Cluster 15

2.3K 156 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahim,,


***

Selepas kepulangan keluargaku ke Kediri, tanpa berkata apa-apa lagi Ning Rum langsung beranjak masuk kamar. Pernyataan bahwa kelak ia akan di boyong ke Kediri beserta pertanyaan tentang keturunan cukup membuat mental Ning Rum sedikit breakdown. Dengan wajah masam, ia terdiam seketika.

"Sen, Buya tau kamu cukup mengenal perangai Rum yang sedemikian itu." ujar Buya kepadaku, Ruang tamu yang awalnya ramai, kini hanya berisikan aku, Buya, Ummah, dan beberapa santri ndalem yang tengah membereskan barang-barang prasmanan.

Aku menunduk rapat, "InsyaAllah saya terima segala apapun yang ada pada diri Ning Rum, Buya."

"Rum memang agak keras kepala, namun dia tidak suka kekerasan, Sen." sambung Buya lagi.

"Nggeh Buya, saya paham."

"Buya juga heran, Sen! Nurun dari siapa perangainya itu. Semua tentang Rum, sangat berbeda dengan kami." Pandangan Buya menatap lurus kedepan. Merenungi semua pola tingkah Ning Rum selama ini.

"Loh, kalau keras kepalanya Rum nurun dari Buya to." sahut Ummah seraya menjawil lengan Buya.

"Buya boten keras kepala loh Um!"

"Hmtala, boten ngaku Buya ini. Keras kepalanya Rum itu niru dari Buya, kecerdasannya juga. Hanya kejahilannya saja yang tidak tau meniru dari siapa." Ummah menjelaskan.

Buya hanya gelang-geleng kepala.

"Dan lagi, pergaulan Rum di luar sana sangat bebas Sen, itu yang membuat Buya khawatir. Sebisa mungkin, tolong rubah kebiasaannya itu Sen."

"Ngapunten Buya, menurut saya, untuk merubah total tentu tidak bisa Buya, sebab hal itu sudah melekat dalam diri Ning Rum. Namun, untuk sedikit mengurangi atau sedikit membatasi mungkin kita semua masih mampu."

Buya menghela napas berat. "Waktu Ummah tengah hamil Rum, kita memang sangat mengharapkan bayi perempuan. Saat bayi yang Ummah lahirkan ternyata benar-benar perempuan, kami sangat bahagia Sen. Rum bayi sangat lucu dan menggemaskan. Ia jarang menangis, kecerdasannya tinggi. Pertembuhuannya lebih cepat beberapa bulan dari bayi seusianya."

Ummah beranjak menuju ruang tengah, mengambil sebuah foto album kenangan.

"Coba lihatlah Sen, ini adalah kumpulan foto Rum semasa bayi."

Ummah menyerahkan album bersampul biru muda kepadaku, aku menerimanya perlahan.

Senyumku mengembang tatkala melihat Ning Rum bayi yang tersenyum tanpa dosa. Ternyata, jika dipikir-pikir lagi, Ning Rum cukup fotogenik sejak bayi, semua fotonya tampak sangat menggemaskan. Tak kalah keren sebagaimana bayi-bayi anak selebritas tanah air.

"Tapi siapa sangka, dibalik perkembangan Rum yang cepat dan tawa-tawanya yang menggemaskan, Arumi bayi pernah mengalami masa-masa kritis. Sewaktu usianya baru 4 hari, dia kembali masuk rumah sakit karena mengalami PDA (Patent Ductus Arteriosus: kondisi ketika pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan dan arteri tetap terbuka sehingga menyebabkan darah pada penderita kekurangan oksigen) Sen, yakni masalah pada perkembangan jantung yang menyebabkan cacat jantung. Sebenarnya, kelainan tersebut banyak dialami oleh bayi prematur, tapi tak menutup kemungkinan bahwa bayi normal juga bisa mengalami hal demikian. Rum dirawat di rumah sakit kurang lebih 2 bulan." Aku mengangkat kepala kaget mendengar penjelasan Ummah.

"Rum yang lahir dengan bobot lebih dari 3 kilogram, berubah menjadi kurus kering seperti kekuranagn gizi Sen, setiap hari ia harus berteman dengan alat bantu rumah sakit. Jika bukan karena kuasa Allah, persentase kemungkinan Rum hidup sangat kecil sekali." Aku mendengarkan cerita Buya dan Ummah secara seksama.

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang