03. Bukan Pecundang Tapi Pemenang

244 46 49
                                    

Terima kasih atas vote dan komentarnya ...

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Ayu bersorak heboh atas kemenangan Ayara, ia hilang kendali saat mendapati motor Ayara sampai di garis akhir paling awal, beberapa orang yang bertaruh atas kemenangannya pun ikut bersorak ria. Ayu berlari menghampiri sahabatnya itu, memeluk erat Ayara hingga mengguncang tubuh tersebut.

Kan, kalau menang Ayu ikut senang juga. Padahal sebelumnya cewek ini marah-marah, tak memberi Ayara izin untuk ikut balapan liar. Ayara membuka helmnya untuk mencari udara segar, tak beberapa lama Iris datang padanya dengan satu gepok uang berwarna merah muda.

"Nih!" Iris mengulurkan uang taruhannya kepada Ayara dengan tak minat.

"Ikhlas gak, nih?" tanya Ayara.

"Ambil!" desak Iris galak.

Ayara mengambil uang itu dengan senang hati, ia menghitung beberapa lembar uangnya sebelum pada akhirnya ia tersenyum penuh kemenangan ke arah Iris.

"Sekarang, siapa pecundangnya?" tanya Ayara.

Bugh!

Satu tinjuan mendarat sempurna di wajah Ayara, tentulah hal itu berasal dari Iris yang tak terima menerima pertanyaan seperti itu. Ayu sudah maju untuk sebuah balasan, tapi tangan Ayara dengan cekatan menahannya.

"Heh anj!" seru Ayu geram.

"Gue bukan pecundang, gue mengalah karena gue tahu lo miskin dan lebih butuh duit," jelas Iris.

Ayara meringis. "Iyalah, gue memang orang termiskin di sini. Aelah, tapi gak usah ditonjok juga guenya, nanti uang sepuluh jutanya harus dipake buat pengobatan. Kan, sayang."

"Gak usah lebay, lo!" sungut Iris. "Dan satu lagi, gue bukan pecundang, tapi gue mengalah."

"Iya, serah!" Ayara bersikap masa bodoh, ia masih mengusap-usap wajahnya yang terasa nyeri.

"Ra, lo mimisan, anjir!" pekik Ayu panik.

Ayara meraba sumber cairan itu, ia lantas mendongak agar cairannya tak jatuh lebih banyak lagi. Melihat perilaku Ayara membuat Ayu geram, buru-buru ia mendorong kepala belakang Ayara agar menunduk saja.

"Gak usah ditahan, bego." Ayu marah besar. "Iris lo—anjing ke mana itu anak?"

"Astagfirullah, Yu," sahut Ayara geleng-geleng kepala. "Bahasanya dijaga, lo cantik kalo bahasanya kasar sama aja lo—"

"Bacot lo!" potong Ayu. "Kita ke rumah sakit, siapa tahu di dalam hidung lo ada yang robek dan perlu dioperasi."

"Gelo!" sungut Ayara tak terima. "Gak, gue gak mau, ya! Lagipula gue udah biasa begini, udahlah. Uangnya mau gue beliin nasi kotak, anak-anak pasti kangen makan makanan dari kita."

"Ra," panggil Ayu. "Kapan lo mentingin diri lo sendiri, sih? Gue udah bosen ngeliat semua tingkah lo, ya."

"Gue gapapa, kok, Yu."

"Gue benci kata gapapa dari lo, dan gue benci saat lo lebih mentingin orang lain daripada diri lo sendiri."

Ayara malah cengengesan, mendapati hal itu Ayu pun tak sungkan untuk menggeplak kepala sahabatnya. Memang dasar Ayara, tak tahu bagaimana cara memperhatikan diri tapi begitu paham saat memperhatikan orang lain.

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Begitu sampai ke rumah, Ayara langsung ke kamarnya, sementara Ayu pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Ayu sudah memaksa Ayara untuk duluan, tapi Ayara ingin memasak air terlebih dahulu karena tak mau mandi air dingin malam-malam. Maklum, fasilitas kamar mandinya masih sangat sederhana.

Ayara dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang