Bab 29 : Tanda Perdamaian

3.1K 548 77
                                    

Lila melapisi baju scrub nya dengan jas putih kemudian memasangkan nametag nya. Dengan langkah tenang namun pasti, dia berjalan masuk lift menuju lantai tiga.

Niat semula dia ingin ke ruangan kepala personalia, namun dengan cepat merubah langkah menuju ruangan Jovita.

"Ada apa?" Jovita bertanya tanpa suara karena sedang menelpon ketika Lila masuk.

Dia tak menjawab sampai Jovita selesai menelpon. Baru ketika Jovita meletakkan gagang telepon ruangannya, Lila duduk.

"Bu Martha di ruangan nggak?" tanyanya.

"Ada." jawab Jovita kemudian menelisik sahabatnya itu. "Jadi sekarang? Udah yakin?"

Lila menyilangkan kaki kemudian tubuhnya bergerak ke kanan dan kiri berulang di kursi putar. "Jadi dong." jawabnya yakin.

Jovita ikut menggoyangkan tubuhnya di kursi seperti Lila kemudian dia tertawa pelan, seolah sedang mengejek jawaban sahabatnya. "Tau nggak sih, aku jadi makin penasaran."

Lila merespon santai. "Tentang apa?"

"Kamu kenapa harus pergi dari sini? Dengan begitu,  aku malah jadi mikir kalau kamu itu menghindari Rafa karena sebenarnya ada sesuatu yang juga membuat kamu sakit hati." Jovita mengutarakan pemikirannya yang lagi-lagi ditanggapi santai oleh Lila.

"Satu-satunya alasan ya karena aku mau hidup tenang." jawabnya.

"Kenapa? Rafa bikin hidupmu nggak tenang?" selidik Jovita.

Lila tertawa mendengar sahabatnya tak menyerah. "Aku ke bu Marta sekarang."

Merasa Lila sudah sangat yakin dengan keputusan untuk resign, Jovita mempersilakan sahabatnya itu untuk menemui kepala personalia secara langsung.

Lila kembali melangkah ke tujuan awalnya namun tepat sekali berpapasan dengan Rafa yang baru keluar dari ruang direktur.

Pria itu diam berdiri di depan pintu tak membalas Lila yang Say hello padanya. Fokus Rafa tertuju pada Lila yang berada di depan ruangan kepala personalia dan pada amplop putih besar yang berada di tangannya.

Sudah lama sekali rasanya Rafa tidak menghubungi ataupun menemui Lila, menciptakan kecanggungan di antara keduanya.

"Mau ketemu siapa?" tanyanya.

Lila menunjuk pintu yang tertempel nama Martha Yuliani. "Ini bu Martha."

"Untuk?"

"Ada perlu. Gue masuk dulu, Raf." pamit Lila namun langkah lebar Rafa menghentikan rencananya mengetuk pintu.

"Lil, lo mau ngapain?" tanya Rafa lagi yang kini sudah berdiri persis di samping Lila.

Lila tak ingin marah-marah ataupun kesal lagi dengannya. Memilih senyum dan bersikap sebiasa mungkin seperti dulu, sebelum Rafa mengacaukan semuanya karena ungkapkan perasaan.

"Mau minta naik gaji lah." candanya. "Udah, sana! Gue mau masuk dulu."

Lila tersentak ketika tiba-tiba Rafa menggenggam pergelangan tangannya dan membawa dirinya ke koridor dekat lift yang sepi.

"Jangan resign, Lil! Gue janji nggak akan ganggu lo lagi, lupakan semua yang pernah gue katakan! Gue minta maaf karena banyak nyusahin lo. Gue nggak akan seenaknya lagi. Tapi jangan pergi dari sini." lanjut Rafa dengan serius.

Tatapan Rafa mengendur saat Lila tertawa mendengar janjinya. "Gue resign bukan karena lo tapi karena mau bantu papa."

"Masih bisa praktek di dua tempat. Nggak harus keluar dari sini. Dan kenapa kalau punya masalah lo selalu harus pergi? Bisa tidak diselesaikan baik-baik tanpa harus kabur?" Saking kalutnya, pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Rafa.

 Triage Of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang