Sejak mendapat kejelasan perasaan Rafa yang selama ini menganggunya, Lila sudah bisa bernapas lega. Meskipun tetap mudah berantakan ketika Rafa tidak berhenti memberinya bantuan dan perhatian, tapi tetap menegaskan di mana posisi mereka.
Dirinya juga tak lagi memikirkan perasaan yang tidak jelas itu, memilih lebih fokus pada kegiatan magangnya. Menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan mempraktekkan apa yang dia dapat selama ini.
Sejak kepindahannya ke tempat yang baru, dia juga lebih akrab lagi dengan Laras. Keduanya lebih intens bertemu di luar rumah sakit karena jarak rumah yang dekat.
Kedekatan itu bukan hanya Lila yang merasakan. Tapi juga Saga yang sesuai dugaan Lila jadi lebih rajin mengunjunginya ke Jogja. Modusnya terbaca dengan jelas, meskipun hingga sekarang Laras tidak menunjukkan sikap lebih pada usaha-usaha yang dilakukan kakaknya itu.
Tak banyak yang Lila bisa bantu. Tentu dia akan senang jika Laras bisa menerima Saga, tapi dia juga tidak akan memaksa perasaan Laras. Kalau memang jodoh, tidak akan lari kemana-mana. Meskipun dia pesimis juga kalau akan mendapatkan Laras sebagai kakak ipar, karena hingga banyak bulan berlalu, Saga tak kunjung mendapatkannya.
"Kamu mau terima tawaran kontrak kerja itu?"
Lila belum punya jawaban ketika papanya bertanya mengenai tawaran dari rumah sakit tempat dia magang. Mendekati waktu 'pemulangan internship' Lila kemarin dipanggil oleh pihak HRD, mendapat tawaran untuk melanjutkan kontrak kerja di sana.
Sebelumnya Lila menelisik wajah papanya yang menyempatkan diri ke Jogja untuk pertama kalinya. "Papa gimana kalau Lila masih tetap ingin di sini?"
Aris tak melarang tapi juga tak ingin membiarkan. Pisah jauh dengan anak gadisnya sungguh membuat tersiksa, rasanya tak ingin menambah masa itu.
"Seandainya, Papa melarang? Kamu kecewa?" jawab Aris dengan pertanyaan.
"Nggak sih, Pa. Lila mau di sini atau balik ke rumah, oke aja. Asal Papa jangan lupa tiket ke Dubai." jawab Lila.
Aris tertawa lalu menggoyangkan pundak anak gadisnya itu sebagai tanda gemas. Putrinya ini ternyata tidak lupa dengan janjinya.
"Tinggal tentuin tanggal!" ucap Aris yang jelas membuat Lila bersorak.
Saga yang tengah fokus dengan laptopnya menyempatkan diri untuk mencibir adiknya. Pria itu tentu tak akan tinggal ketika tau papanya akan bertolak ke Jogja. Buktinya, meskipun sedang disibukkan dengan pekerjaan, masih sempat ikut dengan dalih menemani Sang Papa.
"Sirik aja! Baik-baik lo sama gue, kalau nggak mau gue buka semua aib lo di depan mbak Laras." ujar Lila ketika mendapat cibiran.
Setelah membalas cibiran Saga, Lila malah terbengong sendiri kala melihat respon Sang Kakak yang berbeda dari biasanya. Jika biasanya kakaknya itu akan sangat antusias ketika mendengar nama Laras, kali ini dia hanya tersenyum tipis tanpa ingin mengalihkan pandangannya dari laptop.
Mata Lila otomatis mengarah ke pria yang duduk di persis di samping Saga. The one and only, Rafa. Pria itu hanya mengangkat bahu nya ketika Lila bertanya hanya dengan memberi kode lirikan mata ke arah Saga. Sebenarnya Lila mau heran kenapa pria ini masih saja mengekor Saga ke sini, padahal ada papanya. Tapi karena pria itu Rafa, Lila tidak jadi heran.
"Cinta ditolak," jawab Rafa hanya dengan gerakan bibir tanpa suara ditambah tangannya membuat gerakan seolah menyayat leher.
"Oooh..." balas Lila dengan tanpa suara juga.
Selama dekat dengan Laras, tak pernah sedikitpun dia ikut campur acara pdkt kakaknya itu. Hanya ketika Laras bertanya, pasti Lila jawab.
Sebuah suara memecah keheningan yang sempat tercipta. Tanpa menunggu lama, Lila bergegas menyambut tamunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triage Of Life
Ficção GeralTriage adalah sistem penentuan untuk melakukan tindakan yang paling prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratan. Ada empat warna untuk memberikan derajat penilaian, merah, kuning, hijau dan hitam. Warna merah adalah kasus yang harus didahulukan karen...