🧊24🧊

5.7K 733 30
                                    

Hari Senin yang mendung.

Selamat membaca kode-kode cinta dari dua mahkluk ini.

Semoga suka🙏👍

🦋🦋🦋🦋

Aruna sudah siap jam setengah tujuh malam ini. Menggunakan kaus hitam polos yang dilapisi jaket jeans over size, juga celana boy friends seperampet kaki dan menggunakan kitten heels hitam sebagai pelengkap. Rambut panjang ombrenya ia ikat setengah, tak lupa tas yang sewarna dengan alas kaki Aruna slendangkan di bahu.

Parfum Aruna semprotkan ke seluruh tubuh. Wajahnya sudah terhias flawless. Cantik, sederhana dan sempurna. Aruna menyukai gayanya. Segala sesuatu yang sudah Tuhan berikan untuk dirinya.

Oh iya, ngomong-ngomong, Aruna berdandan rapi begini karena, tadi siang, Abian mengiriminya pesan. Yang berisi ajakan makan pecel ayam. Iya, Aruna ulangi satu kali lagi, Abian mengajaknya untuk makan pecel ayam. Hanya itu. Tapi ia sudah dandan paripurna karena yakin bahwa, akan ada hal spesial yang editornya itu berikan. Ini kan, masih dalam euphoria ulang tahunnya. Jadi wajar-wajar saja.

Aruna masih menunggu di teras saat Ibu tiba-tiba datang sembari berdecak. “Aduh Na, Na, kamu tuh, keliatan banget loh.”

“Keliatan apanya sih, Bu?”

“Suka sama Abian kan?”

Aruna tersenyum, tak mau memungkiri lagi. Lelah memupus rasa yang tak bisa Aruna halang-halang, jadi, selama masih bisa, Aruna ingin menikmatinya, membiarkannya. Hingga nanti, mungkin akan hilang sendiri, sirna sendiri dan … tergantikan oleh rasa-rasa yang baru. Jadi, Aruna sudah mengizinkannya. Meresapi betapa menyenangkan saat sesuatu di dadanya meletup-letup hebat, indah, mendebarkan. Jika Aruna tahu jatuh cinta akan se membahagiakan ini, mungkin, sedari dulu, ia akan mencobanya.

“Ya, gimana Bu. Mas Abian tipe Aruna banget.”

“Abian suka enggak sama kamu?”

Aruna menggeleng, bibirnya tertarik segaris. “Aruna enggak tahu, tapi kayaknya, Mas Abian enggak suka balik sama aku Bu.”

Ibu berdecak. “Coba Na, muter!”

Aruna menelengkan kepala bingung, saat Ibu memerintahnya ulang, Aruna segera memutar tubuh.

“Dari depan cantik, dari samping apalagi, dari belakang beuh!” Ibu menggelengkan kepala sembari berdecak kagum. “Mana ada sih, cowok yang enggak suka sama kamu, Na. Hasil cetakan Ibu sama Bapak loh. Pasti enggak gagal.”

“Tapi Mas Abian ….”

“Belum Na. Kalau Abian normal, dia pasti bakalan suka sama kamu, cepat atau lambat. Percaya sama Ibu. Gini-gini dulu, Ibu tuh pakar percintaan. Bapakmu, yang ganteng itu, tunduk kok sama Ibu yang biasa-biasa aja ini, bukan primadona juga. Makanya kamu tuh, harus makasih sama Ibu Na. Kalau Ibu enggak nikah sama Panca Wiasa, kamu enggak bakalan lahir dengan wajah cantiiiiiik banget gini.”

Aruna terkekeh, lalu memeluk Ibu dari samping. “Yaudah, makasih banget ya, Bu. Udah luluhin hati Papa. Ibu yang paling hebat.”

“Wih, iya dong.” Ibu terkekeh. “Duh, jadi kangen senyum ganteng Papamu Na. Udah ah, jangan ngomongin si
Mas Panca, dia ninggalin Ibu, tega banget emang tuh cowok.”

Aruna tersenyum kecut, dieratkannya pelukan itu.

Iya, Aruna juga rindu Papa. Sangat rindu.

Tapi, rindu Ibu pasti yang paling berat, rasa kehilangan Ibu pasti yang paling perih. Maka karenanya, Aruna harus kuat untuk Ibu.

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang