6.Tamparan Keras

2K 231 15
                                    

Lagi, Adisya sampai ke kelasnya dengan muka pucat pasi. Sama seperti kemarin oknum bernama Tiger itu memaksanya untuk berangkat bersama. Berboncengan disepeda motor dengan yang dibawa Tiger dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Astaga, Sya. Lo diajak mati lagi tadi?!" Ujar Riri yang baru saja memasuki kelas.

Adisya mengangguk membenarkan lalu kembali membenamkan wajahnya pada tumpukan tangan diatas meja itu. Ia masih berusaha mengontrol detak jantung juga pernapasannya.

"Sya, kalau kata gue si mending tanya sama Revan deh. Lo bilang juga ini bukan cuma karena lo yang ketauan ngobrol sama anak dari sekolah yang jadi musuhnya sekolah sini? Ini udah urusan pribadi anatara Tiger dan Revan!" Ujar Riri pelan sembari mendudukan dirinya dikursi sebelah Adisya.

Sedangkan Adisya hanya bisa menghela nafas lelah lalu merubah posisinya menjadi tegak. Pasalnya Revan tidak kunjung menghubungi atau menemui Adisya setelah pertemuan terakhir mereka sore itu. "Dia gak ada hubungin aku, Ri. Dia hilang gitu aja?!"

Mata Riri membola tak percaya. "Jadi, setelah nyeret lo ke dalam masalah dia pergi gitu aja!?"

Adisya mengangguk ragu. Ia juga tidak tau alasan sebenarnya dibalik hilangnya Revan.

"Sya, besok kan kita ada ekskul dance. Nah mending sepulangnya nanti kita cari si Revan itu. Kebetulan gue tau tempat tongkrongan anak SMA sebelah. Gimana?" Tawar Riri.

Adisya menatap Riri ragu. "Kamu yakin, Ri? Maksudnya apa gak bahaya datang kesana?"

"Astaga, gak ada cara lain Adisya!" Tegas Riri.

"Ri, kamu jadi keseret masalah aku nanti!" Jelas Adisya mencoba membuat Riri mengerti. Ia tidak enak jika harus melibatkan gadis itu lebih jauh.

"Sya, gue udah gagal bantuin lo dengan cara ngomong ke tetangga gue itu. Jadi, ini cara gue bantuin lo!?" Jawab Riri tulus. Ia sudah sangat merasa nyaman berteman dengan gadis itu. Apalagi mengingat kebaikan gadis itu dan ibunya tempo hari benar-benar membekas dihati Riri.

"Lo aja bantuin gue loh, Sya waktu itu. Masa pas lo kayak gini gue diem aja!?" Tambah Riri yang langsung membuat Adisya tersenyum haru.

"Makasih banyak, Riri!" Ujar Adisya tulus. Kini kedua gadis itu saling memberikan pelukan tulus. Lalu keduanya tertawa pelan setelah pelukan itu terlepas.

Kelas yang semulanya sepi itu kini mulai dipenuhi banyak siswa. Tak lama bel tanda masuk berbunyi nyaring. Mengintrupsi semua siswa bahwa pelajaran akan segera dimulai. Pagi itu, Adisya merasa sedikit lebih tenang. Dalam artian ada Riri yang setidaknya tau masalah yang tengah dihadapi Adisya. Juga tawaran bantuan dari temannya itu membuat Adisya berpikir bahwa dia tidak sendiri.

***

Disebuah gudang yang terletak dibelakang sekolah itu. Ada 3 orang pemuda yang tengah mengobrol santai sedari tadi. Jauh sebelum bel istirahat tadi berbunyi. Mereka sudah bolos dari mulai jam pertama pelajaran.

"Lo tau gak? Katanya si Olivia lagi nyariin Adisya?" Tanya pemuda yang baru saja sampai disana.

Jadi, kini total ada 4 pemuda yang tengah berkumpul disana.

"Tau dari mana lo, Dav?" Tanya Tommy yang sedari tadi asik memakan kuaci.

"Tadi pas gue ke toilet, gue denger dari cewek-cewek tukang gosip!" Jawab Dava atas pertanyaan yanh diberikan Tommy tadi. Kini mata Dava mengarah lurus pada Tiger yang sepertinya tidak terganggu sama sekali.

Tiger And His Soul MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang