🍿29🍿

5.2K 763 59
                                    

Abian berangkat pukul dua belas siang ini ke rumah Aruna sembari menjinjing dua bungkus mie Ayam. Iya, setelah mempertimbangkan perkataan Cakrawala semalaman, Abian memutuskan untuk membicarakan semuanya kepada Aruna. Untuk meminta waktu pada wanita itu agar setidaknya, Abian bisa sedikit lagi, meyakinkan diri tentang perasaannya pada Aruna. Dan mungkin benar, Aruna pasti akan mau menunggu dan mengertinya.

Abian membelokan mobil, lalu menyapa sebentar satpam komplek. Yang kini sudah lumayan akrab dengannya mengingat, ia sudah sangat sering mampir ke rumah Aruna akhir-akhir ini.

Setelah beberapa saat, Abian kembali melajukan si putih, pacar utamanya. Mobil kesayangannya. Sebenarnya, Abian bahkan tidak tahu apa Aruna ada di rumah atau tidak hari ini, ia hanya modal nekat saja. Ingin rasanya Abian menghubungi dan menanyakan terlebih dahulu, tapi entah kenapa, Abian merasa terlalu malu dan kaku untuk melakukan itu. Abian mengembuskan napas sembari menginjak rem kala rumah Aruna sudah berada di hadapannya. Nampak sepi, seperti biasa.

Maka karenanya, Abian pun mengambil ponsel, mengirimi Aruna pesan tentang keberadaannya, hingga beberapa menit berselang, wanita berambut ombre biru itu keluar, mengenakan hodie dan celana tidur kotak-kotak dasar hitam. Dibukannya pintu gerbang dan tak perlu menunggu lama, Abian langsung memarkirkan mobil di halaman rumah Aruna.

"Nih."

Aruna berkedip sekali kala Abian menyodorkan kantung plastik. Lalu, tangan mungil gadis itu terulur, mengambilnya.

"Mie ayam. Buat kamu sama Ibu."

Tersenyum, Aruna pun mengangguk. "Makasih banyak, Mas, yuk, masuk dulu."

Abian mengekori langkah Aruna tanpa banyak berkata lagi. Terlihat gerak-gerik kaku dari wanita itu.

"Mau ngobrol di gajebo belakang enggak?"

"Boleh," Abian mengangguki. Lalu, Aruna mengajaknya menyusuri lorong rumah yang lasung ke ruang dapur.

"Mas Abian ke belakang aja duluan, Aruna mau ngambil piring buat ini."

"Okei." Abian berjalan ke arah pintu yang setengahnya ditutupi oleh kaca tebal yang terlihat blury. Saat dibuka, Abian bisa menemui taman belakang yang asri, dipenuhi oleh sayuran dan beberapa pohon buah. Jalan setapak yang dibuat bulat-bulat. Tanah yang ditutupi rerumputan hijau rapi. Lalu sebuah gajebo cokelat luas di bawah pohon jambu air.

Saat Abian duduk dipinggirannya, Aruna datang sembari membawa semangkuk mie ayam yang tadi ia bawa.

"Mas Abian udah makan siang?"

"Udah, tadi sama anak-anak."

"Makan mie ayam juga?"

Abian mengangguk, sembari melepas sandal rumahan yang tadi ada di depan pintu keluar dapur dan duduk bersila menghadap Aruna. "Iya, enak banget."

Mata Aruna membulat saat sudah mencicipi mi ayam kuah dari mangkuknya. "Ih, iya, enak banget."

Waw, Aruna, hebat sekali. Bagaimana kamu bisa menutupi kegalauanmu dengan sesempurna ini? Bagaimana kamu bisa cengengesan dengan lancar di depan Abian yang sedari tadi tak melepas tatapnya dari segala tingkah palsumu?

Aruna ingin memuji, betapa berbakatnya ia dalam berakting. Tahu begitu pas SMA dulu, ia masuk ekskul teater. Atau lebih baik ia jadi aktris saja dari pada menjadi penulis begini.

"Ibu ke mana?"

"Lagi main ke rumah Mama Akalam, paling nonton drama Korea."

Abian terkekeh.

"Eh ya Allah, Aruna lupa ambil minum buat Mas Abian. Tunggu ya."

Senyum tipis mampir di wajah Abian kala melihat Aruna berlari cepat ke arah rumah dan keluar tak kalah cepatnya sembari membawa dua botol mogu-mogu ungu.

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang