XX

7.9K 797 84
                                    

MARCO cemberut setelah dua jam diberikan silent treatment  oleh kekasihnya. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk cari perhatian tapi gadis itu tetap tak bergeming menatap layar televisi. Memangnya Ryan Reynolds lebih menarik ya daripada dirinya? Pria itu terus berdecak saat Clarissa malah tertawa sendiri menonton filmnya. Hey dia kan yang punya kamar, kenapa malah dianggap tak ada begini?

"Babe, look at me." rengek Marco sambil berusaha menolehkan dagu Clarissa. Namun gadit itu berontak menahan kepalanya agar tak bergeser.

"Mau ke mall? Kita beli tas baru yang kamu ceritain semalam." Clarissa berdehem, bola matanya bergerak melirik Marco. Memang pria itu curang sekali menggunakan titik lemahnya Clarissa. 

Gadis itu kembali menatap televisi lurus. "Yaudah." 

Jawaban rancu itu buat Marco kebingungan. Apanya yang sudah?

"Apa?" Clarissa memutar bola matanya sebal.

"Ke mall!" Pekiknya tak sabaran. Kekehan kecil lolos dari bibir Marco. Berhasil kan?

"Mau dibantuin ganti baju?" Sebuah jari tengah mengacung tegak tepat di wajah Marco, pria itu tertawa nyaring.

Clarissa cuma meraih cardigan berwarna hitam untuk menutupi tali spagetti dress biru langitnya. "Kamu gak ganti baju?" Tanya Marco yang sudah memakai jaket. Clarissa menggeleng.

"Kan cuma ke mall bukan mau ke acara keluarga." Pria itu mendengus.

"Saya sudah pakai pakaian rapi loh?" 

"Halah, ya udah emangnya kenapa?" Marco tampak keberatan.

"Gak cocok babe, look at us. Kita kelihatan kontras banget. Kalo gitu saya ganti celana pendek dulu deh." Marco memang agak picky urusan busana. Pria itu melek fashion, meskiupun seleranya tak cocok dengan Clarissa sih.

Suara bel di luar rumah Marco buat Clarissa kesal, dia sedang malas jalan dan Marco berada di dalam kamar pakaiannya. Ia tak mau repot-repot berjalan ke pintu luar. Takutnya yang datang keluarga Marco, atau malah pacar Marco yang lain?

"Pak! Bukain pintu tuh, ada tamu!" Jerit Clarissa memanggil Marco yang tak kunjung keluar. 

"Tolong bukain Clar! Saya masih ribet nih." Gadis itu tetap tak bergeming, ia masih tetap pada tempatnya. Lagipula itu kan tamunya Marco.

"Gak mau, bukan tamu saya." Tak lama wajah masam Marco muncul dari balik pintu wardrobe roomnya. Ia berjalan melewati Clarissa sambil menghentakkan kakinya keras-keras sementara Clarissa mengekorinya dari belakang berusaha mencari tahu tamu yang datang di sore hari begini. Tapi baru saja gadis itu sampai dekat pintu keluar ia terbelalak, buru-buru berlari mencari tempat pas untuk sembunyi.

Lalu Marco kembali masuk dengan pintu rumah yang terbuka lebar dan seseorang yang ia suruh duduk di ruang tamu. Pria itu hampiri Clarissa yang bersembunyi di balik tembok partisi antara ruang tamu dengan ruang keluarga. Gadis itu masih asik mengintip.

"Kamu ngapain disini?" Tanya Marco. Gadis itu menarik tangan Marco membekap mulut pria itu agar tak berisik.

"Diam pak jangan berisik nanti ketahuan!" Marco memutar bola matanya malas, kepalanya bergerak melepas bekapan tangan Clarissa.

"Ya emang kenapa? Ini rumah saya, kamu pacar saya. Emang aneh kalo saya berduaan sama pacar sendiri di rumah saya sendiri?" Clarissa meringis.

"Ya gak salah sih tapii itu ada Si Mita! Ketahuan nanti!" Marco berdecak sebal.

"Urusannya apa sama dia?" Gadis itu menghela nafas kasar.

"Dia itu mulutnya banyak bacot, males saya. Pasti nanti ngegosip sampai mana-mana. Apalagi dia kan kaum pemuja bapak, bisa-bisa saya makin dimusuhin. Orang jadi anak buah bapak aja dia kaya iri dengki sampai ke tulang-tulang, apalagi tahu saya pacarnya bapak!"

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang