nasi, diam-diam Denjin menaruh lauk jatahnya di atas tisu.

Begitu pula dengan Dawn yang hanya memakan sayur dan lauknya saja sedangkan nasinya ia sisakan untuk seseorang.

Esien yang melihat itu mengerutkan keningnya heran. Ia merasa ada yang aneh dengan mereka berdua.

"Kenapa kalian menyisakannya? Nanti lapar," tanya Esien.

"Aku bisa makan lagi ketika makan malam nanti tapi tidak dengan Auzora, kita aku menyisakan ini untuknya nanti," jawab Dawn baik. Ah, Dawn seperti malaikat memuakkan di mata Esien.

"Apa untungnya memberi makan anak itu? Cih merepotkan, membuatku tak nafsu saja," balas Esien. Tiba-tiba nafsunya menurun dan ia kenyang tak mau makan lagi, Esien pun bangkit dari duduknya.

"Cih aku tahu mereka pura-pura peduli, bukankah lebih baik seperti aku saja." Esien keluar begitu saja dari ruang makan. Ia pun berjalan ke halaman depan, namun di sana ada Auzora. Esien berhenti melangkahkan kakinya, ia langsung sembunyi di balik pilar memperhatikan Aurora yang sedang sendiri.

Auzora masih makan dengan satu tangannya, Esien menganga saat melihat Aurora tiba-tiba melempar sumpit lalu tersedak tulang ikan, Esien berniat membantunya tapi gengsi, nanti dikira peduli.

"Aku harus apa?" tanya Esien pada dirinya sendiri. Ia mengigit bibirnya bingung.

Esien ingin melangkah tapi ragu, ia ingin menolong tapi gengsi, takut diterkam Auzora juga, mengingat anak itu berusaha membunuhnya berkali-kali.

"Argh!" Esien menggaruk rambutnya keras lalu berlari ke arah Auzora, ia langsung memegang kepala Auzora dengan tangan kiri dan tangan sebelahnya lagi menggepal-ngepalkan nasi jadi bola kecil.

"Buka mulutnya," titah Esien.

Auzora menggelengkan kepalanya, tidak bisa. "Sa-kit," lirih Auzora.

Esien dengan teganya malah memasukkan paksa nasinya ke mulut Auzora walau Auzora tak mau.

"Hmmnph." Nasi itu sudah ada di mulut dan bisa-bisanya Esien menyuruh telan.

"Telan," ucap Esien dingin.

Auzora menggeleng-geleng.

"Ayo telan!" Ah Esien seperti setan. Auzora pun terpaksa menelannya meski sedikit sakit lalu tak lama kedua matanya berbinar karena tulang ikannya tak menganggu lehernya lagi.

"Sudah tidak sakit lagi?" tanya Esien penasaran.

Auzora menganggukkan kepalanya senang, ia menyentuh lehernya sambil tersenyum lega.

"Makasih E- aaaaaa!" Auzora tak jadi mengucapkan terima kasih.

Mata Auzora melotot menyadari orang yang menolongnya adalah Esien, Auzora langsung berdiri mendorong tubuh Esien dan menendang-nendangnya.

[Bl] Ice Prince ReincarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang