Lila telah menyelesaikan shift siangnya dengan cukup luar biasa. Serangan pasien yang diindikasikan positif covid bertambah banyak setelah beberapa hari terakhir menurun bahkan bangsal isolasi mulai sepi.
Seusai melepas APD nya, dia menuju ruang administrasi dokter dan perawat, tempat di mana para manusia medis itu sering mengadakan rapat kecil atau sekedar melepas lelah.
Melihat tidak ada orang yang duduk di depan komputer admin, Lila menujunya untuk memeriksa jadwal jaga dokter untuk bulan depan.
"Ini siapa yang buat jadwal, Dok? Kok gue jaga UGD nya dikit amat." tanyanya.
"Calon Kabid Yanmed, Lil. Makanya lo dispesialin, jarang jaga UGD." jawab Harsa yang duduk di bawah sambil memegang hp nya dalam posisi miring.
Lila mengernyit karena merasa tertinggal info tentang pergantian kepala bidang yang membawahi bagian medis di rumah sakit ini. Dan penasaran juga siapa yang membuat jadwal spesial untuknya.
Jaga UGD memang sering dihindari oleh dokter-dokter di sini. Tapi karena memang sudah tugasnya, mau bagaimana lagi? Tetap harus ingat tugasnya.
"Emang dr. Pras gimana? Kayaknya cuma gue deh yang ketinggalan berita. Siapa gantinya?" tanyanya lagi.
Salah satu perawat yang mendengar percakapan Lila dan Harsa ikut tertawa melihat Lila yang merasa tidak up to date. "Dokter Lila pura-pura nih, padahal pacarnya juga maju jadi kandidat loh!"
Harsa ikut mengangguk dan memojokkan Lila. "Dr. Pras udah ngajuin resign. Sebentar lagi akan ada yang naik. Rafa tuh kandidat terkuat."
"Oh. Gue baru tau." balas Lila.
"Bukannya lo punyanya Rafa? Gimana sih sampai nggak tau. Wah jangan-jangan lo hanya ngaku-ngaku." ujar Harsa lagi.
Harsa hanya bercanda tapi tidak bagi Lila karena hal itu adalah hal paling sensitif yang ia rasakan.
Perawat tadi ikut tertawa mendengar lelucon Harsa kemudian menambahkan, "Banyak sih yang mau mengakui dr. Rafa sebagai hak milik. Mungkin dr. Lila mau bergabung dalam fangirl nya."
Harsa dan perawat itu kembali tertawa. Entah apa yang lucu karena pada kenyataannya saat ini jantung Lila berdetak tak terkendali. Kalau yang bicara barusan adalah Saga, sudah pasti dia akan berteriak persis di telinganya.
Tapi sayang, dia sedang di rumah sakit. Dia saja masih belum bertegur sapa dengan Saga meskipun satu rumah, tidak mungkin dia akan menambahkan Harsa dan perawat itu dalam daftar musuh karena mereka hanya rekan kerja, tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi bukankah jika tidak tau kenyataannya itu lebih baik diam? Sayangnya orang-orang di negeri ini mayoritas sok tau dengan kehidupan orang lain, kepo pula.
Lila keluar tanpa merespon ledekan dua rekannya. Sedikit menampilkan pancaran mata marahnya sebagai tanda protes pada mereka yang sudah menuduh dirinya.
Dia menyusuri koridor yang menuju tempat parkir dengan perasaan berkecamuk. Gara-gara Rafa yang suka berbuat seenaknya, jadi dia yang harus menanggung malu dituduh yang tidak-tidak oleh rekannya. Pasalnya bukan hanya dua orang tadi, tapi banyak dari yang lain yang suka menyindir Lila sejak waktu Rafa menuliskan kalimat sialan di hazmat Lila.
"Lila!"
Gadis itu secara mendadak berhenti. Ketika balik badan, terlihat sosok wanita yang berjalan cepat menuju dirinya. Suara gesekan sepatu wanita itu dengan lantai sanggup mendominasi koridor yang sudah mulai sepi.
Begitu sampai dia hadapan Lila, langsung saja Lila melirik arlojinya. "Kamu ngapain jam segini masih di sini? Lembur lagi?" tanyanya.
Wanita itu yang tak lain adalah Jovita sedikit memundurkan kepalanya ketika mendapat semburan pertanyaan dari Lila ditambah nada yang tak biasa. "Lembur. Mau gajian nggak kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Triage Of Life
General FictionTriage adalah sistem penentuan untuk melakukan tindakan yang paling prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratan. Ada empat warna untuk memberikan derajat penilaian, merah, kuning, hijau dan hitam. Warna merah adalah kasus yang harus didahulukan karen...