18. Kenyamanan

1.9K 204 6
                                    

Rasanya .... aneh

Sudah hampir tiga hari Esien ada didekatnya dan Auzora tidak bilang-bilang soal Esien pada sang ayah sehingga Esien tak pernah bisa masuk ke istana, walau tidak bisa masuk istana tapi Esien selalu menunggunya diluar, sebelah sayap lebarnya terus setiap memayungi Auzora setiap Auzora keluar.

Sayap kuat yang terlihat keras itu benar-benar tidak bisa ditembus cahaya matahari. Auzora ingin menyentuhnya tapi elemen mereka berdua tidak cocok satu sama lain, apalagi posisinya Esien sudah menjadi iblis.

Auzora lalu sekarang berjalan-jalan di lapangan memainkan boneka salju diluar, setidaknya kehadiran Esien berguna juga untuknya, saat asik membuat boneka salju Auzora melihat bayangan tubuh Esien di salju tersebut, kedua tanduk Esien terlihat cukup panjang di sana.

Mereka tidak banyak bicara. Seperti ada tembok besar yang membatasi mereka berdua.

Namun Esien merasa mereka berdua terlalu kaku dan berusaha menghancurkan pembatas tembok hati yang begitu kokoh, ia pun mulai berbicara duluan.

"Auzora," ucap Esien.

"Hmm? Di kehidupanku yang sekarang namaku adalah Ozora," jawab Auzora tengah sibuk membuat boneka salju.

Esien tidak terbiasa dengan nama baru Auzora, ia pun jadi memanggil sosok itu dengan sebutan, 'Zora'

"Zora, aku tahu ini sudah bertahun-tahun tapi ada rahasia yang aku ingin bicarakan padamu." Esien ingin mengungkapkan sesuatu.

"Soal apa?" tanya Auzora penasaran.

"Pelaku yang hampir membunuh Raja es pertama, puluhan tahun lalu adalah Dawn, dia ... mengunakan klon-mu untuk—" ucapan Esien terpotong karena Auzora tiba-tiba menangis.

Ia jadi ingat kejadian itu, waktu itu kakinya patah bahkan ia harus mengesot sendirian meski Esien berusaha membantunya mengunakan jubah transparan waktu itu, tetap saja itu adalah kenangan menyakitkan.

Auzora menangis tak ingin mengingat kejadian itu. Esien berusaha menghiburnya, ia ingin sekali memeluk si rubah putih itu tapi sayang semuanya begitu menyiksa, ia tidak bisa memeluk Auzora, ia takut tubuh Auzora terbakar lagi.

'ugh ini sangat menyiksa, aku bahkan tak bisa memelukmu sama sekali.' batin Esien sedih.

"Hei, jangan menangis." Esien bingung caranya membuat Auzora berhenti mengeluarkan air matanya, ia pun melepas bajunya yang menutup kepala Auzora dengan baju tersebut, Esien lalu terbang entah ke mana tapi yang pasti saat Esien kembali pria itu membawa ikan yang masih hidup lalu meletakkannya di depan Auzora.

"Huwe, apa maksudmu kau memberiku ikan!" tangisan Auzora malah semakin kencang.

Esien terbang lagi dan membawa seekor angsa, ia meletakannya ke depan Auzora demi menghibur si rubah itu tapi sayangnya tiba-tiba angsa itu mematuk kaki Auzora, Auzora semakin menangis kencang. "Esien huwaaa!!"

Esien semakin bingung, ia tidak terbiasa menghibur seseorang. Esien lalu kembali terbang dengan dada telanjang ia membawa sesuatu yang ia temukan. Ia memberikan semuanya pada Auzora meski itu sama sekali tak bisa menghiburnya.

Mantan Pangeran api itu pun menyerah, ia kembali pada Auzora sambil membawa daun teratai. Kemudian menempelkan daun teratai itu di pipi Auzora.

Tanpa aba-aba tiba-tiba Esien mengecup pipi Auzora yang dilapisi daun teratai itu, Auzora pun berhenti menangis ia malah terdiam sambil menyentuh pipinya.

"Nah sudah tenang kan?" tanya Esien tanpa rasa bersalah.

Wajah Auzora awalnya memerah terkejut tapi lama-kelamaan wajah merahnya tidak biasa dan alisnya menekuk kebawah, Esien segera mundur astaga Auzora sepertinya akan marah besar padanya.

"Sialan apa yang kau lakukan, Esien kemari kau! Esien!" teriak Auzora kesal. Esien langsung lari sambil tertawa meledek Auzora.

"Hahahah." Esien membiarkan Auzora terus mengejarnya, mereka memutari pohon, Esien lalu bersembunyi di sana, namun Auzora langsung menarik tangannya, Auzora tak menyadari sesuatu sesuatu sedangkan Esien melotot menyadarinya ia langsung melepaskan tangan Auzora dari tangannya.

"Akh!" Auzora terpental bersama Esien, sampai baju yang menutup kepala Auzora juga ikut terhempas. Tubuh Auzora langsung mengeluarkan pelindung. Pelindung itu seakan memberi sinyal pada seseorang dan saat itu juga sang ayah dari Auzora muncul memanah sayap Esien meski tak bisa menembus sayapnya saking kerasnya sayap Naga yang Esien punya.

"Esien!" Auzora berlari ke arah Esien ingin menolongnya, namun tubuhnya langsung ditahan sang ayah, ayahnya langsung memeluk Auzora membawa anak itu kedelapannya dan berpikir kalau Auzora ketakutan dengan iblis itu.

"Iblis? Bagaimana bisa iblis ada di sini?!" Raja nampaknya marah melihat kehadiran Esien. Esien lalu mengepakkan sayapnya dan terbang ke atas, ia lalu berdiam diatas Raja bayangan' sayap Esien segera melindungi Auzora dari cahaya matahari setelah menyadari Auzora kepalanya sudah tidak dilindungi bajunya lagi.

"Ozora?" Aamon melihat tangan Auzora merah.

"Kau apakan anakku hah?" tanyanya pada Esien. Tentu saja Esien tidak menjawab pertanyaan yang jelas-jelas sang Raja tahu penyebabnya.

Aamon langsung menutup tubuh Auzora dengan mantelnya dan saat itu juga Esien terbang ke arah Auzora dan membisikan sesuatu padanya, "Sssthh jangan beritahu aku akan selalu didekatmu, aku akan menemui lagi, bye bye."

Aamon menarik anak anak panahnya lagi.

"Tidak ayah, jangan serang dia, dia budakku." Auzora menggelengkan kepalanya.

Mendengar itu tentu saja Aamon melotot. "Budak? Uhuk, uhuk, apa kau mengerti arti budak itu apa? Orang seperti itu mana mungkin mau menjadi budakmu kecuali kalau dia menginginkan sesuatu darimu!"

"Mulai besok jangan keluar kamar lagi," titah sang Raja marah.

"A-apa?" Auzora menganga.

"Kau punya pelayan yang setia dari klan air bermainlah dengan jangan dengan iblis itu kalau tidak aku akan memecat Denji sekarang juga," ancam sang ayah.

Auzora hanya diam, kenapa malah jadi rumit seperti ini?

"Pilih salah satu dari mereka, Denji atau iblis tua itu?" tanya Aamon marah.

Auzora menghembuskan napasnya lalu menjawab, "Kalau bisa pilih dua kenapa harus satu?"

"Satu saja Ozora." Aamon mengurut keningnya merasa pusing.

"Biarkan aku berpikir," jawab Auzora meminta waktu.

Dan benar saja Auzora jadi dikurung di kamarnya. Ia dihukum jendela pun bahkan di mantrai agar ia tidak bisa keluar.

"Sudah kubilang jangan beri tahu ayahmu Zora, kau ini." Setelah kondisinya aman Esien tiba-tiba muncul mengetuk-ngetuk kaca, ia memakai jubah transparan.

Dari jendela Auzora hanya bisa memperhatikannya saja karena mereka sama-sama tidak bisa menembusnya.

Esien lalu berbisik, "Aku akan terus setia menjadi budakmu, pilih saja si cucu dari Denjin itu, aku tetap tak akan meninggalkanmu."

"Kenapa kau kemari? Pergi sana aku ingin sendiri," ucap Auzora ketus. Ia merasa terganggu.

Esien menghela napasnya.

"Bajuku ada padamu," ucap Esien.

Auzora tak percaya.

"Apa kau tidak lihat aku telanjang dada seperti ini," ucap Esien sambil menunjukkan tubuh seksinya.

Wajah Auzora langsung memerah melihat Esien telanjang dada. "Aaaa!" teriak Auzora malu.

"Telat!" Esien cemberut, sudah jelas dari tadi bahkan sejak pagi Auzora menikmati penampilan tubuhnya.

"Hihihi." Auzora terkikik melihat Esien cemberut seperti anak-anak.

Melihat senyuman kecil itu Esien merasa jantungnya akan copot. 'dia terhibur?'

'he ... dia tetap menganggapku anak-anak ya?'

Bersambung

[Bl] Ice Prince ReincarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang