Kelakuan Saga dan Rafa yang merecoki selama dua hari kepindahan Lila ke Jogja waktu itu, ternyata tidak sepenuhnya membuat rencana kacau. Setidaknya kehadiran dua pria itu ada manfaatnya, bisa disuruh membantu beres-beres di rumah kontrakan. Yang awalnya ingin memanggil orang-orang yang menjual jasa semacam itu, akhirnya Lila harus tersenyum puas karena uangnya utuh, ditambah bonus rumahnya beres.
Terhitung sudah hampir tiga minggu dia berada di kota ini. Dua minggu pertama dia gunakan untuk bermeditasi dan berkeliling kota, mengumpulkan kembali semangat hidup, kemudian satu minggu berikutnya dia sudah mulai disibukkan dengan kegiatan magang.
Gambaran menjadi anak baru dalam sebuah instansi sempat membuatnya sedikit khawatir, tapi setelah mulai bersosialisasi, gambaran itu lenyap seketika. Di sini, di daerah pinggiran kota Jogja, ia menemukan keramah tamahan yang masih sangat tinggi, yang langsung membuatnya nyaman berada di sini.
Di hari pertamanya mulai bekerja, semua yang ada di rumah sakit itu mengukir kesan yang teramat baik baginya. Hingga membuat dia semakin tak menyesali karena mendapat tempat magang di daerah yang cukup terpinggir ini. Awalnya, hanya karena ingin menepi dari carut marut masalah yang menerpa keluarganya, dan berita baiknya, di sini dia menemukan kehangatan dan keramah tamahan yang ia yakini mampu mengikis luka di hatinya.
"Mari, Dok!"
"Iya." Lila membalas sapaan ramah dari salah satu perawat yang tadi jaga satu shift dengannya.
Di akhir shiftnya, dia belum ingin beranjak. Melainkan masih ingin mempelajari beberapa hal terkait pelayanan yang ada di rumah sakit itu. Beruntungnya, perawat yang jaga di shift berikutnya dengan sabar dan baik hati menjelaskan beberapa hal yang masih belum dia pahami. Di sini, dia benar-benar mendapatkan pengalihan dari rasa sakit hatinya.
"Dokter yang baru ya?"
Lila dan perawat yang duduk di samping nya kompak mengangkat pandangan ketika ada seseorang yang menyapanya.
"Dok," sapa Sang Perawat, sedangkan Lila memilih mengangguk sambil tersenyum karena belum mengenal sosok dokter yang berdiri di depannya.
Lila berdiri dan mengulurkan tangannya. "Saya Lila, Dok. Salah satu dokter dari program internship yang masuk minggu lalu." Di sini, tidak ada budaya senioritas, dia tidak khawatir tidak akan disambut, malah akan diperlakukan lebih hangat lagi.
Benar saja, dokter yang tadi menyapanya tersenyum ramah lalu menyambut tangannya dengan erat. "Selamat bergabung Lila, aku Larasati, teman-teman di sini biasa panggil Laras."
Lila kembali melempar senyum kemudian garis keningnya sedikit berkerut karena mencoba mengingat wajah yang mungkin saja pernah dilihat. "Dokter ingat saya nggak? Beberapa waktu yang lalu saya kesini, periksa abang saya."
Laras berpikir kemudian, sambil mengingat wajah Lila.
"Itu, abang saya yang kayak anak TK takut diperiksa." ujar Lila lagi.
"Oh, iya! Yang mabuk parah itu kan?" Laras berhasil mengingat pertemuan pertamanya dengan Lila. "Abang kamu minta nomor telepon saya,"
Mulut Lila terbuka karena takjub dengan kelakuan Saga. Belum apa-apa sudah membuatnya malu. Dia bersumpah akan membuat perhitungan dengan pria itu jika bertemu. Pantas saja waktu itu langsung anteng, padahal sebelumnya berontak ketika tau akan diperiksa. Ternyata karena modus sama dokter Laras.
"Tapi saya kasih nomor telepon keluhan pelanggan di rumah sakit ini." lanjut Laras lalu tertawa.
Lila yang semula sudah menyusun rencana membantai kakaknya, mendadak hilang berganti tawa puas karena ternyata Laras nengerjai kakaknya. Bagus lah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Triage Of Life
Tiểu Thuyết ChungTriage adalah sistem penentuan untuk melakukan tindakan yang paling prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratan. Ada empat warna untuk memberikan derajat penilaian, merah, kuning, hijau dan hitam. Warna merah adalah kasus yang harus didahulukan karen...