XXVI

7.1K 748 96
                                    

SEORANG wanita dengan terusan panjang tampak berjalan anggun memasuki rumah megah Marco yang tampak sepi. Ia mengernyit saat pintu rumah pria itu bisa dibuka dengan begitu mudah. Mata cantiknya beralih melirik ke seluruh penjuru ruangan, tak dapat ia temukan sosok tuan rumahnya. Wanita itu bergerak lagi menuju ruangan dengan dua daun pintu besar yang ia sangat kenali.

"Ti, aku tunggu di sini aja ya?" Wanita itu menoleh lalu tersenyum pada seorang pria berbalut setelan jas rapi.

"Iya, aku cari Marco dulu kayanya dia di rumah." Pria itu tersenyum lalu duduk di sofa besar sambil menyalakan tab di tangan besarnya.

Wanita yang dipanggil Ti tadi kembali meneruskan jalannya. Ia tersenyum menatap pintu yang dibuka sedikit. Namun suara keributan dari dalam buatnya mengernyit penasaran. Dia berhenti sebentar sebelum membuka pintu kamar Marco. Hingga suara jeritan buat wanita itu tak sanggup menunggu lagi. Kaki jenjangnya bergerak menuju sumber suara. Kamar mandi yang ditutup rapat jadi tujuannya. Jantungnya berdetak cepat ketika mendengar suara seorang gadis dan suara Marco yang sangat ia kenali.

"Bapakk!!!" Wanita itu terbalalak, ia langsung membuka pintu kamar mandi itu lebar-lebar. Matanya melotot menangkap seorang gadis setengah telanjang dalam bilik kamar mandi, dan yang jauh lebih mengejutkannya adalah Marco dengan tubuh atasnya tanpa kain dan tangan pria itu yang sudah berusaha menurunkan resleting celananya.

"MARCO!!!" Lalu yang dipanggil membalikkan badan menatapnya ketakutan. Wanita itu menatap Marco dan gadis di dalam bilik bergantian, hingga helaan nafas kasar lolos dari bibirnya.

"Kalian keluar sekarang!" Wanita itu terlebih dahulu keluar hingga tersisa Marco dan Clarissa yang tangannya gemetar berusaha mengancingkan kemeja Marco.

"Pak itu siapa?" Tanya Clarissa dengan suara bergetar sebab perasaannya sangat buruk.

"Mami saya." Clarissa terbelalak. Matanya memanas bersiap menangis. Mampus! Pertemuan pertamanya dengan calon mertua sangat buruk.

"Pak gimana nih?" Marco mengusap wajahnya kasar.

"Clar kalo nanti gak direstuin, kita kabur ke Singapur ya? Saya punya apartemen disana, saya bisa minta mutasi kesana kok kebetulan saya emang lagi ditawarin untuk pegang pusat. Gajinya lebih gede Clar." Clarissa memejamkan matanya sebentar lalu menghela nafasnya pelan.

"Bapak jangan gila sekarang ya. Saya deg-degan jangan bikin skenario yang belum terjadi. Semangatin saya kek supaya aman-aman aja!" Marco meringis.

"Saya cuma mikir jalan keluar Clar. Pokoknya kamu harus sama saya terus, biarpun gak direstui." Gadis itu berdecak ia menatap Marco nyalang.

"Bapak kenapa malah bikin saya down sih? Emang kemungkinannya berapa persen kita gak direstui?" Marco tampak berpikir sebentar.

"70% Clar pasti mami mikir kita aneh-aneh." Clarissa mendengus.

"Semua gara-gara bapak! Kalo maminya bapak nawarin duit 500 juta biar saya ninggalin bapak, nanti saya terima. Malu tahu pak saya!" Marco berdecak.

"Mami saya gak punya duit sebanyak itu Clar. Kalaupun punya dia pakai sendiri, ngapain dikasih ke kamu."

"Marco buruan keluar!" Bentak wanita itu dari luar. Keduanya melotot lalu takut-takut keluar kamar mandi.

Tak ada yang lebih buruk dari tertangkap basah mau melakukan hal 'iya-iya'. Clarissa menutupi tubuhnya dengan tangan sebab kemeja Marco cuma mampu menutupi tubuhnya sampai setengah paha.

Wanita itu menghela nafas panjang. "Pakai dulu roknya." Ucapnya sambil menyodorkan rok pendek Clarissa. Tangan gadis itu gemetar meraih kain miliknya dari tangan ibu si bos.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang