Malam Minggunya pada ngapain nih?
Kalau aku sih, diem aja di kamar kayak malam-malam Minggu yang lalu-lalu-lalu.
Wkwkwk.
Nanti kalau udah punya suami baru keluar deh kayaknya 😀
Tapi entah kapan.
Jangan lupa vote sama komen yang banyak yaaaa
🎂🎂🎂
“Makasih banyak ya, Mas Anjanu, udah libatin Aruna dalam milih merchant dan promo. Buku kali ini bakalan nyenengin banget. Aku jadi ikut exited!” Aruna memberesi barangnya. Ipad yang tadi ia pakai untuk mencatat diskusi mereka, ikat rambut dan beberapa dokumen yang Anjanu berikan padanya.
“Saya yang berterimakasih sama kamu. Udah mau jadi penulis sini dan setia terus sama Adromeda Publisher.” Anjanu tersenyum.
“Kalau enggak sama Andoromeda, Aruna harus ke mana lagi? Gimana pun, Andromeda berperan banyak buat Aruna. Promo kalian yang bener-bener keren dan wah, bisa lambungin nama aku. Jadi, aku enggak bakalan ke mana-mana, terus sama kalian. Lagian, editor publisher lain belum tentu tahan sama kemalesanku.” Aruna cengegesan. “Projek kali ini aja berjalan sembilan bulan lebih. Maaf banget ya.”
“Kami dong, yang maaf banget. Pasti kamu tertekan ya, sama deadline-deadline yang editormu kasih?”
“Lumayan.” Aruna melirik Abian sembari tersenyum. “Tapi bagaimanapun, Mas Abian juga membantu banyak dalam kelancaran aku menulis. Kalau enggak sama Mas Abian, aku enggak tahu bakalan gimana. Makasih ya, Mas.”
“Sama-sama Na.”
Anjanu melirik bulak-balik pada Abian juga Aruna. Lalu, bagaimana dengan hubungan pacar riset mereka sekarang? Apa Abian sudah mengakhirinya? Ia sangat penasaran.
Apakah salah satu atau justru kedua orang itu saling jatuh cinta?
“Kalau gitu, Aruna pamit pulang ya, makasih banyak sekali lagi.”
“Oh, iya-iya, Na. Hati-hati.”
Aruna berdiri, memakai totebag sembari mengangguk. “Siap Mas Anjanu.”
“Biar saya anterin Aruna keluar.” Abian ikut berdiri. “Yuk, Na.”
“Yeeee kang modus murahan,” bisik Anjanu sembari kembali mendudukan diri setelah sebelumnya bersalaman dengan Aruna.
🎂🎂🎂
“Kamu ke sini naik apa, Na? Bawa motor?”
Aruna menggeleng, menuruni tangga sembari menatap punggung lebar Abian yang sangat pelukable itu. Tegap dan sepertinya keras. Aruna ingin menyentuhnya, bersandar nyaman di sana, sembari menghirup wangi Abian yang sangat menyenangkan. Membuat kepalanya dimabuk kepayang. “Mm, itu Mas, motor Aruna dipakai Akalam ke kantor. Tadi kesiangan dia, dan motornya tiba-tiba enggak bisa hidup. Naik mobil enggak bakalan keburu. Jadi ya, gitu deh.”
“Deket banget ya, kamu sama Akalam?”
“Mama sama Papa kayak orang tua kedua Aruna. Akalam kayak Kakak buat Aruna. Meski Aruna yang lahir duluan dan lebih waras juga dewasa.”
“Gue anterin Aruna pulang dulu. Nih Aruna-nya,” ujar Abian tiba-tiba di depan pintu ruang kerja.
Sontak, tiga orang yang ada di dalamnya menatap Aruna. “Eh, halo semuanya, Aruna mau pamit pulang ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE DEADLINE (END)
ChickLitABIAN adalah lelaki paling nelangsa di dunia. Setidaknya untuk sekarang. Di mana, ia harus menjadi editor si pemalas Aruna. Tak cukup di situ. Seolah semesta sangat membencinya. Abian juga harus menelan pil terpahit di muka bumi saat ia memergoki tu...