Bab 22 : Pengakuan Rafa

3.6K 555 72
                                    

Para karyawan rumah sakit yang sedang tidak mempunyai tanggungan shift, berjalan tergesa menuju lantai tiga ke area perkantoran. Lebih tepatnya lagi menuju ruang rapat setelah pihak personalia mengeluarkan internal memo secara mendadak.

Banyak dari mereka yang menduga bahwa rapat mendadak itu akan membahas tentang berita yang kian memanas sejak akhir tahun, terutama bidang kesehatan karena kementerian terkait sudah membuat pernyataan resmi bahwa ada dua warga negara Indonesia yang positif menderita Covid-19. Artinya, virus itu benar-benar telah masuk ke Indonesia.

Lila masuk agak belakangan sehingga harus mencari-cari kursi yang masih tersisa karena ruang rapat itu sudah hampir penuh.

"Lil!" Rafa memanggilnya sambil mengangkat tangan, tanda agar Lila mendekat karena di sampingnya masih ada kursi kosong.

"Gue di sini aja." jawab Lila dengan gerakan bibir, dia lebih memilih kursi yang tidak dekat dengan Rafa.

Sesuai dugaan, pemimpin rapat yang hari itu dipegang langsung oleh direktur, menyampaikan kebijakan-kebijakan baru terkait dengan kewaspadaan virus yang kenyataannya bukan hanya sebatas candaan lagi.

"Saya berharap mulai sekarang kita semua patuh pada peraturan, demi keselamatan diri dan semuanya."

Dalam ruangan yang cukup luas itu, nampak berbagai reaksi. Sebagian ada yang terlihat khawatir, tapi sebagian juga masih terlihat tenang menyikapi wabah yang mulai masuk ke negara ini.

Rapat itu berlangsung cukup lama karena banyak sekali hal yang harus dirubah dan dipersiapkan. Hingga akhirnya Sang Direktur kembali harus mengulang himbauannya agar semua karyawan disiplin mematuhi standar pelindungan diri yang naik level.

Satu persatu karyawan yang memenuhi ruangan keluar. Lila juga ikut larut dalam antrian yang cukup sesak itu hingga Rafa kembali kesulitan untuk mencapai nya.

Begitu sampai luar, Rafa sudah kehilangan jejak gadis itu karena telah menghilang. Bahkan ketika menyusulnya ke poli jaga pun sudah tak menemukan gadis itu lagi.

"Lila sudah pulang?" tanya Rafa pada salah satu perawat.

"Oh, dr. Lila pekan ini jaga di bangsal kerajaan, Dok. Mungkin tadi dari ruang rapat langsung kembali ke sana."

Rafa melangkah kembali ke lift dan menekan angka 3. Beberapa hari ini dia jaga di bangsal yang berbeda dengan Lila, tapi anehnya disaat menyambangi kamar mamanya, dia juga tidak bertemu Lila di sana.

Benar saja, begitu membuka pintu lorong bangsal itu, Rafa mendapati Lila yang tengah memandang layar komputer dengan wajah serius.

"Dok..." sapa Ali. "Mau ke kamar ibu Intan?"

Rafa membalasnya dengan senyum disertai anggukan kemudian atensinya pindah ke Lila. "Makan tempat biasa ya, habis ini?"

Lila mendongak untuk memastikan pria yang berdiri di depannya yang tersekat dengan meja perawat itu sedang berbicara padanya. "Gue?"
Rafa mengangguk. "Wah, anda telat! Udah janjian lebih dulu sama Ovi."

"Gue ikut." Rafa menyahut cepat seperti tak ingin ada celah lagi jauh-jauh dari Lila. Pasalnya selama jaga di bangsal berbeda, dia kesulitan menemui gadis ini. Apalagi ditambah waktunya yang tersita karena Sang Mama sedang dirawat. 

"No! Gue sama Ovi mau ke salon!" tolak Lila.

"Kalau lo udah selesai sama Ovi, hubungi gue!" Rafa tetap belum menyerah. Dari nada bicara dan sikapnya saja sudah terbaca jelas bahwa ia sedang berusaha mengambil hati Lila. Dan hal itu tak luput dari pandangan Ali dan Vita.

"Astaga! Saga udah di rumah pasti kalau lebih dari jam 4. Lo ke sana aja kalau lagi butuh teman, jangan gangguin gue!" Lila kembali menolak.

Rafa mengerang kesal. Dia sendiri juga bingung kenapa semakin hari rasanya semakin mencuat, tidak bisa kalau tidak bersama Lila. Sejak Lila putus dengan Kevin, semua rencana mendekatinya sudah tersusun rapi. Tapi Rafa tidak menyangka, di tengah jalan banyak hal yang tidak terduga. Dia tidak menduga akan ada Tirta yang hadir, tidak menduga juga Lila memberi respon baik.

 Triage Of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang