Chapter 2

196 23 0
                                    

Tok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok.. tok.. tok..

"Permisi pak"

"Masuk run"

Kulangkahkan kedua kakiku menuju meja miliknya.

"Duduk run"

Kududukan perlahan tubuhku pada kursi dihadapannya.

"Ada apa ya pak? ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin membicarakan mengenai posisi kamu di perusahaan ini" terangnya.

Mampus gw

Perasaan pasrah sudah menjalar keseluruh tubuhku, pasrah akan kenyataan yang akan kuterima selanjutnya. Diriku sudah siap jika nantinya harus di depak dari perusahaan ini, sudah tidak ada semangat dalam diriku.

"Saya belom ngomong apa-apa udah kecut gitu mukanya"

"Maaf pak.. maaf atas perilaku saya yang kemarin, tapi saya mohon jangan keluarkan saya, saya mohon" pasrahku.

"Siapa yang mau ngeluarin kamu, saya manggil kamu kesini ingin menjadikan kamu sebagai sekertaris saya Runa" terangnya seraya terkekeh.

"H-hah? se-sekertaris?"

"Iya, gimana? saya nggak akan maksa kamu"

"Baik pak"

"Apanya yang baik?"

"Baik saya terima pak"

Kekehannya semakin menjadi tatkala mendengar jawabanku.

"Yasudah, mulai besok kamu sudah officially jadi sekertaris saya"  seraya menyodorkan beberapa berkas padaku.

******

"Mau pulang kan?"

"Hehe.. iya pak"

"Bareng saya aja, dan saya nggak akan menerima penolakan"

Kubuka perlahan pintu mobil miliknya, mendudukkan perlahan tubuhku pada jok mobil. Menyilangkan seat belt dengan cepat.

"Besok-besok lagi kalo pake rok jangan kependekan gini, kalo bukan saya yang liat habis kamu" ceramahnya sembari menutupi bagian pahaku yang sedikit terekspos karena pendeknya rok yang kukenakan dengan jas miliknya.

"Baik pak" jawabku.

"Ini udah selesai jam kerja, lagian udah nggak di kantor, jadi nggak usah pake embel-embel bapak, keliatan tua"

"Terus saya harus panggil apa?"

"Panggil aja nama saya, tapi terserah kamu asalkan jangan bapak"

"Belum makan kan? sekalian cari makan ya" sambungnya.

"Saya nggak mau denger penolakan" sambungnya.

"Terserah" singkatku.

Diberhentikannya laju mobil miliknya, menampakkan sebuah restoran yang tergolong fancy, kubuka perlahan pintu mobil dengan perlahan. Menapakkan kedua kakiku ke atas jalanan beraspal, melangkahkan cepat menuju ke dalam restoran.

"Kamu sering makan di sini?" tanyaku.

"Sebenernya saya jarang makan ditempat kaya gini"

"Terus kenapa sekarang malah kesini?"

"Saya cuma mau minum itu" ucapnya seraya menunjuk sebotol wine merah yang baru saja diletakkan di atas meja dengan dagunya.

"Oh"

"Kenapa nggak diminum?"

Sebenarnya diriku tidak terbiasa dengan minuman seperti ini, namun rasa penasaran dalam diriku akan rasanya selalu mendorongku untuk meminumnya. Kuteguk perlahan cairan berwarna merah yang menggenang dalam gelas kaca tersebut, aneh, itu yang kurasakan.

"Kamu kenapa kemaren-kemaren sampe pingsan gitu? punya asma ?"

"Bukan"

"Terus?"

"Itu.. it-" putusku saat tidak sengaja melihatnya kembali, apa dirinya sengaja menguntitku?

Rasa ini kembali lagi, sesak dan sakit, kali ini benar-benar sangat sakit. Semua bayangan tentang beberapa bulan lalu terputar dengan sangat rapi dalam benakku, tanganku bergetar. Tanpa kusadari beberapa buliran air mata menetes dengan deras membasahi kedua pipiku, kutepuk perlahan dadaku berharap dapat mengurangi rasa sesak yang sedang kurasakan.

"Run.. are u okay?"

Pandanganku sedikit kosong karenanya, bahkan beberapa pertanyaan yang dilontarkan Hyunsuk aku tidak dapat mendengarnya dengan jelas, kutepuk dengan dengan sedikit kebih kencang, sakit dan sesak.

"Runa.. hei.. kenapa? kamu sakit? sesek lagi?" paniknya.

Dikalungkannya lenganku pada pundaknya, menuntunku perlahan menuju mobil miliknya, kakiku terasa lemas saat merasa pasukan oksigen dalam tubuhku menipis. Sebelah lengannya dengan cepat menahan pinggangku dengan erat, menggendongku dengan cepat menuju mobilnya. Didudukkannya perlahan tubuhku olehnya, menyisir lembut helaian rambutku yang menutupi sebelah wajahku.

"Sebelumnya maaf run, tapi kalo nggak gini kamu makin susah buat nafas" ijinnya seraya melepas mantel yang masih kukenakan, serta meloloskan beberapa kancing kemeja yang kupakai, ditariknya seat belt dengan cepat dan menyilangkannya pada tubuhku.

Dilajukannya kendaraan beroda empatnya dengan kecepatan yang cukup tinggi menuju instalasi gawat darurat di salah satu rumah sakit terdekat.

*****

Seringai sinar matahari menyapa gadis yang masih terlelap, membuat kedua kelopak matanya terbuka perlahan. Pandangannya terhenti pada sesosok yang ia kenal, Dani. Jemarinya mengusap lembut helaian surainya.

jadi semaleman dia nggak pulang?

Jemarinya berjalan mengusap lembut batang hidung milik lelaki di sebelah, merasakan sesuatu menyentuh wajahnya sang empu terbangun.

"Gimana? masih sakit?" tanyanya.

Kugelengkan kepalaku perlahan padanya.

"Sarapan ya.." titahnya.

"Kerjaan saya gimana?"

"Nggak usah mikirin itu, saya kasih kamu beberapa hari buat istirahat, saya keluar dulu buat cari sarapan" jelasnya.

Belum ada beberapa menit berlalu terdengar suara langkah kaki mendekati diriku, kuedarkan pandanganku ke arah suara. Manikku membulat sempurna tatkala melihat siapa yang menyambangiku, Park Jihoon.


--------------------------------------------------------------

DON'T FORGET TO VOMMENT

© Sereiaaya, 2022

BLOOD & SWEAT | Choi Hyunsuk • Park Jihoon • Kim JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang