Lila hendak memasang earphone ke telinganya untuk mendengarkan musik agar satu jam menunggu mobilnya selesai di cuci terasa cepat. Namun niatnya tak kesampaian ketika ada seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya.
Lila membalasnya dengan senyuman dan mempersilakan ketika orang itu minta izin bergabung di meja nya.
"Lo sering ke sini, Mal? Gue langganan di sini soalnya." tanya Lila begitu seseorang itu duduk di kursi seberangnya.
"Gue juga langganan di sini. Karena tempat cuci ini yang searah apartemen. Tapi kenapa nggak pernah ketemu lo ya?"
"Ya mungkin pernah. Tapi lo belum kenal sama manusia secantik gue." canda Lila.
Candaan itu berefek pada Akmal. "Biasanya manusia cantik sahabatan juga sama orang yang cantik." balasnya.
Giliran Lila yang tertawa. "Alus bener setan kalau ngomong."
Obrolan mereka sedikit terjeda ketika menu pesanan Akmal datang.
Lila sedikit tertarik dengan minuman pesanan Akmal yang hanya berupa dua botol air mineral dan tanpa segan dia mengutarakannya. "Sehat banget minumnya air putih."
Sambil memotong ayam bakarnya, Akmal menjawab, "Namanya juga jomblo, harus pinter jaga kesehatan sendiri soalnya nggak ada yang jagain."
"Begitu ya? Gue jomblo tapi nggak manja kayak lo sih!" canda Lila.
Akmal menghentikan niatnya yang akan membuka tutup botol. "Kalau jomblo biasanya sahabatan sama jomblo juga. Bener, nggak?"
Lila tertawa lagi sambil geleng-geleng. Sudah tidak kuat lagi menghadapi permodusan yang dilakukan Akmal. "Sahabat gue jomblo. Udah tahunan, ibarat besi, udah karatan. Kenapa lo? Jangan modusin dia ya! Dia itu baik banget, tapi agak bego."
Gantian Akmal yang geleng-geleng kepala sambil tertawa. Seleranya Rafa memang jos. Nggak kaleng-kaleng. Apalagi mulut pedasnya.
Akmal kemudian menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu tidak sengaja bertemu dengan Jovita di area joging sampai akhirnya sarapan bareng dan ia mengantar Jovita ke rumahnya.
Tidak berhenti di situ, Akmal juga memancing Lila dengan beberapa pertanyaan agar gadis itu mau cerita tentang dirinya dan Rafa. Tapi Akmal belum terlalu mengerti Lila yang tidak bisa semudah itu dipancing dengan obrolan jebakan nya.
"Dia kenal duluan sama abang gue, terus beberapa waktu kemudian ternyata dia sepupuan sama pacar gue. Tambah kebetulan lagi, dia senior gue di kedokteran." Hanya itu yang Lila ceritakan tentang Rafa, membuat Akmal langsung bisa memahami karakter Lila. Dia sudah bertemu dan bernego dengan ratusan orang yang karakternya berbeda. Jadi tidak cukup sulit untuk mengerti bagaimana Lila.
"Sepertinya lo biasa aja ya sama dia. Padahal dia udah kayak cacing kepanasan." ujar Akmal.
Ada satu momen di mana Lila termenung beberapa detik sebelum menjawab Akmal. Dan sayangnya momen itu tertangkap oleh mata Akmal yang membuat ia semakin penasaran dengan Lila.
"Nanti juga terbiasa." jawab Lila santai.
"Berarti lo sekarang udah terbiasa, padahal kemarin enggak?" tanya Akmal.
Lila tertawa pelan. "Cara lo bertanya itu ngeri. Gue harus ajarin Jovita biar dia nggak kejebak sama lo."
Akmal gantian tertawa. Pertama dia salut dengan karakter Lila yang kuat dan kedua, dia tidak punya niat apa-apa ke Jovita. Murni hanya mengagumi. Setidaknya hingga detik ini.
"Gue pikir Rafa udah cerita banyak ke lo tentang gue. Jadi gue nggak harus mengulang cerita. Sama kok." kata Lila lagi.
Akmal mengangguk pelan beberapa kali sambil menghabiskan satu sendok terakhir makanannya. Setelah minum, kembali dia menjawab ucapan Lila. "Lo tau nggak kalau Rafa pernah kabur dari rumah dan melakukan percobaan bunuh diri?" Akmal semakin menyerang sisi penasaran Lila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triage Of Life
General FictionTriage adalah sistem penentuan untuk melakukan tindakan yang paling prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratan. Ada empat warna untuk memberikan derajat penilaian, merah, kuning, hijau dan hitam. Warna merah adalah kasus yang harus didahulukan karen...