LII

5.3K 558 31
                                    

MARCO merutuki kebodohannya sendiri setelah selesai meeting. Bahkan istrinya pulang terlebih dahulu dan dia tak tahu. Namun begitu sampai di pekarangan rumah, kepalanya terasa mendidih. Samuel berdiri di samping kap mobil, jelas tertawa bersama Clarissa. Buru-buru ia parkirkan mobilnya asal-asalan, gasnya ia injak kencang-kencang sehingga deru mesin itu mengagetkan dua yang tengah berbincang. Clarissa melengos, tahu bahwa tindakan itu sengaja dilakukan untuk memecah keasyikannya.

"Sam, lo pulang aja deh daripada abang lo ngamuk." Samuel melirik sinis pria yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan sangar.

"Haduh kak, belum sah kali. Gue makin gak ikhlas bokap nikah sama Tante Titi. Kalo nggak, bisa gak sih Si Marco itu gak usah dianggap anak aja." Ujarnya kesal.

"Heh, itu laki gue lebih tua dari lo jangan kurang ajar!" Omel Clarissa. Samuel menghela nafasnya lesu, lalu membalikkan tubuhnya untuk masuk ke mobil. Namun baru mau ia tutup pintunya, tangan Marco terlebih dulu menahannya.

Keduanya saling menatap sengit, Clarissa berdecak lalu memilih masuk ke rumahnya.

"Lo ngapain di rumah gue?" Samuel memutar bola matanya malas.

"Apasih kepo!" Marco menarik kaos Samuel kencang hingga pria jangkung itu terjatuh keluar mobil.

"Apaan sih lo!" Bentak Samuel.

"Lo ngapain di rumah gue? Bini gue sendiri di rumah dan gak sepantasnya lo ke rumah gue disaat dia sendirian." Samuel menaikkan sebelah alisnya.

"Gue adek lo kalo lo lupa, lo kira gue segila itu mau selingkuh sama kakak ipar gue sendiri?" Marco mengangguk.

"Iya lo emang segila itu, lagian nyokap gue belum sah nikah sama Jay jadi jangan ngaku-ngaku jadi adek gue!" Samuel menghempaskan tangan Marco kasar.

"Gue aduin lo ke Mami!" Marco terbelalak, sejak kapan lelaki muda itu memanggil maminya dengan sebutan yang sama.

"Itu mami gue!" Protesnya tak terima. Samuel menyeringai.

"Mami gue juga mulai sekarang." Lelaki itu menjulurkan lidahnya menggoda yang lebih tua.

"Lo tahu, kalo dipikir-pikir posisi ini menguntungkan juga buat gue. Bisa punya Mami, deket sama Kak Clarissa. Woahh hidup gue penuh cinta. Dan lo akan mulai jadi yang nomor dua, karena jelas gue lebih manis daripada lo sebagai anak." Marco makin melebarkan tatapannya.

"Jangan berani-berani sok deket ya lo. Pertama Mami cuma punya gue dan posisi lo gak akan lebih tinggi dari gue sebagai anak kandungnya, kedua Clarissa itu bini gue lo gak akan lebih jadi seorang adik. Yang bisa nidurin Clarissa, cium, peluk dia cuma gue dan lo gak bisa!" Samuel menyeringai lagi.

"Masa sih? Kelihatannya gak gitu, lo tahu gak sih kalo Kak Clarissa itu pengen banget punya adek? Jelas tahu dong siapa yang bakal sering dia belain kalo kita berantem?" Marco mendelik, ia mengepalkan tangannya erat-erat dan memilih meninggalkan Samuel yang bersiap meluncurkan kalimat menyebalkan lainnya untuk Marco.

"See you brother! Kak Marco gue pulang ya!" Teriaknya. Marco berusaha keras menulikan pendengarannya. Dia tak boleh terpancing dengan bocah ingusan itu. Namun sayangnya, deru nafasnya tak mau santai. Rasanya ia ingin membanting Samuel saat ini.

"Fuck!" Umpatnya pada pintu yang baru saja ia tutup rapat-rapat. Clarissa menatapnya heran, sementara mengunyah bolu ketan hitam di tangannya.

Marco membalikkan badannya, matanya bertemu dengan Clarissa menatapnya sendu.

"Baby kok pulang gak bilang aku sih? Aku khawatir tahu." Wanita itu menatapnya sinis, lalu memilih kembali ke dapur untuk mengambil potongan bolu kedua.

A Night To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang