XXX

7.2K 728 30
                                    

MARCO menatap layar ponselnya ragu. Kontak nomor yang lama tak ia buka akhirnya kembali ia sambangi. Pria itu tampak gelisah ketika status online muncul dibawah nama si pemilik nomor. Jarinya bergerak mengetikkan sesuatu namun kembali ia hapus berkali-kali. Lalu sebuah panggilan dari kekasihnya buyarkan kegundahannya.

"Jemput, udah selesai." Marco meraih kunci mobilnya lalu bergerak menutup pintu kamar dan  pintu rumahnya setelah mematikan panggilan dari Clarissa.

Pria itu kendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak mau buat gadis favoritnya itu lama menanti. Namun sesampainya di depan halte, gadis yang ia jemput tak ada. Bangkunya kosong tak ada tanda-tanda keberadaan Clarissa. Ponselnya berdering keras, nama Clarissa kembali muncul.

"Bapak saya masih di depan kantor, belum jalan ke halte." Pria itu memicingkan matanya, lalu menangkap seorang gadis yang ia yakini sebagai Clarissa tengah berdiri sendirian di depan area kantor.

"Diam disitu, saya kesana."

"Loh jang—" panggilan itu dimatikan sepihak. Marco tak mau ditolak. Ia lajukan kembali kendaraannya perlahan lalu berhenti tepat di depan gadis itu.

Wajah cantik itu tampak kuyu, buat Marco jadi merasa bersalah. Bagaimanapun pekerjaan Clarissa itu datangnya dari dirinya. Pria itu bahkan agak takut saat pamit pulang duluan dan tak menemani Clarissa lembur seperti biasa. Jemput jam segini saja dia pakai debat agar gadis itu tak bersikeras untuk pulang sendiri.

Pintu penumpang dibuka, Clarissa tampak terburu masuk ke dalam mobil. Marco tersenyum tipis, tangannya segera ambil alih seatbelt untuk membantu kekasihnya.

"Maaf lama." Gadis itu menoleh lalu mengangguk.

"Tadi Pak Arjuna juga lembur ... " Marco menoleh wajahnya jelas tampak kecewa.

"Tapi ada Mbak Rini dan Mas Candra." Pria itu mengangguk.

"Iya sayang, mau makan apa?" Tanya Marco sambil mengacak pelan rambut gadis itu.

"Bapak gak marah?" Tatapan bingung Clarissa buatnya terkekeh. Dia sudah berusaha memahami gadis itu, lantas apa anehnya?

"Saya gak mau bikin mood kamu jelek, udah capek lembur tapi saya ngomel. Pasti nyebelin." Pengertiannya Marco malah tampak ganjil untuknya.

"Bapak gak bakal ngelakuin hal yang aneh-aneh, kan?" Tuduhnya.

"Maksudnya?" Tanya Marco bingung.

"Ngelabrak Pak Arjuna misalnya." Tawa renyah Marco makin buat gadis itu curiga.

"Nggak sayang, saya lebih milih simpan tenaga buat cuddle sama kamu. Kompensasi, boleh? Saya cemburu tapi maunya cemburunya dialihkan dengan hal lain. Peluk saya ya nanti?" Clarissa berdecak tak puas. Tetap saja aneh untuknya.

"Aneh banget ih, serem. Saya malah gak terbiasa dengan bapak yang gak posesif." Marco tersenyum.

"Saya gak mau diputusin makanya coba mengerti kamu sayang." Bukannya tersanjung gadis itu malah makin takut.

"That sayang, bikin saya merinding. Bapak lagi berusaha jadi pacar yang manis apa gimana?" Helaan nafas panjang lolos dari bibir merah muda itu. Suatu misteri mengapa si perokok aktif itu tetap miliki warna bibir yang indah.

"Saya dituduh mulu dari tadi. Saya gak pura-pura babe, ini bentuk keseriusan saya sama kamu. Pokoknya kalo cemburu saya mau minta peluk atau cium udah gitu aja. Gak mau saya ngomong macam-macam nanti ribut." Clarissa meringis, ia teringat kejadian di tangga darurat. Bertengkar dengan Marco nyatanya tetap mengerikan untuknya. Wajah tegas pria itu buat dia merinding, takut sewaktu-waktu Marco lakukan kesalahan yang buat dia kecewa berat, seperti memukulnya.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang