VII

8.2K 803 81
                                    

PAGI ini Clarissa tampak lebih ceria. Pertama karena penampilan kepepetnya dipuji cantik oleh Samuel, kedua karena dia jadi orang pertama yang diminta untuk mencicip menu signature baru bikinan Samuel. Padahal saat mau berangkat tadi ia sempat dongkol karena pakaian kerja yang ia laundry tertukar beberapa. Rok span hitam andalannya ikut tertukar, dengan terpaksa ia memakai yang ada yaitu rok kerja pertamanya yang jelas agak kekecilan sekarang.

Bodo amat dia jadi omongan orang, dia tak ada pilihan lain karena hari itu harus bertemu client dan tentu dituntut berpenampilan menarik. Tapi rasanya, penampilannya terlampau menarik. Dugaannya benar, beberapa pasang mata mencuri pandang menatapnya. Clarissa dengan percaya diri berjalan anggun meliuk bak model ternama. Ia sempat melemparkan senyuman pada beberapa orang yang ia ketahui, lalu saat ia mencapai pintu ruangannya senyumnya luntur. Marco berdiri tepat di depan pintu yang terbuka. Tatapannya tajam menilai penampilan Clarissa dari atas sampai bawah.

"Shit!" Ucap Marco cepat. Clarissa menaikkan sebelah alisnya, ia menggeser tubuhnya saat Marco berjalan melewatinya. Tak ada sapaan pagi yang bertanya soal pekerjaan dan itu membuat Clarissa heran.

Ia memilih duduk terlebih dahulu tak mau jadi tontonan terlalu lama.

"Bapak sakit?" Mbak Rini yang baru saja menyalakan laptop menatap Clarissa dengan tatapan terkejut.

"Clar kamu mau manggung dimana?" Clarissa cemberut.

"Kok manggung sih mbak? Mau ketemu client nanti."

"Lagian kamu kenapa ini bajunya begini sih? Yang mau kamu temuin itu seganteng apa clientnya?" Clarissa meringis.

"Emang aku lebay ya dandannya?" Wanita itu tampak berpikir bingung bagaimana menjelaskannya.

"Bukan lebay sih, cuma lebih berani aja. Kamu kehabisan celana atau rok Clar?" Pasti perkara rok.

"Bukan gitu sih mbak, jadi rokku yang biasanya ilang di laundryan. Nah satu-satunya yang cocok sama kemejaku ya rok ini." Rini mengernyit.

"Gak ada celana?" Clarissa cemberut.

"Ih gak cantik lah mbak kalo pakai celana."

"Dih kamu nih Clar. Itu pantat kemana-mana, kalo dicolek orang gimana?" Clarissa meringis.

"Nanti selesai meeting ganti mbak, bawa pakaian lain kok." Rini berdecak.

"Kalo ada yang gampang kenapa cari yang ribet sih Clar?" Clarissa terkekeh.

"Sekali-kali mbak tampil cantik." Wanita itu memicingkan matanya.

"Kok tiba-tiba mau gitu kenapa? Ada yang kamu taksir ya disini?" Clarissa tersenyum malu-malu, jelas ada. Samuel, barista cafe depan.

"Jangan-jangan kata Sasa bener ya Clar? Kamu sama Pak Bos ini." Rini membentuk kuncup dengan kedua tangannya lalu menyatukan ujungnya. Clarissa mendelik, tangannya langsung menurunkan tangan Rini. Masa iya dia ketahuan tidur sama Marco?

"Apaan sih Mbak, kenapa jadi Pak Marco?" Wajah panik Clarissa membuat Rini curiga.

"Panik banget Clar." Clarissa berdiri mengipasi wajahnya yang terasa panas.

"Udah ah aku ke toilet dulu Mbak." Dan kepergian Clarissa membuat Rini jadi makin yakin kalau desas-desus hubungan Clarissa dengan bosnya benar.

Clarissa memilih mengasingkan diri di toilet. Ia merapikan penampilannya lagi, menilai apa yang salah dari penampilannya. Jadi apa yang salah?

 Jadi apa yang salah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang