Bismillahirrahmaanirrahiim,,
Terimakasih sudah menyukai cerita ini hehe.
Btw maaf banget yak, typo beterbangan dimana-mana soalnya!
***
"Gus Sena?" pekikku dalam hati. Mengapa Gus Sena bisa sampai disini?
"Wa'alaikumsalam. Oh ini Mas Avicenna?" tanya Bu Hajah Sulaimah. Kemudian mempersilahkan untuk duduk kepada Gus Sena beserta dua orang yang membersamainya. Aku mengernyitkan kening, merasa tidak asing dengan salah seorang yang memakai kopiah hitam setinggi 10 senti.
"Cak Sinul?" lirihku. Cak Sinul menoleh kearahku, kemudian menyapaku menggunakan isyarat dua tangan yang ditelungkupkan di depan dada.
Aku tersenyum canggung sebagai balasan.
"Rum, Rum! Jangan bilang Mas Avicenna ini adalah Gus Sena suamimu?" bisik Sarah. Aku menganggu pelan.
"Kok bisa disini?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng, isyarat tidak tahu menahu.
"Sarah! Ayo kedalam! Katanya mau sholat?" aku balik berbisik.
"Bentar Rum, bentar! Kita dengerin obrolan mereka bentar."
"Betul Bu, saya Avicenna, teman dari Mas Zainul." Aku melirik Gus Sena yang mengenakan outfit sarung hitam bermerk donggala yang dipadu dengan kemeja abu-abu. Tampak segar dan menawan.
"Rum! Ternyata Gus Sena lebih ganteng di real life loh!" celutuk Sarah penuh ketakjuban. Aku angkat bahu, lalu menarik tangannya. "Menunda sholat tidak baik, Sar. Udah ayo sholat sekarang aja!"
"Rum, Rum, Rum!"
"Nanti aku ceritain sesuatu."
"Oke ddeh oke!" pasrah Sarah membiarkanku terus menarik tangannya.
***
"Menurutmu, Gus Sena lihat aku ga sih? Soalnya raut mukanya tuh datar banget, ga senyum juga ga nyapa. Dia juga menghindari kontak mata denganku loh Sar!" curhatku kepada Sarah seusai sholat, sembari melipat mukenah yang kami bawa.
"Terus, mau kamu bagaimana? Kamu mau Gus Sena say hello sambil teriak 'Wah, ada istriku disini?'"
"Ya ga gitu juga Sarah."
"Menurutku, Gus Sena tuh sedang mencoba menuruti kemauanmu yang tidak mempublikasikan pernikahan kalian di muka umum. Jadi ya wajar saja jika Gus Sena berlagak nggak kenal denganmu, Rum."
Aku terdiam.
"Gitu ya?"
"Ya gitu sih menurutku."
"Tapi kenapa Gus Sena ga cerita kalau dia yang akan bertanggung jawab akan panti asuhan ini? Padahal kemaren-kemaren Gus Sena sempet bilang kalau dia akan membicarakan apapun kepadaku loh!"
"Coba kamu langsung tanya Gus Sena. Pasti langsung dapat jawabannya. Jika kamu tanya aku, jawabannya ya Cuma hasil terkaan saja." Jawab Sarah sembari menembel ulang bedak di wajahnya.
Aku mengangguk pelan, benar juga apa yang dikatakan Sarah.
"Eh, tapi Gus Sena ganteng banget loh Rum. Aku aja sampai hampir terpanah."
"Ah masa? Biasa aja sih menurutku."
"Ganteng banget Rum! Yakali kamu ga nyadar."
"Biasa aja, sama kayak laki-laki lain pada umumnya."
"Beda Rum! Duh, kamu ini kekurangan makan wortel deh!"
Aku memilih diam, gengsi yang mau mengakui jika Gus Sena memang tampan rupawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Pesona Ning Rum
SpiritualitéIni kisah tentang Ning Rum, seorang putri kiai pondok pesantren besar namun berkepribadian milenial dan bersosialisasi bebas. Kuliah di universitas umum swasta, berteman dengan ragam manusia dari berbagai kalangan, sekaligus menjadi salah seorang a...