🦔37🦔

5.5K 691 24
                                    

"Bunbun lagi apa?" tanya Abian, sembari merangkul Bunbun.

"Baru ambil bubur yang dikirim mamang ojol buat sarapan Yappa sama kita. Kamu siang banget bangunnya."

"Ya, gimana, Abian tidur larut. Soalnya semalem Yappa kan susah bobo, malah ngawangkong ngalor-ngidul. Jadi beres subuhan tadi Abian baru naik kasur. Eh, Bun, bubur punya Abian jangan dituangin ke mangkok ya. Abian mau masak aja."

"Ih, Abian. Bunbun udah pesen tiga kok," kata Bunbun, sembari menyisihkan sebungkus. Abian memang tidak terlalu suka bubur. "Tapi ngomong-ngomong, semalem, kamu sama Aruna enggak apa-apa kan?"

"Aruna?" ulang Abian. "Duh, Bun. Abian lupa kalau mau ngelamar Aruna semalem. Yah, Bun. Berangkat sekarang aja deh. Doain Abian ya, Bun. Assalamu'laikum."

^^^^^

Dan, di sinilah Abian berada jam sembilan pagi ini. Di depan pagar rumah Aruna serta menelepon wanita itu berulang-ulang. Untung saja, ia bertemu Ibu yang baru belanja sayur.

"Kok Arunanya enggak ngebukain pintu sih?" Ibu menggerutu saat keduanya masuk. "Abian tunggu di sini, ya? Biar Ibu panggilin."

"Maaf ya, Bu. Ngerepotin pagi-pagi gini. Abian emang ada perlu."

"Enggak apa-apa. Kayak sama siapa aja kamu nih."

Tak lama setelah Ibu kebelakang, Aruna muncul dengan wajah sembab.

"Na."

"APA!?" sewotnya dengan mata melotot.

"Nikah sama aku yuk?"

Aruna menggeleng. "Enggak mau! Waktu Mas Abian udah abis semalam."

"Semalam aku mau ke sini Na."

"Alasan!"

Embusan napas terdengar. Tanpa peduli apa-apa, Abian menarik tubuh Aruna. Memasukannya ke dalam mobil. "Apa sih, Mas? Kita mau ke mana? Aruna enggak mau ya!"

Abian memasang sealbet ke tubuh Aruna, lalu menyimpan bunga yang semalam ia beli di paha wanita itu. "Ini, maaf kalau udah layu. Nanti aku beli lagi. Semalem aku beneran mau ke rumah, niat ngelamar kamu. Aku udah yakin sama perasaanku, Na."

Mobil Abian mulai melaju.
Aruna mengerjap sesaat. Sembari memperhatikan mawar putih dan pink di tangannya. Apa benar semalam Abian memang berniat menghampiri Aruna? Lalu, rasa sedih, galau, kecewa serta air mata yang ia keluarkan berjam-jam tadi tak ada artinya?

"Terus sekarang kita mau ke mana, Mas? Aruna belum izin sama Ibu. Penampilan Aruna juga masih berantakan." Iya, Aruna masih mengenakan baju tidur berlengan pendek warna biru tua. Rambutnya juga tercepol acak-acakan.

"Ibu jadi urusan aku nanti. Dan kalau masalah penampilan, kamu enggak liat aku pakai kaus lusuh, celana lecek, rambut juga udah kayak singa?"

Aruna berdehem, iya juga. Abian sama acak-acakannya.

"Jadi semalam aku emang mau ke rumah kamu, di perjalanan, Bunbun bilang, kalau dia sama Yappa kecelakaan. Aku panik setengah mati Na. Fokusku cuma buat mereka sampai lupa tujuan aku apa. Sampai lupa janjiku ke kamu. Jadi untuk pembuktian kalau aku enggak bohong, detik ini juga kita langsung ke rumah mereka."

"Apasih, Mas?" Aruna tentu terkejut. Mana mungkin ia datang ke rumah calon mertuanya dengan keadaan aneh begini.

"Kamu nolak pinanganku Na. Padahal katanya kamu cinta mati sama aku." Abian melirik Aruna sesaat.

Aruna mengangguk. "Aku emang cinta mati sama kamu, tapi enggak mau dibodoh-bodohi juga."

"Aku enggak membodohi kamu sama sekali. Hal yang aku utarakan tadi, bukan cuma sekedar alasan. Makanya aku ajak kamu ketemu langsung sama Bunbun dan Yappa. Nanti, kamu bisa pikirin ulang. Mau nikah sama aku atau enggak."

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang