🍿30🍿

5.4K 735 28
                                    

Kemarin enggak up date, gantinya ke hari ini.

Silahkan membaca

^^^^^^

Aruna tengah duduk bersama Tiasa yang sedang menunggu kepulangan Akalam. Sudah disuruh untuk langsung ke rumah Mama, tapi gadis itu malah menolak. Gerak-geriknya nampak gusar sedari tadi, wajahnya mendung dan cemas. Membuat Aruna bertanya-tanya di dalam hati. Meski sebenarnya, ia sudah bisa menebak kalau pasangan itu pasti tengah bertengkar. Lagi.

"Susah ya, pacaran sama brondong." Aruna menopang dagu sembari menatap malas halaman rumahnya. Yang di mana, rumput-rumput terlihat indah karena tersemprot oleh bias sinar jingga matahari sore.

"Ya, gitu." Tiasa tersenyum masam. "Kebaca banget ya, muka gue?"

"Kalian kan biasa. Beranteeeem terus kerjaannya." Aruna mengembuskan napas. "Kenapa sih dulu Kakak mau-mau aja jadi pacar Akalam?"

"Dia ... manis, lucu, ngehibur banget."

Ngehibur?

Aruna berdehem. Apa mungkin selama ini Akalam hanya menjadi pelarian Tiasa saja untuk bisa mengisi waktu-waktunya melupakan Jaevan?

Kalau iya, kasihan juga sahabatnya itu.

"Kakak ... sayang sama Akalam?"

Tiasa terdiam sejenak. Lalu anggukan singkat muncul. "Iya, sayang banget."

Dulu, Tiasa dan Akalam sebenarnya satu tempat kerja. Keduanya dekat karena, seringnya waktu yang mereka habiskan bersama. Beberapa lama, Akalam meminta Tiasa untuk menjadi pacarnya dan dengan mudah, Tiasa setujui. Meski sampai sekarang, Tiasa sendiri tak tahu bagaimana perasaannya bagi Akalam. Yang jelas, Tiasa menyayanginya. Lalu, setelah beberapa bulan berpacaran, Tiasa pun resign dan bekerja di perusahaan kerabatnya, menjadi fotografer model baju. Karena kerabatnya itu memang membuka usaha penjualan baju offline maupun online.

Tiasa tentu senang, karena ia bisa bekerja sembari menikmati hobinya dengan kamera.

"Tapi dari pada sepasang kekasih, Kakak sama Akalam malah keliatan kayak, brother-sister yang sering berantem. Akalam yang kekanakan, Kakak yang dewasa."

Tiasa melirik Aruna sesaat, memarken senyuman tipis. "Bukannya memang baik ya, hubungan kayak gitu? Saling melengkapi."

"Bisa baik, bisa toxic. Aruna enggak terlalu ngerti sih, tapi ya ... gitu."

"Terus, kapan lo mau nyoba hubungan kayak gini? Kok betah banget ngejomlo?"

Dengusan Aruna terdengar. "Ini aku lagi nungguin Mas Abian mastiin perasaannya tahu!"

"Hah?" Tiasa keheranan. Ia menghadapkan tubuh pada Aruna sepenuhnya, mulai tertarik.

"Iya, aku kan nyatain perasaan sama Mas Abian. Terus Mas Abian bilang, katanya dia sayang sama Aruna tapi dia belum bisa mastiin karena baru putus sama pacarnya yang delapan tahun itu loh. Dia nganggap perasaannya sama Aruna cuma perasaan sesaat yang bisa pudar cepat-cepat. Dia ngerasa takut cuma jadiin Aruna pelampiasannya."

Tiasa terkekeh. "Kalau dia masih punya rasa sama mantannya, mana mungkin lo bisa masuk ke dalam hati dan bikin dia jatuh cinta kayak gitu. Beruntung banget lo Na. Sayang aja, Abiannya enggak pekaan. Tapi dia baik kok."

"Nah iya kan Kak, kalau dia belum lupain mantannya, mana bisa jatuh cinta sama Aruna. Emang kadang bego nih, Mas Abian."

Tiasa mengangguk-angguk, iya, benar, jika belum melupakan mantan, mana bisa orang lain masuk ke hatinya. Sekeras apapun mencoba. Sekuat apapun berusaha. Kalau mantan masih bertahta, terus yang baru bisa apa?

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang