Malam banget aku up datenya. Maaf. Tadinya malah punya niatan bolos.
Tapi liat komen di Instagram, ada yang nagih. Jadi langsung aku edit.
Btw, skuy komen yang banyaaaak.
Spam emoticon awannya ya 🌨️🌨️🌨️
_________________
Aruna tengah asik di gajebo sore ini. Fokus pada layar laptop. Sesekali, gerak tangannya terhenti. Wajah Aruna bingung sesaat sebelum anggukan juga senyuman tipis menghias dan Aruna kembali menulis. Di sisinya, ada gelas berisi air putih yang sudah habis setengah. Lalu beberapa bungkus Gery Salut Macha yang sangat Aruna sukai. Sudah habis semua.
Karena sebetulnya, Aruna jarang sekali menyisakan atau membawa makanan ketika menulis. Baginya, peraturan pertama sebelum menulis adalah, dilarang membawa makanan apapun. Karena makanan adalah hal yang akan mendistrak otaknya. Baru ngetik dikit, langsung makan. Ngetik dikit, makan lagi. Begitu seterusnya hingga keyboard Aruna penuh dengan remah makanan.
“Arunaaaa, main yuk.”
“Enggak mau, enggak punya sandal.” Aruna berdecak ketika kepala Akalam melongok ke depan layar laptop. “Ngalangin aja ah.”
“Gak sopan lo,” protes Akalam kala dengan tega, Aruna menepuk keras sisi kepalanya. Malas menganggu lagi, lelaki itu memutuskan untuk tiduran di gajebo dengan kaki yang melambai-lambai. “Na.”
“Iyo.”
“Tadi kalian ke mana?” Kini, Akalam memiringkan posisi tubuh, sebelah tangannya ditekuk untuk menopang kepala. “Maksud gue, lo sama Bang Abian ke mana?”
“Nyari bahan buat riset.”
“Berdua?”
“Ya kalau se-bus mau karyawisata dong.” Aruna menggosok ujung hidungnya yang gatal. “Kenapa gitu?”
“Kok gue liat-liat, hubungan lo sama Bang Abian beda banget?”
“Beda banget gimana?” Aruna memutar kepala, melirik Akalam sepenuhnya.
“Ya kan kalau sama Bang Cakra dulu enggak terlalu apa ya … deket atau gimana gitu? Atau perasaan gue aja?”
Aruna kembali melanjutkan kegiatan menulisnya saat menjawab, “He'em, perasaan lo doang kali. Gue sama Mas Abian biasa-biasa aja tuh. Gimana aja gue sama Mas Cakra dulu.”
Akalam memang mengenal dan lumayan akrab dengan Cakra. Dulu, biasanya, setiap Minggu, Cakra akan tiba-tiba datang ke rumah. Menemani Aruna menulis di sini, di gajebo ini. Dan Akalam akan ikut-ikutan, sekedar merecoki. Tak seperti Abian yang selalu mengajak Aruna bertemu di luar. Itu pun kalau Aruna sudah tidak ada progres lebih dari dua minggu.
Mungkin, kedatangan Abian yang cukup sering akhir-akhir ini membuat Akalam curiga. Padahal ya, bagaimanapun Aruna dan editornya itu hanya mencari inspirasi sekaligus riset.
Tidak ada yang spesial. Setidaknya untuk Abian. Karena bagi Aruna, hubungan atas dasar kepentingan projek yang kini mengikat mereka sangat menyenangkan dan tentu membuat Aruna berdebar-debar.Racun yang bisa dinikmati.
“Gue belum lupa loh, baru kemarin-kemarin lo bilang benci pake banget-banget-banget sama Bang Abian. Tapi sekarang? Mau aja tuh dibawa-bawa.”
“Kalau enggak gitu, projek gue enggak bakalan beres.”
“Oh iya!” Akalam duduk dengan cepat. “Kata Tiasa, kalau lo enggak bisa syuting atau video-video sendiri buat promosi itu loh, Kamis gitu? Dia bisa bantu. Lo tanyain aja lagi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE DEADLINE (END)
Literatura FemininaABIAN adalah lelaki paling nelangsa di dunia. Setidaknya untuk sekarang. Di mana, ia harus menjadi editor si pemalas Aruna. Tak cukup di situ. Seolah semesta sangat membencinya. Abian juga harus menelan pil terpahit di muka bumi saat ia memergoki tu...