Bismillahirrahmanirrahiim,,
***
"Eh, Rum! Sejak kapan kamu pakai cincin?"
Aku menjawil lengan Sarah lumayan keras. Suaranya yang memang mirip speaker masjid mangegetkan hampir semua penghuni kelas.
"Eh, sorry gaes!" Kedua tangan Sarah mengatup di depan dada, isyarat permohonan maaf.
"Cincin apa ini Rum?" suara Sarah melirih, ia menelisik cincin yang kukenakan secara seksama. Aku tak langsung menjawab.
"Waw, ini cincin dengan bahan utama palladium yang berkolaborasi dengan permata berlian hitam. Gila sih! Keren bgt Rum, harganya juga pasti mahal nih? Dapet hadiah dari siapa kamu?"
"Sarah, sebenarnya ada perlu aku ceritain, cuma hari ini kurang tepat waktunya."
"Cerita apa Rum? Cerita aja kali! Biasa aja, astaga!"
"Nggak sekarang deh ceritanya. Nanti aja sepulang kampus gimana? Aku pengen main ke kosanmu Sar!"
"Ya gapapa. Kebetulan banget kemaren udah isi stok cemilan dan mie instan."
"Btw kok nggak kelihatan Rafif sama sekali ya? Kemana dia? Biasanya pagi-pagi udah nongki depan kelas."
"Oh iya Rum, aku lupa, maaf! Rafif pergi ke Kalimantan selama tiga hari dari kemaren sore. Terus dia titip sesuatu ke kamu."
"Ke aku? Apa?"
"Gatau, barangnya ada di kosan aku. Ambil sekalian nanti ya, kalau aku lupa ingetin loh."
Aku mengangguk pelan. Tiba-tiba kepikiran sesuatu. Saat membuka ponselku semalam, diantara notifikasi panggilan, ada 5 pangggilan tak terjawab dari Rafif.
"Kemaren si Rafif nyariin kamu terus Rum, kayak urgent banget gitu, coba kamu kirimi pesan aja deh."
Aku menggeleng. Enggan menghubunginya terlebih dahulu.
Aku telah dekat dengan Rafif semenjak mahasiswa baru. Kepribadiannnya yang humble membuatnya mudah bergaul dengan siapa saja. Tak terkkecuali aku juga.
"Kamu yang namanya Arumi?" Aku yang saat itu sedang memakai sepatu setelah melaksanakan solat Duhur di masjid Kampus mendongakkan kepala.
"Iya, ada apa?"
"Kamu merasa kehilangan buku note ini tidak?" lelaki berparas tampan itu menunjukkan buku kecil seukuran 10 kali 5 sentimeter. Itu adalah buku agenda tempatku mencatat berbagai hal dan kegiatan yang akan kulakukan sebagai pengingat.
"Ya Allah, benar! Aku pemiliknya."Rafif mengangsurkan buku itu kepadaku.
"Tiga hari lalu, aku menemukannya di tangga fakultas. Karena belum kutemukan kamu yang mana orangnya, ya akhirnya buku itu tinggal di aku cukup lama." Rafif menjelaslkan tanpa kuminta.
"Dan lagi, maaf sudah lancang buka beberapa halaman."
"Gapapa santai aja, bukan buku harian juga kok!"
"Iya aku tahu hehe."
"Kamu suka tulisan-tulisan Jalaluddin Rumi ya?" tanyanya lagi. Aku mengangguk.
"Kata-kata mahabbahnya terlalu luar biasa. Sebagai seseorang dengan kemampuan sastra yang ibawah rata-rata, kadang sku kurang begitu paham." ujarnya lagi.
"Tidak perlu menjadi sastrawan hebat untuk bisa memahami setiap tulisan Rumi. Jika hanya dibaca sekali dan sekilas, kadang akupun juga ga mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Pesona Ning Rum
SpiritualIni kisah tentang Ning Rum, seorang putri kiai pondok pesantren besar namun berkepribadian milenial dan bersosialisasi bebas. Kuliah di universitas umum swasta, berteman dengan ragam manusia dari berbagai kalangan, sekaligus menjadi salah seorang a...