Bismillahirrahmaanirrahiim,,
No Cut No Edit gais!
***
"Rum, ditambah lagi to nasinya!"
Ning Rum mengangguk pelan sebagai jawaban dari tawaran yang dilontarkan Ibu. Pagi ini, kami tengah mmenikmati sarapan pertama bersama. Abah, Ibu, aku, dan Ning Rum.
"Hehe, nggeh Bu, perut Rum sudah tidak muat."
"Nopo Rum tidak suka masakan ibu ya? Tidak enak ya?"
Ning Rum tersentak. "Boten Bu, boten, masakan Ibu enak sekali. Apalagi pepes tongkolnya Bu, Rum kasih rate 100000/10." Ning Rum tersenyum.
"Kalau gitu ya kamu nambah lagi to Rum, dadar jagung buatan ibu juga maknyus banget loh,"
"Sebenarnya Rum ingin nambah Bu, namun, jika tidak dikontrol, Rum takut kebaya yang akan Rum pakai besok tidak muat hehe."
" Loalah Rum, makan satu dadar jagung tidak akan langsung menaikkan berat badanmu banyak, mungkin hanya satu ons Rum, pol-polan mungkin satu kilo. Iya kan Ba?" Abah yang sedari tadi terdiam menoleh kearah Ibu.
"Sampun Bu, obrolannya dilanjut nanti saja, kalau makannya sudah selesai. Tidak baik makan sambil berbicara. Betul apa betul Rum."
Ning Rum mengangguk kaku.
"Nggeh Bah nggeh, niki Ibu juga sudah selesai kok." Ibu meminggirkan piringnya. Kemudian meraih buah mangga utuh yang tertata rapi disebuah wadah aluminium.
"Rum suka mangga tidak?" tanya Ibu lagi. Ning Rum mengangguk pelan. Ingin berbicara namun sungkan kepada Abah.
"Sena boten ditanyain to Bu? Sekarang yang diperhatikan menatunya terus." sahutku, Ibu tertawa tipis.
"Loalah, kamu tidak suka mangga Sen, piye to?"
"Hehe Sena hanya mengetes Ibu saja kok, oh iya Bu, persiapannya acara besok sudah matang semua nggeh?"
"InsyaAllah hampir sempurna. Semua sudah berada di tahap pengecekan. Mungkin hanya kurang penataan bunga saja. Oh iya Rum, seandainya gaun dan rias yang ibu pesankan tidak sesuai dengan serlera kamu mohon dimaafkan nggeh?"
Ning Rum meminggirkan piringnya, kemudian meraih tissu untuk mengelap bibir.
"Rum manut ibu saja, semua pilihan Ibu Rum pasti suka."
"Alhamdhulillah kalau begitu Rum, Ibu sudah tidak sabar melihat kamu besok, pasti cantikmu sempurna, sampai membuat para bidadari iri."
Ning Rum tersipu, "Ibu jangan berlebihan, kalau dibandingkan dengan bidadari, Rum pasti kalau jauh Bu,"
"Hmtala, beruntung sekali Ibu mempunyai menantu seperti Rum, Terimakasih sekali kamu telah menerima Sena putra Ibu."
Ditengah-tengah perbincangan, ponsel Ibu yang sedari tadi tergeletak berdering nyaring.
Kening Ibu mengerut ketika melihat nama sang pemanggil.
"Assalamu'alaikum Budhe."
"Nggeh Wa'alaikumsalam Anin, ada apa nduk?"
"Maaf Anin mengganggu waktu budhe, Ani hanya mau bertanya, Mas Sena dimana nggeh budhe? Apa dia sedang keluar? Anin telpon dari tadi tidak diangkat.
"Oalah Sena, tai anaknya lagi sarapan, tapi ini sudah selesai kok? Apakah ada yang perlu dibicarakan?"
Mendengar namaku disebut-sebut, aku mengurungkan diri untuk berdiri dan berlalu.
"Siapa Bu?" tanyaku tatkala Ibu mengangsurkan ponselnya kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Pesona Ning Rum
SpiritualIni kisah tentang Ning Rum, seorang putri kiai pondok pesantren besar namun berkepribadian milenial dan bersosialisasi bebas. Kuliah di universitas umum swasta, berteman dengan ragam manusia dari berbagai kalangan, sekaligus menjadi salah seorang a...