Bismillahirrahmaanirrahiim,,
Disclaimer! Cluster ini Menggandung banyak kupu-kupu!
Ga baper, parah banget si wwkkw
***
"Jadi kita akan menginap disini malam ini?" tanyaku tatkala mobil yang kami kendarai berhenti tepat di sebuah hotel berbintang di pusat kota Surabaya.
"Kenapa Ning? Tidak suka ya? Atau kita pindah tempat penginapan lainnya saja?"
Aku menggeleng,
"Gausah, di sini tidak apa-apa si? Cuma agak mahal loh Gus?"
"Terus kenapa? Ya tinggal dibayar to Ning, tenang, uanganya insyaAllah cukup kok!"
Aku menelisik raut wajah Gus Sena, jujur saja, sejak awal menikah dengannya hingga sekarang, aku belum tau apa pekerjaan tetapnya.
"Ngeliatin saya kenapa sampai begitu to Ning, biasa saja, nanti jatuh cinta."
"Heh, apa sih Gus? Ga lucu."
"Saya memang bukan pelawak Ning, yang lucu itu Bang Parto."
"Gus Sena apa sih? Receh banget tau."
Gus Sena tertawa tipis.
"Btw, Gus Sena kerja apa sih? Rum jadi kepo kan?"
"Astaghfirullah Ning, pekerjaan suami sendiri pun jenengan boten semerap ya?" Gus Sena menggeleng tak heran.
"Lah, emang ga ada yang cerita, bagaimana Rum bisa tau."
"Iya Ning iya, tentang saya memang tidak penting."
Aku buang muka kearah jendela, kemudian menoleh kearah Gus Sena lagi.
"Jadi apa?"
"Apanya Ning?"
"Ya pekerjaan Gus Sena lah."
"Alhamdhulillah, akhirnya Ning Rum ingin tau juga."
"Ya Allah, tinggal jawab lama banget si Gus!"
Gus Sena tertawa lagi.
"Jadi begini Ning, pertama saya tengah merintis sebuah rumah makan di dekat kota. Masih belum berdiri lama, tapi alhamdhulillah cukup banyak pelanggan yang suka."
Aku tersentak, "Oh ya? Kok baru tau ya."
"Lah, emang Ning Rum baru bertanya sekarang."
Aku menggaruk tengkukku yang gatal. "Itu yang pertama ya? Berarti ada yang kedua dan ketiga dong?"
Gus Sena tertawa lagi. Entah mengapa malam ini Gus Sena menjadi sangat murah tawa."Yang kedua adalah, saya dengan beberapa rekan, tengah bekerjasama mengembangkan konveksi kain Ning."
Aku tersentak lagi.
"Dan yang ketiga, saya menagmbil juga tawaran menjadi pengajar di kampus islam tetangggaan dengan Ning Rum itu."
"Oh, jadi diambil ya?"
"Ya jadi Ning, ,mengisi kekosongan juga."
"Selain itu, alhamdhulillah masih ada royalti dari beberapa buku yang pernah saya terjemahkan."
Kalii ini aku lebih tersentak lagi. Kedua tanganku spontanitas bertepuk tangan. Takjub sekaliguga tidak menyangka.
"Sudah-sudah Ning, kapan kita masuknya? Badan saya sudah sakit semua ini, ingin segera istirahat."
"Tahun depan aja gimana?" tanpa menoleh kearah Gus Sena aku keluar terlebih dahulu dan meninggalkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Pesona Ning Rum
SpiritualIni kisah tentang Ning Rum, seorang putri kiai pondok pesantren besar namun berkepribadian milenial dan bersosialisasi bebas. Kuliah di universitas umum swasta, berteman dengan ragam manusia dari berbagai kalangan, sekaligus menjadi salah seorang a...