Hai, di chapter 07.
Udah sejauh ini. Tapi lapaknya tetep sepi huhuhu (cry)
Minggu depan aku bakalan update setiap Minggu-Senin
Spam 🐢🐢🐢 biar lucu
____________
Abian mengajak Haira turun dari mobil di warung nasi kuning, keduanya sepakat untuk bertemu pagi dan menyempatkan diri untuk sarapan bersama.
“Kenapa di sini?” tanya Haira sembari menatap banner yang menutupi gerobak nasi kuning.
“Enggak suka?” Abian membenarkan letak big size hodie yang menutupi tubuhnya.
Haira menggeleng, tidak, hanya saja, warung ini menjadi saksi bagaimana Abian dan Haira dekat. Pdkt. Di warung ini, delapan tahun lalu, Abian juga meminta Haira untuk menjadi pacarnya. Abian yang sederhana. Abian yang tidak mau ribet.
Haira mengikuti langkah Abian, memasuki warung. Kemudian, membiarkan lelaki berbadan tegap itu memesan dua porsi nasi kuning, yang satu tanpa kacang, kesukaan Haira. Bahkan, dia masih mengingat apa yang ia suka. Dia juga masih berbaik hati mau menemuinya.
Haira seharusnya malu. Sungguh. Sosok yang ia sia-siakan, sosok yang ia sakiti adalah yang terbaik. Yang mempunyai hati lembut dan pikiran yang begitu dewasa.
“Sambil ngobrol aja.” Abian menyesap kopi dalam gelas plastik yang baru ia seduh. Sudah sangat akrab dengan Ibu pemilik warning sehingga Abian tak segan untuk melayani diri sendiri.
“Kamu … kayaknya baik-baik aja,” buka Haira.
Abian mendengus. Ia mengangguk-angguk. “Memangnya kamu mau aku kayak gimana?”
Haira menggeleng, belum apa-apa, air matanya sudah menetes. Cengeng. Haira tahu ia yang membuat kesalahan. Haira tahu, ia yang menyakiti Abian. Tapi ia yang merasa paling sengsara.
“Enggak apa-apa.” Haira memalingkan wajah. “Cuma aku pikir, kamu bakalan sama kayak aku yang ... ngerasa enggak baik-baik aja.”
“A Abian, ini nasinya.”
“Eh, makasih Bu.” Abian mengangguk sopan, sembari menerima dua piring nasi kuning dan menyimpannya di atas meja panjang dengan lebar lima puluh senti meter.
“Wajar kalau kamu enggak baik-baik aja, Haira,” ujar Abian setelah Bu warning pergi. Ia mengambil sendok dan mengisinya dengan nasi. “Kamu yang nyakitin aku. Entah, kalau punya, mungkin sekarang, benak kamu sedang dipenuhi penyesalan juga rasa sakit karena hubungan kita akhirnya selesai. Wajar kalau ngerasa paling sedih, paling tersakiti. Kamu dibebani perasaan-perasaan tak mengenakan yang, diciptakan oleh diri sendiri.”
Abian menyuap nasi kuning dengan tenang.
Haira masih betah dengan heningnya.
“Jadi posisinya, kamu yang menyakiti dan akan kamu yang merasa paling tersakiti. Apalagi melihat aku baik-baik aja kayak gini kan?” Abian menyodorkan piring ke dekat tangan sang mantan. “Makan, sedih juga butuh tenaga.”
Haira mengusap kedua matanya yang basah. “Abian.”
“Hm.”
“Kita enggak bisa balik lagi ya?”
“Buat apa?” Sendok yang berisi nasi juga telur dadar menggantung sebelum kembali tersimpan di piring. “Buang-buang waktu kalau kita balik lagi. Gimana kalau ujungnya sama aja? Lagian, rasa percaya aku ke kamu bener-bener gak bersisa, Haira.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE DEADLINE (END)
ChickLitABIAN adalah lelaki paling nelangsa di dunia. Setidaknya untuk sekarang. Di mana, ia harus menjadi editor si pemalas Aruna. Tak cukup di situ. Seolah semesta sangat membencinya. Abian juga harus menelan pil terpahit di muka bumi saat ia memergoki tu...