XXXVI

7.1K 595 47
                                    

MARCO tersenyum menatap kekasihnya yang tengah bergaya di depan kamera. Sesi foto berdua baru akan dimulai setelah Clarissa menyelesaikan pemotretannya. Mereka benar-benar melakukannya sendiri tanpa bantuan keluarganya sama sekali. Pria itu kini terpana saat gadis cantik itu kembali bergaya memamerkan tubuh ramping yang berbalut off back dress keemasan. Tanpa perlu memastikan Marco sudah tahu kalau gadis itu tak memakai bra. Geraman kecil lolos dari bibirnya kala sang fotografer tampak mengagumi hasil jepretannya. Mau tak mau Marco bangkit dari duduknya, hampiri kekasihnya untuk memberi batasan soal siapa pemilik gadis itu.

Clarissa terkejut saat tangan kekar menyentuh pinggangnya lalu aroma khas kekasihnya menguar menyapa indera penciumannya. Ia yakin pria gila itu sangat merapatkan tubuhnya sebab bisa dirasakannya sebuah kain menggesek punggung terbukanya. 

"Kenapa gak mulai difoto?" tanya Marco dengan nada mengintimidasi. Sang fotografer tampak terbata, kemudian kembali mengangkat kameranya untuk mengabadikan setiap pose yang dibuat kedua modelnya.

"Apaan sih kan belum disuruh masuk set." bisik Clarissa disela senyumannya. Pria itu mendekatkan bibirnya ke telinga Clarissa, bergaya seolah tengah membisikkan rayuan hingga kekasihnya tersenyum senang. Seandainya para kru tahu bahwa yang dibisikkan lebih dari sekedar rayuan.

"They keep staring at you babe." kata Marco dengan suara lirih. Tatapan tajam menusuk bola mata Marco saat keduanya kini berhadapan, Clarissa mengalungkan tangannya di leher prianya kemudian Marco mendekap tubuh mungil itu erat.

"Ya mereka harus lihat modelnya Marco, jangan gila deh." Sudut bibir pria itu tertarik.

"But I'm here, aku gak akan rela mereka terus dapat pemandangan indah selama berjam-jam." Clarissa berdecak keras hingga beberapa kru menatapnya kebingungan. Apakah modelnya butuh sesuatu?

"Could you please just stop it? Mereka takut sama kamu, gimana kalo hasil fotonya jelek?" Helaan nafas Marco menyusul.

"Aku gak ngapa-ngapain babe." desisnya pelan.

"Bilang gitu ke orang yang dari tadi bawelin mereka. Kamu bahkan terang-terangan melotot ke mereka Marco." Marco meringis. Apa iya dia sekejam itu?

"Oke let's make a deal. Aku akan jadi anak baik but give me a kiss in the last pose. On lips." Gadis itu refleks mencubit punggung kekasihnya yang tengah lakukan pose memeluk. Mati-matian Marco menahan jeritannya, sebab cubitan itu terasa begitu panas. 

"Okay, cium aku nanti kalau sudah di apartemen." ralatnya tak mau punggung mulusnya berubah menjadi kulit macan tutul.

"Deal." di apartemen jauh lebih baik dibanding pamer kemesraan di muka umum. Clarissa cukup tahu malu untuk pamer ciuman di depan banyak orang. Sebab Marco tak bisa dipercaya. Pria itu tak akan puas hanya dengan sebuah kecupan. Otaknya itu sama keruhnya dengan air Ciliwung. 

Marco terus bersungut-sungut sepanjang pemotretan. Banyak sekali yang dipermasalahkan. Soal lighting, angle, pose yang diarahkan sang fotografer, apapun dikomentari. Harusnya Clarissa tahu kalau pria itu tak akan benar-benar mematuhi ucapannya sendiri. Apa iya anak baik akan terlalu banyak menyusahkan orang lain? Tidak. Pria itu sama sekali bukan lelaki manis yang tak banyak protes.

Clarissa yang kesabarannya mulai menipis jadi kesal. Moodnya langsung jelek. Gadis itu tak pedulikan lagi Marco yang kini berceloteh membicarakan soal pose terakhir yang diminta fotografer.

"Ngerti maksudku gak sih babe? Aneh banget dia kaya gak suka gitu aku pegang kamu. Kamu kan pacarku." Sadar jika kekasihnya tak menanggapi Marco diam. Kedua alisnya menyatu heran dengan wajah datar yang menatapnya tanpa berkedip.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang