🧊23🧊

5.5K 754 63
                                    

Haloooo, hari Sabtunya mendung ya?

Makanya aku up date sekarang.

Semoga bisa menghibur kalian. Next chapter kalian bakal ketemu momen khusus Abian Aruna ya!

🧊🧊🧊

“Lilin dinyalain dulu, Bu. Biar nanti Akalam yang bawa. Aduh, Mama, cara pake topinya enggak gitu. Itutuh, peluitnya, nanti tiup aja biar Aruna bangun.”

Akalam yang paling riweh, ia tengah mengarahkan Ibu juga Mama untuk memakai pernak-pernik kejutan ulang tahun. Sayang sekali, Papa tidak bisa ikut karena sedang bekerja di luar kota. Jadi, hanya mereka bertiga yang malam ini sibuk menyiapkan kejutan ulang tahun sederhana untuk Aruna.

“Ni koreknya Lam.” Ibu memberikan korek ke tangan Akalam.

“Nanti hadiah sama balon Mama sama Ibu yang bawa ya.”

“Kok Mama sama Ibu bawa banyak banget barang sih?” protes Mama.

“Ih, Akalam kan bawa kue, Ma. Ini berat loh. Gimana kalau ruksak dibawa sama Mama atau Ibu? Kan kalian udah tua. Mana bisa bawa yang berat-berat.”

“Durhaka memang anak ini.” Mama mendelik. “Mama nih, ngangkat galon aja masih kuat! Jangan remehin orang tua ya.”

Akalam berdecak. “Yaudah-yaudah, ini kuenya siapa yang mau bawa?”

“Udah Ceu, Akalam aja yang bawa,” lerai Ibu. “Biar kita nanti bisa heboh-hebohan.”

“Okei, atuh.” Mama mengalah.

“Yaudah, yuk, udah siap nih.” Akalam memakai topi kertas kerucut berwarna pink lalu memegang kue bolu berwarna ungu cantik.

Mereka berjalan ke kamar Aruna. Ibu membukanya. Terlihat Aruna tengah pulas tertidur di kasur. Akalam tertawa karena tak kuat melihat bibir Aruna yang menganga, belum lagi gaya tidurnya yang entah bagaimana, kepala gadis itu bisa tergolek di tepi kasur.

Benar-benar kacau.

“Duh, itu Aruna kok bisa sampai gitu, sih, bobonya,” komentar Mama.

“Biasa dia mah, kayak gitu.” Ibu menyalakan lampu. Lalu meniup peluit keras-keras diikuti oleh Mama.

Aruna akhirnya mengerjap, terbangun dalam rasa terkejut tentu membuat kepalanya terasa sangat pusing. Sembari memegangi rambut, Aruna menatap orang-orang ribut yang ada di hadapannya. Dan, demi apapun, ia ingin memarahi tiga orang yang kini tengah cengar-cengir tidak jelas di depan pintu sembari bertepuk tangan.

“Oh my, Aruna, happy birth day ya, sis. Udah 26 tahun sekarang tiup lilinnya dong, kasihku.”

Aruna mendelik jijik akan perkataan Akalam barusan, dengan malas, ia meniup lilin.

“Alhamdulillah, ya Allah, anak Ibu udah gede sekarang.” Ibu maju, memeluk Aruna, mengecup-ngecup rambutnya. “Alhamdulillah banget, Aruna jadi anak baik, anak kebanggaan Ibu. Makasih banyak, ya Na. Ibu sayang banget sama Aruna, lebih dari apapun. Kamu adalah nyawa Ibu, hidup dan mati Ibu. Sehat-sehat terus, panjang umur ya.”

“Aamiiin Bu,” ucap Aruna saat merasakan Ibu mengecup pelipisnya lalu mengurai pelukan mereka, mundur satu langkah.

Kini giliran Mama yang memeluknya. “Selamat ulang tahun ya, anaknya Mama, yang cantik, manis, baik. Kedepannya, semoga kamu makin sukses, semua yang kamu pinta Allah kabul ya Nak. Terus moga-moga bisa cepet ketemu jodoh. Aamiin.”

“Aamiin, makasih banyak ya, Ma.”

Ya begitulah, Akalam dan Aruna memang merasa memiliki dua ibu. Mereka lahir berbeda satu bulan saja. Aruna di bulan 22 Juli sedang Akalam tanggal 14 Agustus nanti. Sudah dekat sejak lahir, bersahabat sejak kecil, maka wajar jika Aruna dan Akalam sudah semacam adik dan kakak.

LOVE DEADLINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang