Bab 13. Ditraktir Editor

15 15 0
                                    


Waktu memasuki sore hari. Dan semua peserta event INHS dan juga karyawan "Pustaka Himalaya" sedang bersiap untuk pulang masing-masing. Untung saja Kana dengan kebanyakan peserta lainnya sudah pulang terlebih dahulu, sehingga Clarine pun sekarang bisa bernafas lega. 

Sudah seharian penuh di hari kedua ini, dirinya mengalami pressure mengenai keberadaan Kana di dekatnya. Jika saja ada keajaiban membawa Kana tidak lagi ikut event ini. Tetapi apa boleh buat, setau Clarine dari perkenalan Kana kemarinnya. Kana menyebutkan jika ini adalah pengalaman pertamanya untuk menerbitkan novelnya. Jadi tidak mungkin Kana bisa dengan mudahnya menawarkan mengundurkan diri dari event yang cukup disegani keduanya ini. Adalah impossible thing, istilahnya.

Sore hari ini Clarine sendirian. Dia tidak bersama dengan Tria yang dia tadi ada urusan lainnya. Tria suka dengan olahraga, jadi dia ada futsal wanita malam-malam. Sedangkan Clarine sekarang memutuskan untuk pulang dengan naik MRT, dia pun sekarang sudah berjalan dari arah perkiran gedung perkantoran publisher ini menuju ke arah luar yaitu ke arah pedestrian Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Keberuntungan dia dapati saat-saat ada klakson mobil mengganggu dia. Berirama di belakangnya, seperti memanggil Clarine. Menoleh sesaat kemudian dia mendapati Mas Bram yang saat itu ada di dalam mobil kijang innova abu-abu metallic keluaran terbaru.

"Clarine? Pulang bareng yuk," ajak Bram.

"Nggak usah Mas Bram. Ngrepotin. Clarine naik MRT aja. Cuman ke daerah Kalibata aja kok." Tolakan dari Clarine tidak membuat Bram akhirnya meneruskan laju mobilnya.

"Ya sudah kalau gitu Mas Bram ajak makan malam diluar ya? Kan tadi kita nggak makan siang, cuman gara-gara bahas naskah kamu." Ajakan Mas Bram kian menggoda Clarine yang akhirnya menoleh karena dia ingin ditraktir makan. Dia ingat malas sekali kalau harus pulang dan malah makan indomie saja. Karena Clarine tidak menjawab dengan lama, Mas Bram pun membuka pintu mobil pengemudi.

"Eh,, nggak usah sampai keluar dari mobil Mas Bram. Oke. Aku ikut," kata Clarine sehingga dia pun berjalan sampai ke kursi penumpang depan. Dan duduk di sana setelah dia membuka pintu yang dibukanya secara perlahan.

"Kok lama banget sih mikirnya? Kan enak aku traktir, Clar," acap Mas Bram yang gemes dengan perlakuan Clarine yang malu-malu dengan atasannya yang beneran terkenal ramah seantero "Pustaka Himalaya".

"Yah,, gimana juga kan sama atasan harus ada etikanya, Mas Bram. Tapii daripada aku jadi budak indomie setiap hari. Sekali-kali ditawarin traktir ya jadi mikir lah," jawab Clarine yang dengan sukses mengundang gelagak tawa dari Bram.

"Oh, iya. Lain kali diluar jam kerja panggil aku Bram aja, Clar. Casual aja nggak apa-apa. Aku kira-kira mau ajak kamu makan di quiznos deket sini. Kamu keberatan nggak?" tanya Bram memberi tau kemana destinasi makan malam keduanya.

"Aku sih ayok-ayok aja Mas. Lagian perutku memang lapar. Mas Bram nggak keberatan kan kalau traktir aku? Nanti aku pulang sendiri aja sih dari quiznos ke Apartmentku. Aku nggak mau ngrepotin berlebihan." Clarine berucap manis ke editor di sampingnya itu.

"Aku sih nggak apa-apa. Lebih baik nanti kamu pulang sama aku aja, Clar. Nggak apa-apa kok." Bram benar gentle dengan Clarine. Dia sedikit menyukai first impressions dari Clarine. Dan Clarine sendiri menilai jika editor seniornya ini menarik.

Bagi Clarine Mas Bram merupakan lelaki tipikalnya. Dia punya wajah Indonesia-asia yang sedikit gahar tapi juga baby face. Matanya berbentuk almond seperti matanya. Garis wajah tegas dan rambut poni ala Korean berwarna hitam. Dia juga modis, karena hari ini memakai blazer warna hitam dengan inner kaos t-shirt berwarna putih dan celana jeans. Tipikal Clarine sih. Belum lagi dia termasuk pria hangat yang bahkan belum terlalu lama saling mengenal satu sama lainnya.

One And Only Where stories live. Discover now