⋆♱✮♱⋆☽☾⋆♱✮♱⋆
"Rose, pelan-pelan! Nanti kau jatuh."
Suara seorang lelaki terdengar begitu dekat di telinganya, tapi ia tidak bisa melihat siapa yang berbicara. Suara yang sama seperti suara yang diingatnya dan pernah ia dengar di dalam mimpi. Yang terlihat hanyalah rerumputan hijau dan pohon beech seperti yang dimiliki Hogwarts di dekat danau. Ia berlari terus ke arah pohon itu. Namun kakinya tersandung sesuatu dan wajahnya dengan cepat menghadap ke tanah.
Rosette merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya, memutarnya untuk menghadap ke atas lagi, dan akhirnya ia menemukan seorang lelaki berambut hitam dengan jubah Slytherin menatap dalam kekhawatiran. "Kau tidak apa? Aku sudah katakan untuk pelan-pelan, tapi kau tidak pernah mendengarkanku."
Lalu ia mendengar suaranya sendiri berbicara. "Tapi, Tom, tupainya kabur. Kita harus mengejarnya."
Lelaki itu mengangkat Rosette untuk kembali berdiri dengan benar dan ia akhirnya merasakan kakinya menyentuh tanah lagi. "Tidak dengan melukai dirimu, Rose." Lelaki itu memandangnya dengan kekhawatiran, tapi senyumnya tidak meluntur sedikit pun, apalagi ketika tangan Rosette bergerak untuk menyentuh wajahnya.
Lalu bayangan putih datang menutupi pandangan gadis itu dan semuanya menghilang.
Saat Rosette membuka mata perlahan, yang ia lihat hanyalah atap bangsal rumah sakit yang tinggi yang diterangi lentera keemasan. Kepalanya kembali berdenyut pelan. Ia menoleh ke samping, mendapati Justin sedang terlelap di kursi dengan kepala bersandar ke arah nakas di sebelahnya. Rambut cokelatnya mengkilap keemasan di bawah lentera.
Gadis itu menghembuskan napas kasar. Mimpinya kembali lagi, terus diulang-ulang dengan mimpi lain yang masih bersangkutan dan ia masih tidak tahu siapa lelaki yang dipanggil Tom itu sebenarnya. Dari pakaiannya, dia terlihat seperti murid Slytherin, tapi Rosette tidak pernah melihat yang seperti dia selama empat tahun lebih bersekolah di Hogwarts, dan ia juga tidak pernah mengalami kejadian seperti itu. Terlalu romantis untuk seorang Rosette Northwood yang sering dengan sengaja bersikap cuek pada laki-laki.
"Rosette, kau sudah bangun?" Rosette kembali menoleh ke samping lagi ketika mendengar suara Justin. Lelaki itu mengucek matanya sebelum mendekat ke tempat tidur dan membantu Rosette yang hendak duduk. "Apa kepalamu masih sakit?"
"Jauh lebih baik dari tadi siang," katanya, menyentuh pelipisnya sendiri dan memijatnya pelan. "Tapi masih agak berdenyut."
"Tadi siang?" ulang Justin bingung. "Kau tidur selama dua hari, Rosette."
"Apa?"
Ruang rekreasi Slytherin begitu sepi, tetapi api hijau di bawah cerobong asap tidak pernah padam. Rosette mendudukan dirinya di sofa setelah kembali dari bangsal rumah sakit, masih merenungkan bagaimana bisa ia tertidur selama dua hari. Baju seragamnya telah diganti menjadi piyama, dan kedua kucingnya yang berwarna kontras—hitam dan putih, langsung naik ke pangkuannya begitu ia duduk.
Rosette menghembuskan napas kasar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali sakit kepalanya bisa menyebabkan tidur panjang. Yang pertama saat kelas dua, ketika Mr Filch menemukan Mrs Norris tergantung membatu. Saat itu paling parah, ia sampai merasa sesak napas dan akhirnya pingsan sebelum dibawa prefek Slytherin ke rumah sakit, tetapi ia tidak bermimpi apapun. Ia terus mengalami demam tinggi dan dirawat di rumah sakit bahkan sampai tahun ajaran baru berakhir bersama anak-anak Muggleborn lainnya. Ketika hari dimana akhirnya ia bangun dengan perasaan benar-benar sehat, cerita tentang Basilisk yang dibunuh Harry Potter telah menyebar ke seluruh penjuru sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐒𝐨𝐮𝐥𝐦𝐚𝐭𝐞 𝐖𝐡𝐨 𝐖𝐚𝐬𝐧'𝐭 𝐌𝐞𝐚𝐧𝐭 𝐭𝐨 𝐁𝐞 | 𝐕𝐨𝐥 𝐈
Fanfiction𝓨𝓸𝓾'𝓻𝓮 𝓳𝓾𝓼𝓽 𝓪 𝓼𝓽𝓻𝓪𝓷𝓰𝓮𝓻 𝔀𝓱𝓸 𝓾𝓷𝓭𝓮𝓻𝓼𝓽𝓪𝓷𝓭 𝓶𝓮 𝓶𝓸𝓻𝓮 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓲 𝓾𝓷𝓭𝓮𝓻𝓼𝓽𝓪𝓷𝓭 𝓶𝔂𝓼𝓮𝓵𝓯, 𝓪𝓷𝓭 𝓮𝓿𝓮𝓷𝓽𝓸𝓾𝓰𝓱 𝔀𝓮'𝓻𝓮 𝓶𝓪𝓭𝓵𝔂 𝓲𝓷 𝓵𝓸𝓿𝓮, 𝔀𝓮 𝓷𝓮𝓿𝓮𝓻 𝓶𝓮𝓪𝓷𝓽 𝓽𝓸 𝓫𝓮 𝓽𝓸𝓰𝓮𝓽𝓱𝓮𝓻. Ro...