19. Terasa Biasa Saja

166 40 16
                                    

Terima kasih atas vote dan komentarnya ...

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

"Lo ke mana aja, sih?"

"Mentang-mentang kesiangan seenak jidat ninggalin hape dan ngebuat yang lain cemas."

"Mau ditaruh di mana muka gue, nih!"

Ayara meringis tatkala telinganya ditusuk habis-habisan oleh omelan keempat temannya. Ayu tidak datang karena harus menemani kembarannya yang masuk rumah sakit lagi. Iya, lagi. Kalau Ayu ada di sini, sudah habis pendengaran Ayara diomeli olehnya. Pasti.

"Berisik, ih!" komentar Ayara. "Lagipula gue udah di sini sekarang, jadi udah jangan ngomel."

"Oh!" Adelia berkacak pinggang. "Mentang-mentang gak ada Ayu di sini lo bisa ngelawan, ya. Oke, kelihatan sekarang kalo—"

Ayara membekap mulut Adelia demi memberhentikan ocehannya itu, mata Adelia kontan melotot karena tak diberi ruang bernapas oleh Ayara. Melihatnya pun membuat Ayara iba, hingga ia melepaskan saja telapak tangannya itu dari mulut Adelia.

"Udah," kata Ayara. "Pusing kepala gue ini, jangan berisik kalian."

"Lo sakit, ya?" tanya Alin.

"Enggak!" pekik Ayara sewot. "Orang gue kesiangan tadi pagi, makanya gue gak sekolah."

"Gue ngebahas lo yang sekarang, bukan yang pas pagi," kata Alin.

Ayara menggeleng kuat. "Nah, berhubung kita udah kumpul, nih. Gimana kalo kita jenguk Kalila?"

"Gue laper, btw," sahut Aruna lemah. "Gak kelihatan perut gue kosong dan terus demo dari tadi?"

Ayara, Adelia, Anjani, dan Alin menatap Aruna yang begitu lemah sekarang. Gadis itu bahkan sampai mendudukan dirinya bak seseorang yang tak lagi punya tenaga.

"Lemes bestie~" keluh Aruna.

"Bukannya lo baru pulang dari jalan-jalan sama Cakra, ya?" tanya Ayara.

"Gak usah sebut-sebut dia sekarang!" ketus Aruna. "Kesel gue lama-lama sama dia, rapat terus rapat yang diurusnya, sampe lupa sama pacarnya."

"Jadi lo—"

"Iya!!!" sahut Aruna sewot. "Gue gak jadi jalan sama Cakra karena dia mau rapat osis, puas?!"

Ayara terbahak, dia benar-benar puas mendengar kabar bahwa Aruna tak pergi dengan Cakra. Dia memenuhi keheningan di sana dengan tawanya yang renyah, bahkan sampai menubruk Aruna sambil memukulinya.

"Ayara, ih!" Aruna berseru memelas. "Temen-temen ini bawa si Ayara, elah~"

"Gue bilang apa." Ayara berubah menjadi lebih serius seketika. "Jangan terlalu berharap sama Cakra."

Aruna memberenggut. "Tapi janji dia meyakinkan, Ra."

"Janji, semua orang juga bisa janji Aruna bego~"

"Ayara, ih~"

"Makanya, tuh!" Ayara menunjuk kening Aruna. "Dipake otaknya, suruh otak lo menghentikan rasa sayang lo ke Cakra. Lagian, kalo cinta jangan bucin-bucin amat, deh."

"Iya," kata Aruna masih memberenggut. "Gue yang salah."

Ayara memeluk Aruna saat melihat dia hampir menangis, kalau sahabatnya menangis Ayara juga tidak akan tega. Maka ia menyalurkan rasa tak tega itu melalui pelukannya saja.

"Maaf ya, Na," sesal Ayara. "Gue gak maksud nyakitin elo, gue cuma kesel aja sama lo yang percaya banget sama janji-janji manis pacar lo itu. Tapi asal lo tahu, Na."

Ayara dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang