14.

285 52 1
                                    

⋆♱✮♱⋆☽☾⋆♱✮♱⋆


          SUDAH dua jam Rosette berada di kamarnya, duduk sisi jendela sedingin es dan tidak bisa tidur. Dia gelisah pada satu dan lain hal yang tidak bisa dijelaskan. Mungkin karena dia baru saja cemburu berat melihat Harry dan Cho atau karena insomnia-nya yang biasa hingga membuat pangkal hidungnya sakit. Namun sebuah sapu tangan putih gading yang digenggamnya bisa menjadi kemungkinan besar lain.

Rosette merasa tidak bisa memberikan benda itu pada Harry, baik tadi maupun seterusnya, karena lelaki itu pasti akan mengajak Cho berkencan, dan Rosette tidak mau merasakan hatinya lebih buruk dari malam itu besok, lusa, atau kapanpun saat melihat mereka menjadi sepasang. Dia juga tidak bisa memakainya untuk diri sendiri karena dia punya satu lagi—merasa begitu tolol ketika mengingat jika ia berhasil memberikannya pada Harry, mereka jadi akan punya barang yang sama.

Gadis itu menghembuskan napas kasar di saat tiba-tiba lampu menyala dengan terang benderang di kepalanya. Rosette menggerakkan tongkatnya, menyihir jarum, benang, dan sapu tangan itu ke udara, menyulam sendiri. Setelah sepuluh menit, sapu tangan yang tadi kosong itu akhirnya dihiasi huruf-huruf kecil di ujungnya, D.M.

"Aku pasti sudah gila," gumam Rosette pada dirinya sendiri setelah jarum dan benang melayang lagi ke dalam lacinya, dan sapu tangan itu mendarat di tangannya. Dia tidak tahu apa yang dipikirkannya sampai bisa menyulam inisial nama seseorang yang akhir-akhir ini berkelana di dalam pikirannya. Hanya saja...warnanya mengingatkannya pada rambut lelaki itu.

Rosette mengambil jubah untuk melapisi piamanya, berjalan keluar kamar tepat saat jam tengah malam berdenting keras dan berhasil membuat beberapa peri rumah yang sedang membersihkan seluruh sampah di ruang rekreasi terlonjak.

"Maaf," kata Rosette pelan. "Silakan lanjutkan pekerjaan kalian."

Ia melangkah lagi dengan berani. Bahkan menurutnya terlalu berani hingga membuatnya takut sendiri, dan akhirnya berhenti tepat di depan kamar privat prefek Draco Malfoy yang lampunya terlihat masih menyala terang benderang dari ventilasi. Gadis itu memejam erat, mengigit bibirnya sendiri dengan gugup—mungkin lebih merutuki dirinya sendiri yang terlalu bodoh untuk kesekian kalinya. Dia benar-benar bergerak tanpa berpikir lagi saat mengetuk pintu di depannya, dan jantungnya semakin berdetak tak karuan.

Rosette menyengir canggung ketika beberapa detik kemudian pintu terbuka dan menampilkan Draco Malfoy yang hampir terjengkang ke belakang saking terkejutnya. "Rosette?" Dia memakai piyama satin hijau zambrudnya yang biasa, terlihat sangat mahal bahkan dengan bordiran perak di sisi kantungnya. Apa keluarga Malfoy memang secinta itu pada Slytherin?

"Hai," kata Rosette masih menyengir. Panas di wajahnya sudah tak terkontrol, tapi bisa-bisanya dia masih tidak berpikir ketika menyodorkan sapu tangan yang digenggamnya. "Ini untukmu."

Draco Malfoy mengangkat alisnya tinggi-tinggi—bingung, kaget, dan cemas. Cemas karena Rosette jarang sekali bersikap manis. Lelaki itu mengambilnya sebelum tangan Rosette bergetar semakin parah. "Apa ini?" Dia melebarkan sapu tangan itu dan menganga ketika mendapati inisial namanya di sana.

"Aku menyulamnya barusan," kata Rosette. Jantungnya berdetak keras sekali, dan dia yakin Draco Malfoy pasti mendengarnya. "Kupikir itu cocok untukmu. Anggap saja sebagai hadiah Natal."

Malfoy tersenyum lebar sekali, yang paling lebar yang pernah Rosette lihat seumur hidupnya. Wajahnya merah padam dan matanya berbinar terkena cahaya lentera. "Terimakasih," katanya kesenangan. "Kau memikirkanku ternyata. Aku juga tidak bisa tidur, memikirkanmu."

Rosette mendengus geli dan menggeleng setelahnya. "Aku tidak mau dengar kalimat aneh seperti itu." Malfoy terkekeh, mengacak rambut gadis itu. "Oke, selamat tidur. Aku akan kembali."

𝐀 𝐒𝐨𝐮𝐥𝐦𝐚𝐭𝐞 𝐖𝐡𝐨 𝐖𝐚𝐬𝐧'𝐭 𝐌𝐞𝐚𝐧𝐭 𝐭𝐨 𝐁𝐞 | 𝐕𝐨𝐥 𝐈 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang