⋆♱✮♱⋆☽☾⋆♱✮♱⋆
PERBANDINGAN terakhir musim Quidditch kali ini, Gryffindor melawan Ravenclaw, akan berlangsung akhir pekan terakhir bulan Mei. Walaupun Slytherin dikalahkan tipis oleh Hufflepuff dalam pertandingan terakhir mereka, Gryffindor tampaknya tidak berani mengharapkan kemenangan, terutama karena (walaupun tak ada yang bilang kepada Rosette) prestasi penjagaan gawang Ron yang bukan kepalang parahnya.
"Ku harap Ron akan bermain sedikit lebih baik hari ini," gumam Rosette pada pagi hari pertandingan.
"Yah, dia agak memalukan kemarin. Padahal aku jelas mendukung Hufflepuff, tapi kecerobohan Gryffindor membuatku ngeri." Justin menyetujui.
Mereka berlima berjalan ke lapangan Quidditch tak lama kemudian, di tengah kerumunan yang sangat bergairah. Luna Lovegood mendahului mereka dengan sesuatu yang tampak seperti burung elang bertengger di atas kepalanya. Mereka mengawasi elang itu mengepakkan sayapnya sementara Luna berjalan tenang melewati serombongan anak-anak Slytherin yang berceloteh dan menunjuk-nunjuk.
Hari itu cerah dan terang, dan mereka mendapatkan tempat duduk di deretan kedua dari atas. Namun Lee Jordan, yang telah menjadi sangat lesu sejak Fred dan George pergi, menjadi komentator seperti biasanya. Ketika kedua tim memasuki lapangan, dia menyebut nama para pemain dengan kurang bersemangat dibanding biasanya.
"...Bradley... Davies... Chang," katanya. "Dan mereka mulai! Dan Davies langsung mengambil Quaffle, Kapten Ravenclaw Davies dengan Quaffle, dia berkelit dari Johnson, berkelit dari Bell, berkelit dari Spinnet juga... dia langsung menuju gol! Dia akan menembak—dan—dan..." Lee mengumpat sangat keras. "Dan masuk."
Seperti sudah diduga, anak-anak Slytherin di sisi lain stadion mulai bernyanyi menyebalkan:
Weasley tak bisa berkutik lagi
Tak bisa menyelamatkan gawang sendiri...Pertandingan itu berlangsung cukup sengit, dan Ron, sekali lagi, berkali-kali meloloskan quaffle ke gawangnya sendiri hingga anak-anak Slytherin bernyanyi semakin keras dan bersemangat.
Pada menit berikutnya, ketika Rosette tahu dirinya tak akan lagi tahan untuk menonton, dia memutuskan bahwa sepertinya pergi menemui Thestral lebih berguna. Saat ia keluar dari kerumunan anak Hufflepuff, teman-temannya memasang tampang bingung, tapi Rosette tidak mengurungkan niatnya untuk cepat-cepat pergi dari situ...diam-diam berharap kalau Ron akan menang kalaupun dia harus berguling di sapunya.
Dia turun dari tribun menuju ke halaman cerah berangin dan cukup terkejut ketika melihat Draco Malfoy juga baru turun dari sisi tangga lain di sana. Lelaki itu langsung menghampirinya dengan senyum dan jubah Slytherin yang melambai di belakangnya.
"Kenapa kau turun?" tanya Rosette.
"Aku memperhatikanmu dari kursi Slytherin," katanya senang. Senyumnya lebar sekali. "Karena aku bosan, aku mengikutimu."
Rosette mengangkat alisnya, mengeluarkan seringaian kecil. "Ikut aku kalau begitu." Ia menarik lengan Malfoy menyeberangi halaman berumput dan masuk ke dalam kastil. "Ada hal yang lebih asik yang bisa kita kerjakan."
Mereka mengendap-ngendap menuju dapur, mengantisipasi kalau-kalau Umbridge atau Filch sedang berpatroli, tapi kemudian Rosette agak menyesal, meringankan langkahnya saat menyadari kalau orang yang sedang digandengnya adalah anggota regu inquisitorial kebanggaan Umbridge. Mereka meminta sekarung apel, dan membawanya ke arah hutan terlarang.
"Ngapain kita kesini?" tanya Draco. Ada kepanikan dalam nada suaranya ketika mereka mulai masuk ke dalam bagian hutan yang agak gelap. Sinar matahari kini hanya bisa dilihat melalui celah-celah dedaunan. "Apa sih yang mau kita kerjakan?" Namun dia tetap mengikuti gadis itu dengan karung di pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐒𝐨𝐮𝐥𝐦𝐚𝐭𝐞 𝐖𝐡𝐨 𝐖𝐚𝐬𝐧'𝐭 𝐌𝐞𝐚𝐧𝐭 𝐭𝐨 𝐁𝐞 | 𝐕𝐨𝐥 𝐈
Fanfiction𝓨𝓸𝓾'𝓻𝓮 𝓳𝓾𝓼𝓽 𝓪 𝓼𝓽𝓻𝓪𝓷𝓰𝓮𝓻 𝔀𝓱𝓸 𝓾𝓷𝓭𝓮𝓻𝓼𝓽𝓪𝓷𝓭 𝓶𝓮 𝓶𝓸𝓻𝓮 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓲 𝓾𝓷𝓭𝓮𝓻𝓼𝓽𝓪𝓷𝓭 𝓶𝔂𝓼𝓮𝓵𝓯, 𝓪𝓷𝓭 𝓮𝓿𝓮𝓷𝓽𝓸𝓾𝓰𝓱 𝔀𝓮'𝓻𝓮 𝓶𝓪𝓭𝓵𝔂 𝓲𝓷 𝓵𝓸𝓿𝓮, 𝔀𝓮 𝓷𝓮𝓿𝓮𝓻 𝓶𝓮𝓪𝓷𝓽 𝓽𝓸 𝓫𝓮 𝓽𝓸𝓰𝓮𝓽𝓱𝓮𝓻. Ro...