Bab 33 : Sepatu

3.4K 553 100
                                    

Rafa berjalan tergesa menuju lantai tiga, di mana beberapa menit yang lalu mamanya memberi kabar bahwa sedang berada di sana.

"Raf!"

Langkahnya terhenti saat berpapasan dengan Lila yang baru keluar dari lift.

"Lo jaga di atas?" tanya Rafa. "Periksa tante Widya? Baik-baik aja kan?"

Lila sampai harus mundur ketika Rafa melontarkan pertanyaan secara bertubi-tubi. "Tante Widya baik. Sudah boleh pulang hari ini."

Dengan cepat Rafa menggeleng. "Bukan tante, tapi Lo."

"Gue?" tanya Lila heran. "Gue baik-baik aja. Kenapa emang?" Lila terheran sendiri oleh sikap Rafa yang terlihat mengkhawatirkan dirinya.

Rafa kembali menggeleng untuk melupakan kekhawatirannya pada Lila yang harus masuk ke kamar Widya di saat sebagian besar keluarganya kumpul. Bukan apa, dia hanya khawatir kalau Lila kembali harus mendengar kata-kata tidak menyenangkan dari salah satu keluarganya, atau malah dari mamanya sendiri.

"Terus mau ke mana ini?" tanya Rafa.

"Mau ke depan sebentar menemui mas Tirta."

Jika dalam sebuah film animasi, pasti saat ini Lila bisa melihat asap yang mengepul di badan Rafa. Tapi untungnya tidak, sehingga Rafa bisa pura-pura tersenyum. "Ya udah gue duluan."

Pria itu gantian masuk ke dalam lift sambil mencoba melupakan bayangan Lila bertemu dengan Tirta. "Kayaknya gue emang harus jadi kepala rumah sakit sekalian, biar bisa bikin peraturan, selain pasien dan keluarga yang berobat, dilarang berkeliaran di sini." gumamnya sebal.

Detik berikutnya dia menepuk kening sendiri. "Cemburu emang bikin bego ya!" maki nya pada diri sendiri.

Suara lift berdenting diikuti pintunya yang langsung terbuka. Langkah lebar Rafa menuju kamar tempat tantenya di rawat.

Benar kata Lila, tantenya sudah bisa pulang hari ini. Ketika Rafa masuk, perawat sedang melepas infus di tangannya. Persis di samping wanita itu ada calon menantu yang setia mendampingi.

Rafa hanya sebentar di sana, sekedar menyapa adik papanya itu karena Sang Mama mengajaknya bertemu dengan papanya yang sudah lebih dulu berada di salah satu ruang pertemuan.

Di sana, Sang Papa sedang berbincang dengan salah satu dokter di rumah sakit ini.

"Nah ini dia anaknya!" seru Wisnu ketika melihat putranya masuk diikuti istri tercintanya di belakang.

Rafa tak membalas, hanya langsung duduk di samping papanya. Baru bersuara ketika dokter bernama Umam itu menyapanya.

"Kalau kamu keberatan mengambil spesialis di Jogja, bisa dibantu sama dr. Umam di sini, tinggal kamu maunya di mana, Raf." ucap Sang Papa tanpa basa-basi.

Intan menatap putranya penuh rasa bersalah. Dia sangat paham jika Rafa tidak menginginkan hal ini. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain ikut apa yang diinginkan suaminya.

Rafa menghela napas panjang sebelum akhirnya berdiri. "Terserah Papa saja, baiknya di mana. Hubungi saja kalau ada yang perlu Rafa lakukan." jawab Rafa datar kemudian meninggalkan ruangan itu.

"Rafa!" panggilan dari Wisnu menghentikan langkah Rafa. "Papa belum selesai bicara."

Saat ini, Rafa sudah berada di titik paling lelah. Akhirnya kembali memaksa tubuhnya bergerak untuk duduk.

"Kamu kalau punya keinginan, sampaikan! Yang mau sekolah kan kamu, masa Papa yang milih. Kamu mau di Jogja apa di sini saja?" Wisnu kembali bertanya.

"Tidak di keduanya."

 Triage Of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang