31. Pamer Ayang Baru

210 43 17
                                    

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Ayara beberapa kali terpantau melirik Arga, semakin sore hujan malah semakin deras, dan mereka berdua terjebak di halte bus tersebut. Ayara menghirup aroma parfum Arga yang khas pada jaket yang sedang ia gunakan. Sesekali Ayara membenarkan posisi jaket itu, sedikit canggung karena sejak tadi tak ada percakapan. Arga sedang menikmati hujan soalnya.

Kilat menghancurkan keindahan hujan sore itu, petir bersuara kencang sehingga Ayara reflek memeluk Arga yang tampak kaget. Disaat Ayara kaget karena suara petir, cowok ini justru dikagetkan oleh pelukan Ayara yang tiba-tiba.

Arga tertawa gemas dibuatnya, ia melepaskan kedua tangan Ayara darinya, dan beralih meraih wajah cewek itu. Pandangan Arga begitu hangat sekali, ia menaruh kedua telapak tangannya pada telinga Ayara. Kilat kembali terlihat dan petir bersuara kencang, Arga menarik Ayara ke dalam dekapannya.

"Ssstt, ada aku di sini," bisik Arga. "Kalo hujannya lumayan reda, kita pulang."

Ayara mengangguk kecil dalam dekapan Arga, ia mengangkat kedua tangannya untuk balas memeluk Arga. Arga menaruh dagunya di pucuk kepala Ayara, sembari sebelah tangannya terus mengusap surai cewek ini.

"Ay," panggil Arga. "Kalau besok gak hujan, kita ngeliat senja, yuk!"

Ayara mendongak. "Arga. Tapi aku takut sama hari esok."

"Kenapa?" tanya Arga cemas, ia menyelipkan rambut yang menghalangi wajah Ayara.

"Gak tahu. Setiap hari aku selalu berdoa, supaya aku ketemu sama hari esok."

"Apa yang kamu takutkan, Ay?" tanya Arga lagi, sorotnya semakin dalam. "Coba bilang ke aku. Biar aku lawan siapa pun yang ngebuat kamu takut."

"Tuhan."

Arga bergeming, mana bisa dia melawan Sang Maha Kuasa. Bukan tandingan dirinya yang hanya salah satu ciptaan-Nya.

"Aku takut besok Tuhan manggil aku, aku takut orang-orang yang dekat sama aku nangis."

Arga menggelengkan kepalanya. "Besok pasti masih ada, Ay."

Ayara mengangguk kecil, lalu ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang Arga. Laki-laki itu mengecup lamat pucuk kepala Ayara, ia makin memeluk Ayara sesaat setelah kilat disertai petir menyertai hujan sore ini.

Akh!

"Ay? Kamu kenapa?"

"Jangan lepasin pelukannya, Arga," pinta Ayara.

"Hei." Arga menarik kepala Ayara dari dadanya. "Astagfirullah, Ay. Kamu mimisan."

Ayara mengerjap lemah, saat hendak menghapus jejak darah itu Arga sudah lebih awal mengusapnya. Cowok itu tampak panik, dia melihat ke arah hujan yang perlahan mereda.

"Ay, kita ke rumah sakit," kata Arga.

"Arga," panggil Ayara pelan.

"Pusing, ya? Ayo, aku gendong kamu. Kita naik taksi." Arga semakin panik saat mendengar suara Ayara yang menjadi lebih pelan dari sebelumnya. "Ayo, ayo naik!"

"Aku boleh menyerah, gak?" tanya Ayara.

"Taksi!" Arga memberhentikan taksi, ia berjongkok dan membiarkan Ayara naik ke punggungnya. "Bertahan ya, Ay. Kita sekarang ke rumah sakit."

Arga gemetaran sambil membenarkan posisi duduk Ayara, ia juga meminta beberapa helai tisu untuk menyeka darah yang terus keluar itu. Laki-laki ini terlihat sangat cemas sekarang, dari matanya sudah dapat ditebak, bahwa Arga takut Ayara kenapa-kenapa.

Ayara dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang