XVII

8.1K 803 82
                                    

MARCO menghela nafasnya berkali-kali saat matanya bergerak menatap Clarissa yang tak kunjung usai. Gadis itu berjalan melewati setiap rak kosmetik dan menyebalkannya adalah Marco harus mengikutinya. Ia melirik arlojinya, sudah jam 8 malam. Bahkan mereka belum makan malam sebab gadis itu minta langsung ke toko kosmetik begitu sampai pusat perbelanjaan.

"Clar saya laper, kaki saya pegel berdiri terus dari tadi!" Protes Marco sudah tak tahan. Clarissa menoleh, kedua tangannya penuh dengan lipstik berwarna merah.

"Bagusan mana? Yang red rose atau red velvet?" Marco mengernyit menatap kedua lipstik itu dengan seksama.

"Sama aja, warna merah semua." Clarissa cemberut tak puas dengan jawaban Marco. Jelas-jelas di matanya itu beda.

"Pilih salah satu pak!" Marco berdecak.

"Yang mana aja, yang pas kamu pakai gak akan ilang kalo saya cium." Gadis itu berdecih, percuma bawa Marco dari tadi jawabannya tak memuaskan.

"Ish, saya tuh ajak bapak buat ngikutin selera make upnya bapak juga!" Marco menaikkan sebelah alisnya.

"Emang kenapa harus ngikutin selera saya? Kamu pakai apapun juga saya suka-suka aja tuh." Gadis itu menatap Marco nyalang.

"Bohong banget, dulu saya pakai lipstik warna nude bapak bilang kaya orang tipes!" Marco meringis.

"Ya saya kan kaget Clar kamu dateng-dateng pucet gitu bibirnya." Clarissa mendengus sebal, ia letakkan dua lipstik itu kembali ke tempatnya.

"Kok dibalikin?" Gadis itu cemberut.

"Soalnya jawaban bapak bikin saya bingung." Pria itu menghela nafasnya kasar, tangannya meraih salah satu warna dari yang Clarissa tunjukkan tadi.

"Nih saya suka kamu pakai yang ini. Warna Red Velvet." Ucap Marco terbata membaca daftar warna yang ditempel di bawah rak lipstik.

"Tapi itu yang bapak ambil Red Rose."

"Bodo amat lah Clar, pokoknya saya ambil ini sekarang kita bayar. Saya laper mau makan dari tadi." Clarissa menghentakkan kakinya tak terima.

"Belum selesai Pak!" Marco menghembuskan nafasnya kasar.

"Nurut Clar, atau saya makan kamu disini." Gadis itu terbelalak, tangannya merebut keranjang belanjanya yang dibawa Marco. Ia berjalan mendahului pria itu menuju kasir. Marco terkekeh, mengikuti gadis itu untuk membayar. Pakai duit siapa? Jelas Bapak Marco. Sogokan biar nanti boleh tidur di apartemen Clarissa. Pagi tadi dia sudah bawa pakaian kerja dan rumahan. Sengaja mau numpang di apartemen calon pacar, katanya kalo tidur gak ada yang nemenin hampa.

Clarissa berjalan girang sambil menenteng paper bag di tangannya, sementara Marco membawa paper bag berisi belanjaan dari hasil grocery shopping. Mereka akan makan malam di apartemen Clarissa. Gadis itu mau unjuk gigi memasak katanya, kan sudah ditransfer sesuai janji di cafe Samuel.

Marco tampaknya begitu kelaparan, sebab sepanjang perjalanan pulang ia diam tak banyak omong. Beda lagi dengan Clarissa. Gadis itu tampak sangat bahagia menatap ponselnya, bibirnya tersenyum lebar lalu kadang terkikik geli Marco sampai ngeri sendiri.

"Kamu ngapain sih ketawa sendiri?" Clarissa menoleh ia terkekeh.

"Saldo rekening saya cantik deh, jadi gak rela pakainya." Marco berdecih.

"Ya udah gak usah dipakai."

"Sembarangan, terus nanti saya makan pakai apa kalo gak dipakai!" Marco terkekeh.

"Ada duit saya kan?" Clarissa melirik pria itu diam-diam.

"Ah gak enak ngerepotin bapak terus." Pria itu mencibirnya. Padahal selama ini Clarissa gak kelihatan ada malunya kalau minta checkout skincare. Ya gimana, Marco sendiri yang menawarkan.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang