VIII

8.1K 765 51
                                    

PARA rekan kerja Clarissa keheranan menatap wajah masam gadis itu ketika kembali ke tempat duduknya.

"Lama amat ke toilet, belum setor ya?" Tanya Mbak Rini. Clarissa berdecak.

"Gue lagi gak mood mbak, jangan bahas apa-apa dulu ya." Rini mengangguk lalu memilih fokus kembali pada pekerjaannya.

Tak lama Marco muncul dari pintu. Clarissa berdecih menatapnya penuh kekesalan. Sedangkan yang ditatap pura-pura bodoh. Pria itu berhenti di depan meja Harez.

"Yoga, ikut saya meeting ya." Yoga mendelik, ia melirik Clarissa sekilas. Gadis itu menatap keduanya tajam, lalu matanya beralih menatap layar laptopnya.

"Bukannya sama Clarissa Pak?"

"Kamu ke ruang meeting dulu, saya ambil laptop." Yoga menatap Clarissa canggung.

"Apa lo lihat-lihat!" Ucapnya ketus. Yoga bergidik ngeri, ia segera berdiri mengambil laptopnya dan berjalan menuju ruang meeting.

"Clar kenapa gak jadi?" Tanya Mbak Rini.

"Gak tahu si Marco gak jelas." Wanita itu meringis. Sepertinya Clarissa sedang tak bersahabat untuk diajak berbicara.

Sepanjang hari Clarissa cemberut sebab gagal ikut meeting. Ia tak banyak bicara, bahkan saat Marco bagi-bagi makanan dia memilih tak mengambilnya. Jelas janggal, pasalnya gadis itu paling suka dengan yang namanya gratisan.

Marco sampai bingung bagaimana cara merayu gadis itu agar moodnya membaik. Kalau sampai jam 4 Clarissa masih diam, tak ada pilihan lain. Marco akan ambil jalan pintas.

"Clar, sini dulu." Panggil Marco. Gadis itu berdecak. Ia letakkan berkas di tangannya lalu berjalan gontai hampiri pria itu.

"Kenapa Pak?" Mata Marco melirik ke sekitar. Aman, semua fokus kerja.

"Duduk dulu."

"Gak usah, saya mau langsung balik kalo bapak udah selesai ngomong." Marco berdecak.

"Gak enak ngobrolnya, sakit leher saya harus nengok ke atas terus." Gadis itu berdecih lalu menarik kursi di depan Marco dengan kasar.

"Buruan pak waktu saya gak banyak." Marco mendelik.

"Ini yang bosnya saya apa kamu sih? Galak amat."

"5 menit buruan pak." Marco gelagapan. Ia jadi bingung mau ngomong apa kalau diberi waktu begini.

"Sabar dong Clar, buru-buru amat."

"4 menit lagi pak." Marco mendelik.

"Kamu masih marah sama saya?" Gadis itu menaikkan sebelah alisnya.

"Emang penting buat bapak?" Marco berdecak.

"Ya penting lah, mukamu ini dari tadi kelihatan banget pengen bunuh saya. Nanti kalo sama karyawan lain dikira saya ngapa-ngapain kamu gimana?" Clarissa membulat tak percaya. Ia kira Marco gelisah karena dimusuhi Clarissa, tapi pria itu malah memikirkan imagenya di depan karyawan lain?

"Kalo ada yang tanya saya gak akan bawa-bawa nama bapak."

Pria itu menghela nafas kasar. "Masih ada meeting lain Clar untuk naikin karier kamu. Kalau gak bisa ikut proyek ini kamu mau cara instan juga bisa. Lebih gampang lagi."

Clarissa menatap Marco penasaran. "Gimana caranya Pak?"

"Jadi pacar saya, posisi kamu otomatis naik jadi pacarnya manager." Gadis itu berdecih menatap Marco tak bersahabat.

"Kalau cowok di bumi ini tinggal bapak sama kambing jantan, saya milih sama kambing!" Marco melotot masa dia disamakan dengan kambing.

"Kamu nih kalo ngomong suka nyakitin hati ya. Omongan kamu kemarin aja masih bikin saya dongkol ini ditambahin lagi. Untung saya rela disakiti." Clarissa menatap Marco horror.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang