☘️14☘️

6K 800 124
                                    

Besok Senin, semangat ya semuanya. Semoga besok dan seterusnya, semua aktivitas kalian lancar.

Aku bantu semangatin dengan up date cerita ini. Semoga kalian suka.

Yuk, spam emoji favorit kalian🍟🍟🍟

Ngomong-ngomong, maaf aku belum sempet balesin komen kalian di chapter sebelumnya. Tapi aku baca kok🥰🥰

Terimakasih banyak

_______________

Aruna hampir berbalik jika Abian terlambat, satu menit lagi saja, untuk membuka pintu.

“Hay, sorry lama, barusan aku lagi mandi.”

Aku?

Aruna tersenyum, Abian sudah kembali ke mode ‘pacar riset’.

Menggeleng lembut dengan ekspresi lucu. Ia pun menjawab, “Enggak apa-apa kok Mas. Kayaknya aku deh, yang kecepetan dateng.”

“Mau cepet-cepet ketemu sama aku ya?”

Mata Aruna membulat, panik, wanita itu berkata dengan lantang, “Enggak koooo!”

“Bercanda.” Abian mengusap satu kali rambut wanita kecil di hadapannya. “Kamu kok lucu banget.”

Saat dia berbalik sembari mengusak handuk di kepalanya yang lembab, Aruna masih mematung dengan jantung, yang untuk pertama kalinya, berdebar sangat cepat, begitu hebat. Sampai-sampai, ia harus mengusap-usap dada untuk menetralisir rasa aneh namun menyenangkan itu. Sebelum dengan kaku, mengikuti langkah pacarnya ke pantry.

Dengan santai, Abian menyuruhnya duduk di stool. Dan gadis yang tengah di mabuk perasaan tersebut hanya menurut saja. Seperti orang linglung. Ia masih menikmati pipinya yang panas. Tidak. Seluruh tubuh Aruna memang terasa panas. Hingga mungkin, ia akan meleleh dan menyatu dengan lantai apartemen.

Ah! Aruna! Kenapa kamu jadi seaneh dan selebay ini hanya karena perlakuan pura-pura Abian sih?!

“Kamu mau apa Na? Air putih? Teh? Es kopi? Atau Mas Abian?”

Aruna mengernyit. “Air putih aja, Mas.”

“Kamu enggak mau aku?” Abian geleng-geleng tak percaya, bergerak cepat ke arah Aruna, membungkuk di sisi bar yang lain hingga wajah mereka sejajar. “Yakin enggak mau aku.”

Jantung Aruna masih aman?

Tentu saja tidak. Bahkan kini, otaknya sudah tidak berfungsi karena sedari tadi, ia hanya diam mematung. Menatap bola mata Abian yang kecokelatan dan indah. Menatap tahi lalat kecil manis yang … rasanya begitu beruntung bisa bersemayam di wajah tampan lelaki itu. Melihat alis tebal yang ingin Aruna sentuh lembut.

Dan Abian? Tentu saja masih terlihat cool. Menampilkan senyum selebar mungkin hingga kedua pipinya naik lalu bulan sabit terbentuk melalui kelopak matanya yang terpejam segaris. Dia mengelus-elus pipi Aruna lembut dengan jari manis sebelum beranjak membuka kulkas. “Ada ice coffe, tadi aku mampir beli pas pulang kerja. Sengaja buat kamu.”

Aruna mengerjap, dengan ekspresi bodoh. “Makasih, Mas.”

“Aku yang makasih, kamu udah mau capek-capek datang ke apartemen.” Abian mengeluarkan beberapa camilan dari kabinet.

Tadi, saat Aruna sampai di rumah, Abian tiba-tiba memberinya pesan. Katanya, Abian rindu dan berharap agar Aruna datang ke apartemen.

Aruna sempat terkekeh dibuatnya. Rindu? Padahal beberapa jam lalu keduanya baru bertemu di kafe dan membahas naskah. Apa Abian sebenarnya ada dua?

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang