Bismillahirrahmaanirrahiim,,,
***
"Nabi Muhammad Saw. Bersabda: Apabila seorang laki-laki menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam menyempurnakan setengah yang lain."
Aku menunduk rapat mendengarkan nasehat yang diberikan Abah, begitu juga dengan Ning Rum. Setelah beberapa saat yang lalu kami sempat berbincang serius, tiba-tiba Ummah dan Ning Alya datang menghampiri, meminta kami menemui keluarga besarku yang memang sengaja bertamu dari Kediri.
"Dan telah berkata Nabi Muhammad Saw.: Tak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang mukmin setelah ia bertaqwa kepada Allah Swt yang lebih baik baginya, dari pada memiliki istri yang sholihah, yang jika suami memandangnya, dia menyenangkan, jika suami menyumpahinya, dia selalu memperbaiki dirinya, dan apabila suaminya meninggalkannya (bepergian), dia pun bisa menjaga dirinya dan harta suaminya. Selain itu, disebutkan juga dalam hadist lain bahwa, dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah, hadist lain juga menyebutkan bahwa, dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita yang dapat membantu suaminya di dalam urusan akhirat." (Sumber: Kitab Qurratul 'Uyun)
"Jadi yang termasuk hak-hak seorang istri diantaranya adalah menggaulinya dengan baik, menafkahinya, menyerahkan maharnya, mengajari ilmu agama yang berkaitan dengan kewajiban beribadah dan sunah-sunahnya, ilmu yang berkaitan dengan haidh, serta pembagian yang adil baik lahir maupun bathin bagi suami yang beristri lebih dari satu."
"Diantara hak-hak yang harus diperoleh suami atau kewajiban yang harus dilakukan istri untuk suaminya seperti Seorang istri wajib mentaati suaminya selain perkara-perkara maksiat, istri wajib menggauli dan melayani suaminya dengan baik, penuh adab, dan beretika, menyerahkan diri dengan sepenuh jiwa dan raga, Tidak meninggalkan rumah atau bepergian tanpa mendapat izin suami, menjaga dan memelihara kehormatan suami atas dirinya dan rumah tangganya. Dan yang penting lagi adalah senantiasa menutupi auratnya dari pandangan laki-laki lain yang bukan mahromnya."
Aku menunduk, Ning Rum juga. Namun, sesekali terdengar suara isakan tangisnya. Apakah Ning Rum merasa berat? Ataukah belum siap? Ya Allah, sungguh, aku siap menerima dan menemani setiap proses pendewasaan yang akan Ning Rum lalui.
"Hunna Libaasul lakum wa antum libaasul lahunn, mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian baginya. Makskudnya, istri adalah pakaian bagi suami dan suami adalah pakaian bagi istri. Keduanya harus saling menjaga dan mengasihi satu sama lain. Tidak ada bentuk pertemanan yang lebih setia dan selalu ada kecuali pasangan hidup kamu sendiri." Buya menambahi. Aku mengangguk pelan. Memang benar adalah. Pertemanan bisa berpisah, mereka akan hidup di dunia dan jalannya masing-masing. Namun pasangan hidup? Ia akan selalu ada disampingmu. Ya Allah, semoga Ning Rum memang benar-benar jodoh terbaik yang Engkau tetapkan.
"Rum kami masih banyak kekurangannya, Kiai. Dia masih dalam masa pertumbuhan dan pendewasaan diri. Jadi, kami sangat berharap Kiai Ghani beserta Bunyai Lutifah memaklumi dan membimbing Rum untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi." Ummah berkata sembari mengelus pundak Ning Rum yang tampak sedikit bergetar.
"Loh loh, semua manusia pasti melalui masa berproses dahulu sebelum menjadi baik, tidak ada yang instan. Sena kami juga masih banyak kekurangan. Tapi, jika kita semua bekerjasama dan saling mendukung, InsyaAllah semuanya akan mudah." Ibu turut menimpali.
"Nduk Rum mengerti tidak, ibadah apa yang paling dibenci setan?" Abah bertanya kepada Ning Rum yang tengah menunduk rapat. Ning Rum mengangkat kepalanya pelan, kemudian menunduk lagi.
"Rum kurang tau Kiai," Abah tertawa tipis mendengar jawaban Ning Rum dengan suara terbata.
"Loalah Nduk, jika istri saya kau panggil Ibu, maka saya juga harus kau panggil Abah, Rum!"
"Hehe, nggeh Abah, Rum kurang mengerti." jawabnya lagi, kali ini suara Ning Rum tampak lebih santai.
"Baiklah, jadi, ibadah yang paling dibenci setan adalah pernikahan. Kenapa begitu Sen?" Giliran abah yang bertanya kepadaku.
Aku menghembuskan napas pelan, "Karena pernikahan adalah ibadah yang dilakukan seumur hidup, Abah."
"Benar sekali. Setan sangat suka sekali menggoda pasangan suami istri, ketika mereka bertengkar apalagi sampai bercerai, maka setan mengalami kemenangan yang hebat, naudzubillah. Semoga kita semua terlindung dari hal demikian."
Aku mengamini dalam hati.
"Nduk Rum semester berapa sekarang?" Ibu yang bertanya, Ning Rum yang sedari tadi melamun langsung tersentak seketika.
"Ehm, Rum sekarang baru menginjak semester lima, Bu,"
"Jurusan nopo to, Nduk?" tanya Ibu lagi.
"Hubungan Internasional, Bu."
"Oalah, berarti kamu pintar menjalin hubungan baik dengan siapa saja ya Rum, yang skala Internasioanal saja kamu paham, apalagi hubungan nasioanal dan domestik." timpal abah. Ning Rum hanya tertawa tipis sebagai tanggapannya.
"Guyonanmu receh loh Bah,"
"Gapopo ta Bu, bener kan Rum?"
"Hehe nggeh Bah,"
"Berarti kurang lebih 2 tahun lagi Rum lulusnya nggeh?"
"Nggeh Bu,"
"Oh ya 2 tahun lumayan tidak terlalu lama, nanti setelah Rum lulus, biar langsung diboyong ke Kediri. Membantu Ibu dan Abah serta Sena menyiarkan agama dan mengembangkan yayasan disana." Ning Rum tampak sangat tersentak mendengar penjelasan Ibu. Wajahnya langsung menoleh kearah Ummah, meeminta penjelasan.
"Jadi, kelak Rum akan tinggal di Kediri?"
"Loh ya jelas to Rum, Kiai Ghani dan Bunyai Hafsah hanya memiliki putra Avicenna saja. Kalau kalian pulang ke Malang, kasihan mereka tidak ada yang menemani." Buya berkata sembari tertawa pelan.
"Betul Nduk, kalau Ummah dan Buyamu masih memiliki Salman, Adam, dan Fais di sisi mereka. Kalau Ibu dan Abah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Sena dan kamu to Nduk."
Aku hanya diam, mendengar obrolan dan wejangan yang disampaikan para orangtua.
"Makanya toh, kelak kalian harus memiliki keturuunan yang banyak, jangan sedikit seperti Ibu dan Abah. Minimal ya 5, syukur-syukur bisa 7 ya Alhamdhulillah. Sebab, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa: Nikahlah dengan perempuan yang periang dan banyak memberikan anak. Maka, sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian dihadapan para nabi terdahulu kelak pada hari kiamat." Abah menghembuskan napas pelan, kemudian melanjutkan lagi, "Tapi ya begitu, setiap anak adalah tanggung jawab besar orang tua. Hak-haknya harus dipenuhi secara merata, Banyak sekali kasus keluarga yang memiliki banyak anak namun semuanya terlantar, naudzubiilah."
Kulihat wajah Ibu yang tertunduk lesu. Sebenarnya, putra Ibu dan Abah bukan hanya aku saja. Aku memiliki seorang kakak perempuan namun meninggal dunia tatkala masih berusia 10 tahun, saat itu usiaku masih sekitar 7 tahun. Kemudian, tak lama setelah itu, Ummah mendapat ujian dengan sebuah penyakit yang menyebabkan rahimnya harus diangkat, membuatku tak bisa memiliki saudara biologis lagi.
"Rum, ingin memiliku putra berapa to Nduk?" Ibu yang bertanya, Ning Rum tidak langsung menjawab.
"Rum pasrah saja, Ibu. Sedikasihnya Allah. Mau satu ataupun lima, sama saja. Tapi, untuk saat ini Rum masih belum siap." ujarnya tegas, namun pandangannya kosong menatap tembok. Membuat semua orang terdiam.
Ada isak tangis yang ditahannya.
Bersambung,,
***
Terimakasih kepada kalian yang telah mempir dan meninggalkan bintang.
Semoga selalu bahagiaaaaa, emmuachhhhhh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Pesona Ning Rum
SpiritualIni kisah tentang Ning Rum, seorang putri kiai pondok pesantren besar namun berkepribadian milenial dan bersosialisasi bebas. Kuliah di universitas umum swasta, berteman dengan ragam manusia dari berbagai kalangan, sekaligus menjadi salah seorang a...