13. Selalu Berpikir Positif

200 45 25
                                    

Terima kasih atas vote dan komentarnya ...

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Keenan meraih tangan Ayara yang menganggur, ia menggenggamnya hingga cewek itu menoleh ke sumber genggaman. Ayara perlahan mengangkat pandangannya, secara otomatis ia tersenyum kepada cowok yang berbaik hati meluangkan waktu menemaninya ke rumah sakit lagi.

"Dokter."

"Ya?"

"Jika boleh tahu, biaya untuk pengobatannya berapa, ya?"

"Biaya kemoterapi sebanyak empat jutaan untuk penderita kanker ringan, dan sebelas jutaan untuk penderita yang sudah berat. Dari hasil lab menunjukan bahwa kankernya masih bisa diobati, asal kamu rutin melakukan perawatan saja."

Ayara dapat merasakan genggaman Keenan yang semakin erat, tapi itu tidak membuatnya takut.

"Dahulu, Papa saya hanya bertahan selama dua bulan setelah didiagnosa," ujar Ayara. "Apakah hal itu akan menimpa saya juga, Dok?"

"Kamu hanya perlu berusaha, kita percayakan kepada Yang Maha Kuasa, dan saya di sini sebagai perantara saja, jika kamu mempunyai harapan untuk hidup, saya akan membantu kamu dengan semampu saya," jelas dr. Andri. "Dan saya harap, kamu mempunyai harapan untuk hidup itu."

"Kanker darah stadium dua, ya?" Ayara masih mempertahankan senyumannya. "Kalau semisal saya bisa sembuh, saya hebat, 'kan? Tidak ada pilihan lain, saya harus berjuang dan memotivasi penderita lainnya untuk tetap berpikir positif."

Dr. Andri terkagum dibuatnya, sedang Keenan tampak menatap Ayara dengan tidak habis pikir. Entah terbuat dari apa pikiran cewek satu ini, sehingga dia mampu mengontrol rasa takutnya.

"Tentu, bantu saya untuk sembuh, Dok," kata Ayara dengan yakin. "Meskipun kondisi saya mungkin jauh dari kata baik, tapi bukan berarti saya menyerah. Tentu, saya akan sembuh, saya bisa sembuh."

"Ra," panggil Keenan.

"Ken, lo percaya gue bakalan sembuh, 'kan?" tanya Ayara tanpa memudarkan senyumannya, semangat dalam dirinya justru semakin membara. "Ken, gak ada yang mustahil di dunia ini, gue pasti sembuh, gue harus sembuh buat ketemu sama Mama."

"Iya, lo pasti sembuh."

Ayara tertawa kecil. "Demi Mama, gue harus sembuh. Papanya skip dulu, Papa pasti udah tenang di alam sana. Pa ... Ayara mau ketemu sama Mama dulu, baru nanti nyusul Papa."

Keenan tersenyum picik, sejurus kemudian ia menarik paksa Ayara ke dalam dekapannya. Disaat seperti ini Ayara meremas baju Keenan menahan rasa sakitnya, sedang Keenan menguatkan dengan usapan-usapan lembut di punggungnya.

"Lo harus bilang sama salah satu teman lo, Ra," ucap Keenan.

"Enggak," tolak Ayara, ia menarik diri dari pelukan itu. "Mereka punya masalah masing-masing, mereka gak berhak tahu, lagipula gue bakalan sembuh, kok. Masih stadium dua, masih bisa diobati, Ken."

"Tapi—"

"Lo percaya gue bakalan sembuh, 'kan?"

"Lo tuh—"

Ayara mencomot mulut Keenan. "Ssstt, malu dilihatin sama Dokter, tuh. Lagipula lo biasanya juga gak banyak ngoceh."

"Alangkah baiknya kamu segera memberitahu orang tua atau keluarga kamu," saran dr. Andri.

Ayara merangkul bahu Keenan. "Dia bukan pacar saya sebenarnya, Dok. Dia ini Abang saya, Abang Ken."

"Begitu rupanya," ujar dr. Andri terkejut. "Maaf, saya pikir kalian pacaran, habisnya serasi."

Ayara dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang