25. Akhirnya Menangis Juga

191 44 26
                                    

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Tangisnya pecah.

Tembok besar yang selama ini menahan dirinya runtuh seketika. Ayara Sabita menumpahkan air matanya dalam pelukan Ayu, ia mengatakan kebenaran tentang Sang ibu yang sudah pergi untuk selamanya. Setelah bertahun-tahun menanti, bukannya pertemuan yang ia dapatkan, malah kabar buruk tentang kepergian. Harapannya kandas hanya dalam hitungan detik saja.

Ayu menjadi orang pertama yang memeluk Ayara, menyaksikan air mata yang akhirnya meluruh. Deras sekali air itu membasahi kedua pipinya, sebegitu lamanya Ayara menahan air mata. Ayu sendiri tidak banyak bicara saat Ayara menangis, dia membiarkan sahabatnya menumpahkan seluruh perasaan hancurnya. Dia juga turut bersedih, bahkan menangis bersama Ayara.

Pedih.

Ditinggalkan sejak kecil, mengharapkan sebuah pertemuan, tetapi berakhir dengan kenyataan pahit. Ayara tak sempat memeluk ibunya, ia tak sempat melihat senyuman ibunya lagi, dan dia tidak sempat mendengarkan penjelasan pasti mengenai status pernikahan kedua orang tuanya.

Saat itu Ayara masih terlalu kecil untuk mengerti perceraian, tetapi ketika beranjak ia mulai mengerti tentang perpisahan kedua orang tuanya itu.

"Udah puas, Ra?"

Ayara menganggukan kepalanya, pelukan itu merenggang dan Ayu segera mengusap air mata yang menjejak di kedua pipi sahabatnya. Mereka bertatapan cukup lama, Ayu memberi banyak kekuatan kepada Ayara melalui usapan-usapan pada punggungnya.

"Alhamdulillah, ya."

Ayara kembali memeluk Ayu.

"Akhirnya lo menangis juga, Ra. Meskipun ini merupakan air mata kesedihan, semoga lo lebih mudah mengekspresikan diri lo."

Ayara masih belum bisa berbicara, dia terlalu lelah untuk berucap. Kenyataan pahit yang diungkap oleh Iris benar-benar membuatnya kehilangan semangat.

"Kalo lo udah baikan, kita pergi ke sana."

Ayara mengangguk dengan sisa sesenggukan pasca menangis. Entah mengapa posisi Ayu sekarang seperti seorang ibu yang sedang menenangkan putrinya. Ia berdiri dengan kokoh, membiarkannya menjadi bahan pelampiasan.

"Ra," panggil Ayu.

Ayara mendongak sebagai jawaban.

"Ternyata kalo lo nangis efeknya sampe banget, ya?"

Ayara tersenyum tipis, menyempatkan diri untuk tidak menunjukan sepenuh lukanya. Dari matanya tidak bisa berbohong, bahwa Ayara sengsara dengan kejutan-kejutan dalam kehidupannya.

"Lo benar-benar gak nyembunyiin apapun lagi dari gue, 'kan?" tanya Ayu.

"Nggak."

"Awas lo, ya." Ayu menepuk pelan kening Ayara. "Sampe nyembunyiin rahasia lagi dari gue."

"Nggak, kok."

"Inget, ya. Gue gak bisa dibohongi, gue bisa baca pikiran orang."

"Masa?"

"Gue tahu habis ini lo mau ngomong apa?"

Ayara melipat bibirnya menahan, sedang Ayu tampak mengerutkan dahi tak terima. Sejurus kemudian Ayu mengeratkan pelukannya sampai Ayara hampir kehabisan napasnya.

"Lepas!"

"Habisnya lo ngeselin."

"Lo mau ngebunuh gue, hah?!"

"Ih, enggaklah." Ayu mencebikan bibirnya. "Mana bisa gue ngebunuh sahabat gue yang paling kuat ini. Tetap jadi Ayara yang selalu nyaman diajak cerita, ya?"

Ayara dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang